Melihat Posisi Intelijen dalam Antisipasi dan Mitigasi Kerawanan Pemilu

I Gusti Ngurah Krisna Dana
Dosen Ilmu Pemerintahan, FISIP Universitas Warmadewa
Konten dari Pengguna
20 September 2023 12:58 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari I Gusti Ngurah Krisna Dana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
zoom-in-whitePerbesar
Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Proses Pemilihan Umum (Pemilu) tidak dapat dipungkiri rentan dengan kerawanan di tengah masyarakat. Gejolak kerawanan tersebut menurut Indeks Kerawanan Pemilu 2024 yang disusun oleh Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu menyatakan setidaknya terdapat enam isu strategis yang menjadi concern untuk diantisipasi.
ADVERTISEMENT
Isu-isu tersebut berkutat di seputaran proses Pemilu, yakni berupa jumlah partai politik peserta pemilu, pelaksanaan tahapan pemilu di wilayah provinsi yang baru terbentuk, potensi polarisasi masyarakat beserta dukungan politik, aktivitas penggunaan media sosial demi untuk dukung mendukung pasangan calon, hingga pemenuhan hak memilih untuk perempuan dan kelompok rentan.
Keenam isu potensi kerawanan pemilu tersebut setidaknya menjadi gambaran bagi masyarakat, bahwa semakin bertambahnya jumlah partai politik peserta pemilu maka akan timbul berbagai kontestasi dan potensi kerawanan yang dapat terjadi dalamnya.
Terlebih, di dalam menyongsong tahapan Pemilu serentak 2024 dengan segala potensi kerawanan yang rentan muncul, maka menurut hemat penulis setidaknya diperlukan sinergitas antara KPU, Bawaslu dan juga penyelenggara Intelijen.

Urgensi Intelijen dalam Antisipasi Kerawanan Pemilu

Ilustrasi KPU. Foto: Embong Salampessy/ANTARA
Urgensi untuk mengantisipasi hal-hal kerawanan pemilu tentu tidak bisa dilakukan sendiri oleh Bawaslu maupun KPU. Diperlukan sinergitas di dalamnya, salah satunya dari peran pihak-pihak penyelenggara Intelijen di Indonesia, yakni seperti Badan Intelijen Negara beserta entitas Intelijen dari TNI/Polri dan Kementerian lembaga terkait. Hal tersebut diperlukan demi untuk melakukan antisipasi dan mitigasi terkait kerawanan Pemilu yang tentu kita tidak inginkan terjadi di negara kita, Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sinergitas tersebut pernah diutarakan oleh Ketua Bawaslu Rahmat Bagja ketika bertemu Panglima TNI Laksamana Yudho Margono pada April 2023. Bawaslu setidaknya meminta dukungan sistem keamanan dan intelijen untuk seluruh proses tahapan pemilu serentak 2024. Terlebih, proses pemilu yang cukup menyita perhatian masyarakat tersebut rentan disusupi oleh pihak-pihak yang tidak senang antara satu sama lain.
Seperti contoh, konten hoaks yang semakin kesini semakin ramai dan menyusup hingga ruang terkecil dan privat kehidupan masyarakat (WA Group Keluarga, Media Sosial). Sehingga pada akhirnya rentan menimbulkan polarisasi dari level keluarga hingga masyarakat luas. Tentu hal-hal semacam ini tidak kita inginkan sebagai masyarakat Indonesia yang menganut adab dan asas kekeluargaan yang tinggi.
Kemudian, di dalam melihat sinergitas antara penyelenggara pemilu dengan lembaga penyelenggara intelijen, maka sepatutnya mampu untuk melihat sampai sejauh mana fungsi dan peran intelijen hadir untuk kebijakan antisipasi dan mitigasi kerawanan pemilu.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut tertuang berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara yang berbunyi bahwa penyelenggaraan intelijen dilakukan oleh beberapa lembaga yang terbagi dalam tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing.
Lebih lanjut, fungsi intelijen berdasarkan undang-undang di atas berbunyi bahwa intelijen melaksanakan fungsinya untuk menyelenggarakan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan serta mengolah dan menemukan informasi untuk kemudian menjadi bahan masukan kebijakan.
Pencegahan terhadap pihak-pihak yang merugikan kepentingan nasional demi untuk menjaga kepentingan dan keamanan negara menjadi tupoksi dari intelijen.

