Stafsus Milenial di Pusaran COVID-19

Heryadi Silvianto
Praktisi dan Akademisi Komunikasi
Konten dari Pengguna
22 April 2020 7:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Heryadi Silvianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden Joko Widodo bersama staf khusus yang baru dari kalangan milenial.  Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo bersama staf khusus yang baru dari kalangan milenial. Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Adhamas Belva Syah Devara secara resmi menyatakan mundur sebagai staf khusus (stafsus) Presiden Jokowi melalui akun Instagram miliknya pada hari Selasa (22/4). Langkah tersebut bentuk ekspresi terkait derasnya masukan dan ‘tekanan’ yang diterima atas keterlibatan perusahaan milik Belva, Ruangguru dalam program kartu prakerja. Stafsus Milenial Presiden Jokowi akhir-akhir ini membetot perhatian publik dan gelanggang politik nasional, sirkulasi isu terkait mereka masuk ke dalam ruang publik dengan sangat kencang.
ADVERTISEMENT
Polemik stafsus tidak hanya Belva, terjadi pada Andi Taufan Garuda Putra. Stafsus Presiden ini menyurati para camat seluruh Indonesia untuk mendukung perusahaannya dalam program Relawan Desa Lawan COVID-19 yang digagas oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Terakhir, Billy Mambrasar, stafsus ini dalam bio LinkedIn-nya menuliskan bahwa posisinya setara dengan Menteri. Ironisnya polemik ini terjadi d itengah wabah COVID-19 yang sedang mendera.
Sebagaimana diketahui stafsus milenial merupakan 7 orang anak muda yang diangkat pada pertengahan bulan November 2019 oleh Presiden Jokowi. Harapannya mereka mampu memberi gagasan ‘versi anak muda’ dan dapat menjadi ‘gate keepers’ yang efektif bagi kalangan Millenial atau generasi baru. Sebelum jadi stafsus, pada umumnya para millenial ini terkenal ‘trengginas dan kinyis-kinyis’ di dunia bisnis dan aktivis organisasi.
ADVERTISEMENT

Stafsus, Etika, dan Pejabat Publik

Tidak dapat dipungkiri, bahwa stafsus adalah pejabat publik, karena ditunjuk atas dasar Hak Prerogatif (keputusan politik) Presiden Jokowi. Sebagai Pejabat Publik berbeda dengan saat menjadi CEO, ada system nilai, tuntutan dan etika publik yang tidak sama. Haryatmoko (2011) menyampaikan bawah etika publik adalah refleksi tentang standar/norma yang menentukan baik atau buruk, benar atau salah perilaku, tindakan dan keputusan untuk mengarahkan kebijakan public dalam rangka menjalankan tanggung jawab pelayanan public. Darinya kita mendorong Bonum Communae (kebaikan bersama).
Etika publik terkait langsung dengan pelayanan publik, terutama integritas publik para pejabatnya. Etika Publik berawal dari keprihatinan pelayanan publik yang buruk karena konflik kepentingan (conflict of interest). Secara konseptual integritas publik berakar dari integritas pribadi pejabat publik. Semisal dalam pelayanan publik, integritas pribadi menjadi dasar integritas publik. Ada dua modalitas integritas publik yaitu akuntabilitas dan transparansi.
ADVERTISEMENT
Tindakan korupsi seringkali mengakibatkan pejabat publik mengabaikan kepentingan publik, di mana para pejabat lebih mengutamakan kepentingan diri atau kelompoknya. Hingga pada akhirnya konflik kepentingan ini melemahkan komitmen pejabat publik pada nilai-nilai Etika. Kemudian Pelayanan publik yang berkualitas terabaikan, padahal tugas utama kebijakan publik adalah memenuhi kebutuhan publik dan membangun institusi-institusi yang lebih adil. Integritas para Publik pejabat dan politisi pun tergerogoti.
Di negeri ini disadari berbagai upaya perbaikan birokrasi dan organisasi politik terus terjadi, rezim berganti dan aneka Komisi dibentuk. Pejabat dimutasi atau diganti, namun anehnya Korupsi tidak kunjung surut. Jika ditelisik ada kesalahan dalam sistem organisasi, solusinya perlu dibangun budaya etika di dalam organisasi (pemerintah maupun partai politik). Kemudian sejalan dengan itu etika Publik perlu diintegrasikan ke dalam organisasi pelayanan publik, agar tujuannya untuk membantu membangun Integritas publik para politisi dan pejabat publik.
ADVERTISEMENT
Etika Publik bukan hanya menekankan pada kode etik atau norma, namun utamanya pada dimensi reflektifnya. Fokus etika publik diarahkan ke modalitas etika yaitu bagaimana menjembatani jurang antara norma Moral (‘apa yang seharusnya dilakukan’) dan tindakan Faktual.

Etika Publik dan Pelayanan Publik

Ada tiga dimensi etika public. Pertama, dilihat dari dimensi sarana. modalitas etika menuntut sistem, prosedur, atau instrumen baru dalam organisasi kebijakan publik. Kedua, dimensi tujuan menunjukkan misinya yaitu pelayanan publik. Terakhir, dimensi tindakan yang mendasarkan pada integritas pejabat publik atau politisi. Integritas publik tidak bisa dilepaskan dari kompetensi pejabat publik yakni teknis, kepemimpinan dan etika.
Dasar pemikiran kompetensi etika, bahwa efektivitas dan efisiensi pelayanan publik dibangun bukan hanya oleh kompetensi teknis dan leadership, namun mengacu ke nilai (value) tentang benar-salah atau pantas-tidak pantas. Mungkin tidak ada yang menyangsikan kemampuan stafsus milenial dalam kinerja, namun saat wabah COVID-19 dengan keterlibatan perusahaan mereka kemudian memunculkan kontroversi. Alih-alih dianggap prestasi, publik pada akhirnya menganggap hal itu sebagai sebuah noda.
ADVERTISEMENT
Menanggapi situasi tersebut kompetensi etika menjadi tuntutan mutlak, ketiadaannya akan membuat pejabat publik tidak peduli pada masalah keadilan dan mendorong banalitas korupsi. Hingga pada akhirnya dikhawatirkan lemahnya perilaku etis sejatinya akan melemahkan institusi-institusi sosial politik. Hakikat kekuasaan terletak dalam tanggung jawab moral.
Semakin suatu nilai terarah kepada kesejahteraan atau kepentingan pihak lain, bahkan sampai pada pengorbanan diri, semakin nilai itu bisa dipertanggungjawabkan karena sesuai dengan etika universal dan meningkatkan kebaikan bersama. Kesadaran moral berkembang sesuai dengan pengalaman, pengetahuan, pelatihan atau pembiasaan, dan lingkungannya.
Jadi, ketika akhirnya Belva mengundurkan diri, anggap saja sebagai sebuah kesadaran moral untuk bertanggung jawab pada etika publik bahwa dirinya merupakan seorang pejabat publik yang memiliki tanggung jawab baik secara kompetensi maupun moral. Pastinya tidak ada pelajaran yang percuma.
ADVERTISEMENT
Heryadi Silvianto
Praktisi dan Pengamat Komunikasi