Komisi V DPRD Kalbar soal Aturan Baru Siswa Pakai Baju Adat: Jangan Dipaksakan

Konten Media Partner
14 Oktober 2022 12:10 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi siswa Sekolah Dasar. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi siswa Sekolah Dasar. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hi!Pontianak - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengeluarkan aturan baru seragam sekolah untuk siswa SD hingga SMA. Salah satunya termasuk soal pakaian adat di sekolah.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi V DPRD Provinsi Kalbar, Heri Mustamin, menyatakan bahwa tidak mempermasalahkan aturan seragam yang baru dengan yang lama khususnya mengenai pakaian adat. Hanya saja sifatnya tidak perlu dipaksakan.
"Hal positif dalam aturan ini tentunya dari segi kultural, dari segi budaya pakaian adat dapat membangkitkan khasan budaya daerah masing-masing, mengenalkan kepada anak-anak bangsa tentu kami setuju," ungkap Heri Mustamin saat dihubungi Hi!Pontianak, Jumat, 14 Oktober 2022.
"Hanya saja jangan dipaksakan. Berikan waktu agar orang tua bisa menyediakan pakaian (adat) itu. Kalau dipaksakan akan memberatkan wali murid atau orang tua siswa," kata Heri.
Kendati demikian aturan yang dikeluarkan oleh Kemendikbudristek terutama pakaian adat, kata Heri, perlu didetailkan serta diperjelas kembali kepada setiap sekolah. Sebab, menurutnya tidak semua pakaian adat tertentu pantas untuk dikenakan saat ke sekolah.
Ketua Komisi V DPRD Provinsi Kalbar, Heri Mustamin. Foto: Dok. Istimewa
"Selama pakaian adat itu estetikanya tidak mengurangi nilai-nilai budaya setuju saja. Karena tentu ada pakaian daerah yang mungkin sedikit memperlihatkan bagian tubuh tertentu. Jadi harus disesuaikan dengan pendidikan juga. Ada nilai budaya dan kesopanan," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Boleh memberikan ciri khas pakaian adat tapi kalau memperlihatkan aurat yang berlebihan ini yang harus dihindari," timpalnya.
Selain itu, Heri menilai perlu adanya sosialisasi mengenai aturan tersebut antara pihak sekolah dengan para orang tua. Sebab, menurutnya kondisi ekonomi tiap orang berbeda-beda.
"Saya pikir aturan ini tidak boleh langsung semau-maunya diterapkan, paling tidak pertama ada sosialisasi terlebih dahulu antara pihak sekolah dengan orang tua. Kedua, tentu pemberlakuannya (aturan) begitu diumumkan tidak harus dipaksakan terlebih dahulu. Kalau mendadak, tentu para orang tua ada yang keberatan karena tidak semua kemampuan orang tua terutama secara materil itu sama," paparnya.
Lebih lanjut, legislator Partai Golkar itu mengatakan, akan mengawal pelaksanaan aturan itu agar tidak memberatkan masyarakat. Apalagi di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang baru saja pulih akibat pandemi.
ADVERTISEMENT
"Kami lebih khawatir terkait biaya pembelian pakaian adat. Jangan sampai masyarakat justru terbebani. Kalau soal semangat untuk mengangkat budaya lokal kami setuju," pungkasnya.