Menjaga Batasan Demokrasi dalam Fungsi Intelijen

Warga menggunakan hak politiknya ketika mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 02, Pasar Baru, Jakarta, Sabtu (27/4). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Di dalam menjaga kepentingan kondusifitas pemilu, kinerja dari penyelenggara intelijen tentulah sangat diperlukan. Sesuai fungsinya, secara garis besar intelijen diperlukan untuk mencegah serta menjaga agar situasi keamanan nasional kondusif.
ADVERTISEMENT
Proses pemilu yang kompleks disertai dengan tantangan untuk tetap menjaga prinsip-prinsip demokrasi di dalamnya, sepatutnya menjadi batasan bagi intelijen bekerja.
Potensi polarisasi di tengah masyarakat sebelum dan pasca pemilu, politik identitas, money politics demi untuk mencapai kekuasaan, sedikit tidaknya menjadi gambaran bahwa potensi-potensi tersebut menjadi attention bagi intelijen untuk bertanggung jawab memastikan keamanan masyarakat dalam menghadapi tahun politik.
Pada akhirnya, upaya dan usaha dari intelijen dalam menjalankan fungsi sepatutnya dilakukan seterusnya dengan tetap memperhatikan batasan-batasan yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi, agar kemudian tidak berkembang isu bahwa intelijen keluar dari tugas, pokok dan fungsinya di dalam mencegah kerawanan dan menjaga kondusivitas keamanan nasional.

Tidak Keluar dari Koridor

Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock
Penyelenggara Intelijen di Indonesia seperti Badan Intelijen Negara (BIN) yang bertanggung jawab penuh kepada Presiden dibekali wewenang penuh dalam mendapat informasi dengan segala bentuknya demi untuk mencegah dan menjaga keamanan negara.
ADVERTISEMENT
Segala jenis informasi yang masuk kepada Presiden merupakan tanggung jawab penuh dari BIN, tak terkecuali informasi yang bersifat sensitif terkait proses pemilu. Informasi tersebut menurut hemat penulis ada pada pernyataan Presiden Joko Widodo yang seperti ingin menegaskan posisinya sebagai user dari penyelenggara intelijen di Indonesia.
Kala itu, Presiden menyampaikan bahwa mengetahui semua informasi terkait isi “jeroan” dari Partai Politik. Termasuk arah dan tujuan ke mana Parpol tersebut.
Pernyataan Presiden tersebut menimbulkan polemik publik. Pihak-pihak pro menyatakan bahwa hal tersebut wajar karena Presiden dimanapun di dunia pasti mendapat informasi intelijen.
Di lain sisi, pihak kontra terhadap pernyataan Presiden Jokowi tersebut mewanti-wanti agar Presiden tidak menggunakan alat negara untuk turut campur dalam proses demokrasi, yakni Pemilu.
ADVERTISEMENT
Dua sisi polemik tersebut menurut hemat penulis wajar terjadi. Intelijen tentu dibekali wewenang besar dalam melakukan penggalian data yang erat kaitannya dengan keamanan nasional serta bertanggung jawab langsung kepada presiden.
Statement Presiden tersebut menurut perspektif penulis, dapat memberi gambaran kunci ke masyarakat tentang bagaimana situasi keamanan negara terkini menjelang kontestasi Pemilu 2024.
Pada akhirnya, sebagai masyarakat tentu kita berharap, pernyataan Presiden Jokowi tersebut tidak dibarengi dengan niatan atau ide dari penyelenggara intelijen untuk keluar dari koridor fungsi dan peran intelijen demi untuk melanggengkan kekuasaan salah satu pihak.
Intelijen di dalam fungsinya untuk mencegah dan menjaga keamanan negara menjelang dan pasca pemilu berlangsung. Prinsip-prinsip demokrasi tanpa intervensi alat negara sepatutnya menjadi point utama di dalam menjaga intelijen negara agar tidak keluar dari koridor fungsi yang diamanatkan undang-undang.
ADVERTISEMENT