Kesalahan Pola Asuh, Anak Rentan menjadi Pelaku Bullying

Hesty Nuraini
Lulusan Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Negeri Surabaya, bekerja sebagai staff Pusat Bahasa UMSurabaya
Konten dari Pengguna
9 Maret 2023 16:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hesty Nuraini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bullying adalah salah satu masalah klasik yang terjadi di banyak negara khusus nya di Indonesia. Entah mengapa masalah ini seperti tidak ada hentinya meski sudah banyak juga upaya yang telah dilakukan untuk mengurasi masalah tersebut. Tidak sedikit dalam aksi bullying tersebut, latar belakang kejadiannya terjadi disekolah atau masih mengenakan seragam sekolah. Ada banyak faktor yang mempengaruhi seorang anak menjadi pelaku Bullying. Salah satu faktor yang sangat erat dengan pelakunya disebabkan oleh Kesalahan Pola Asuh yang memberikan dampak buruk bagi anak, seperti:
ADVERTISEMENT

Terpapar tindakan kekerasan verbal maupun non-verbal

Anak sering dibiarkan terpapar tindakan kekerasan verbal maupun non verbal, secara langsung ataupun tidak anak menjadi belajar bahwa kekerasan itu wajar dan diperbolehkan. Sebisa mungkin orang tua menghindarkan anak pada paparan kekerasan baik verbal maupun non verbal termasuk jika terjadi konflik antara suami dan istri. Contohkan cara berhubungan dengan orang lain yang non agresif dan penuh rasa hormat. Misal nya bisa dengan membiasakan anak untuk bergantian saat berbicara, mendengarkan orang lain saat menyampaikan pendapat, dan tidak berteriak ataupun berkata kasar saat marah.

Hindari melabel anak

Disadari atau tidak, melabeli anak berdasarkan perilaku yang ditunjukkan tidak jarang dilakukan oleh orang tua dalam pola pengasuhan. Mungkin orang tua tidak sadar atau tidak mengerti bahwa hal tersebut adalah salah satu kegiatan ‘melabeli anak’ dan berfikir hal tersebut adalah kata-kata biasa yang tidak berdampak apapun terhadap tumbuh kembang anak atau karena memang kesal dengan tingkah laku anak. Namun, ternyata melabeli anak berdasarkan perilaku yang ditunjukkan anak sangat memengaruhi cara anak melihat dirinya sendiri dan ia cenderung akan mengulangi perilaku tersebut (yang dilabelkan kepada dirinya). Contohnya “ kakak kok bandel banget sih?” “ adek kok suka nangis sih?”. Daripada melabeli anak atas perilaku yang ditunjukkan, lebih baik fokus bantu anak untuk mengubah perilaku bisa dengan cara mengajak anak bermain peran, termasuk berlatih minta maaf jika telah mem-bully orang lain.
ADVERTISEMENT

Menyepelekan Perilaku Anak

Tidak sedikit pula orang tua yang menyepelekan perilaku anak dengan alasan “sayang anak” atau “apapun akan dilakukan demi anak”. Mereka berfikir anak belum mengerti saat ia melakukan hal yang tidak terpuji, sehingga menormalisasi perilaku anak meskipun perilaku tersebut tidak terpuji dengan berkata “namanya juga anak-anak”. Dengan begitu anak tidak belajar tentang hal yang dilakukan tersebut benar atau salah, baik atau tidak. Hal bisa dilakukan orang tua adalah mendorong anak untuk mengenal dampak dari perilaku tersebut, misalnya menjelaskan dampak yang temannya rasakan jika ia memukul temannya atau dengan “memposisikan diri” misalnya, meminta anak untuk membayangkan apa yang ia rasakan jika ia di pukul atau disakiti oleh orang lain.
Kasus bullying yang terjadi dilingkungan sekolah. pe
Bullying bisa terjadi kepada siapa saja, kapan saja dan dimana. Oleh karena itu orang tua harus waspada terhadap perilaku aneh yang ditunjukkan oleh anak karena bisa saja anak menjadi korban bullying atau pelaku bullying. Perilaku anak sebagai korban bullying yang biasa ditunjukkan adalah kehilangan keinginan untuk beraktivitas, tidak mau sekolah atau malas berangkat sekolah dan menarik diri dari lingkungan. Sedangkan perilaku anak sebagai pelaku bullying yang biasa ditunjukkan adalah sulit kendalikan amarah, menunjukkan keinginan mendominasi, kerap menyalahkan orang lain.
ADVERTISEMENT