Imbas Larangan Ekspor CPO, Dewan Sintang: TBS Ditolak Pabrik, Petani Menderita

Konten Media Partner
19 Mei 2022 11:42 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja sawit sedang memanen buah di kebun salah satu kebun warga di Kabupaten Sintang. Foto: Yusrizal/Hi!Pontianak
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja sawit sedang memanen buah di kebun salah satu kebun warga di Kabupaten Sintang. Foto: Yusrizal/Hi!Pontianak
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hi!Sintang - Larangan ekspor CPO atau crude palm oil oleh pemerintah pusat membuat petani sawit mandiri di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, kesulitan menjual tandan buah segar (TBS) ke pabrik. Bahkan sejak diberlakukannya kebijakan larangan ekspor tersebut, ada pabrik yang menolak membeli TBS petani mandiri.
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi D DPRD Sintang, Nekodimus mengungkapkan, pasca-larangan ekspor CPO dirinya menerima banyak sekali keluhan dari petani swadaya. “Yang dikeluhkan petani bukan harga TBS turun. Tetapi juga banyaknya TBS petani yang tidak dibeli pabrik,” kata Nekodimus, Kamis, 19 Mei 2022.
Contohnya, kata politisi Hanura ini, di daerah Ketungau tidak lagi membeli TBS petani sejak pemerintah menetapkan larangan eksor CPO belum lama ini. “Sekarang dampaknya luar biasa bagi petani. Saat ini petani sawit betul-betul menderita,” ungkapnya.
Pria yang akrab disapa Niko ini menuturkan, saat harga TBS jauh turun dibanding sebelum terbit larangan ekspor. Di Sintang, TBS per kilogram di tingkat petani harga belinya bervariasi. Ada yang Rp 2.000-an, ada juga Rp 2.300 per kilogram.
Nekodimus, Anggota Komisi D DPRD Sintang. Foto: Yusrizal/Hi!Pontianak
“Tapi ada juga pabrik yang sama sekali tidak membeli TBS petani mandiri. Ini yang jadi persoalan. Kalau pabrik tidak mau beli TBS lagi, gimana penghidupan petani sekarang? Mau makan apa?,” tanya dia.
ADVERTISEMENT
“Mereka juga tidak bisa panen karena tidak ada pembeli. Petani yang berada di sekitar wilayah Ketungau tidak bisa menjual TBS satu bulan ini,” sambungnya.
Saat petani menyampaikan keluhan melalui telepon pada dirinya, Niko mengatakan, bahwa petani meminta semua pabrik tutup jika masih saja tidak membeli TBS mereka. “Mereka (petani) dalam beberapa hari ini telepon saya. Mereka bilang, kalau sampai dalam waktu seminggu ke depan TBS petani tidak juga dibeli, semua pabrik diminta tutup,” ucapnya.
Petani juga mempertanyakan ke pemerintah baik itu Bupati Sintang maupun Gubernur Kalbar terkait sanksi ke perusahaan yang menolak membeli TBS petani. “Ada ndak sanksinya? Sekarang ini, sanksinya tidak ada. Solusi juga tidak ada. Sekarang yang betul-betul menderita adalah petani sawit,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT