PEMILU : MEMPERSATUKAN ATAU MEMECAH BELAH ?

Hesty Nuraini
Lulusan Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Negeri Surabaya, bekerja sebagai staff Pusat Bahasa UMSurabaya
Konten dari Pengguna
14 Februari 2024 18:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hesty Nuraini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tahun 2024 adalah salah satu tahun bersejarah di Indonesia, yang mana di tahun 2024 terdapat perhelatan demokrasi besar yaitu pemilihan umum 2024. Mulai dari pemilihan presiden dan wakil presiden, DPD RI, DPR RI, DPR Tingkat provinsi hingga DPR Tingkat kabupaten/kota dipilih secara serentak dilaksanakan se Indonesia.
ADVERTISEMENT
Penggunaan media sosial di Indonesia mengalami perkembangan pesat. Melansir Data Reportal, di tahun 2023, terdapat total 167 juta pengguna media sosial. 153 juta adalah pengguna di atas usia 18 tahun, yang merupakan 79,5% dari total populasi. Tidak hanya itu, 78,5% pengguna internet diperkirakan menggunakan paling tidak 1 buah atau akun media sosial. Nilai ini digadang-gadang akan terus bertambah di tahun-tahun yang akan datang.
Melansir Statista, di tahun 2017, pengguna media sosial di Indonesia hanya 47,03% dari seluruh populasi. Angka ini diperkirakan naik 2 kali lipat di tahun 2026 dengan total pengguna 81,82%. Youtube menjadi media sosial yang paling banyak digunakan di Indonesia, dengan total pengguna sebesar 139 juta di awal tahun 2023. Facebook duduk di posisi kedua dengan 119,9 juta pengguna. Meski begitu, nilai ini mengalami penurunan 10 juta pengguna dari tahun 2022, atau sebesar 7,7%.
ADVERTISEMENT
Menilik data tersebut, tak heran jika lalu lintas media sosial dihiasi sosialisasi pencalonan presiden maupun DPR tersebut. Komentar berupa pujian, sanjungan bahkan sampai hinaan atau ketidak kesepakatan opini dari pengguna media sosial kepada para calon juga terpampang jelas, dan akhirnya bisa berdampak sampai dunia nyata.

Munculnya Beberapa Konflik

Munculnya beberapa fenomena memecah belah masyarakat karena pemilu 2024 seperti, berbagai aksi demonstrasi berlabel agama, dugaan makar, kekerasan kelompok intoleran hingga kejahatan terorisme. Ancaman disintegrasi bangsa ini menjadi nyata dan tidak dapat dipandang sebelah mata karena bisa berdampak luas menjadi pembelahan dalam Masyarakat.
Ketua Bawaslu Abhan menilai bahwa politik elektoral yang dijalankan parpol selama ini belum mampu menjawab kebutuhan yang memadai dalam pendidikan politik dan penyaluran aspirasi masyarakat. Jika tidak ditangani secara baik, dia percaya, kondisi publik yang lebih memilih jalan politik massa ketimbang jalan politik elektoral.
ADVERTISEMENT

Demokrasi itu Menyatukan Bukan Memecah Belah

Demokrasi, beserta seluruh instrumen yang membangun mereka semestinya ada dan diselenggarakan dengan tujuan menyatukan. Seburuk-buruknya politik ialah ketika dia justru hadir dengan wajah memecah belah, mengotak-ngotakkan, dan pada saat yang sama menciptakan polarisasi yang masif.
Bukan politik seperti itu yang dicita-citakan para pendiri bangsa ini. Kebebasan yang menyertai sistem demokrasi hendaknya tidak disalah artikan menjadi kebebasan yang keterlaluan, kebebasan yang ugal-ugalan. Demokrasi bukan berarti bebas tanpa batas, yang pada akhirnya malah akan merusak simpul-simpul persatuan yang sudah terjalin.

Menyikapi Pemilu yang Baik

Dari situ kita bisa berharap akan hadirnya demokrasi yang tidak hanya mampu mendinginkan suasana dan jauh dari niat memecah belah, tetapi juga demokrasi yang mempertahankan spirit persatuan dan kesatuan bangsa.
ADVERTISEMENT