Bharada E: Patuh Menembak Mati, Jadi JC, Penjara Sebentar, Tidak Dipecat

Hendra J Kede
Ketua Dewan Pengawas YLBH Catur Bhakti / Partner pada Kantor Hukum E.S.H.A and Partners / Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI 2017-2022 / Ketua Pengurus Nasional Mapilu-PWI 2003-2013 / Wakil Ketua Dept. Kerjasama dan Komunikasi Umat ICMI Pusat
Konten dari Pengguna
23 Februari 2023 8:08 WIB
·
waktu baca 5 menit
Tulisan dari Hendra J Kede tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat, Richard Eliezer alias Bharada E, tiba untuk menjalani sidang dengan agenda pembacaan pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (25/1/2023). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat, Richard Eliezer alias Bharada E, tiba untuk menjalani sidang dengan agenda pembacaan pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (25/1/2023). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) telah membacakan putusan kasus pembunuhan berencana terhadap (Alm) Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir Yosua), termasuk putusan dengan terdakwa Bharada Richard Eliezer (Bharada E).
ADVERTISEMENT
Majelis Hakim menyatakan Bharada E terbukti sebagai pelaku penembak Brigadir Yosua atas perintah Irjen Pol FS. Bharada Richard Eliezer terbukti sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan berencana sebagai pelaku turut serta.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana." kata hakim Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di PN Jaksel, Rabu (15/2/2023).
Seluruh pembelaan Penasihat Hukum Bharada Richard Eliezer ditolak dan dikesampingkan Majelis Hakim.
Richard Eliezer alias Bharada E tiba di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, untuk menjalani sidang perdana kasus pembunuhan Brigadir Yosua, Selasa (18/10/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Walaupun begitu.....
Majelis Hakim sebagai wakil Tuhan pemegang palu keadilan di dunia 'hanya' menjatuhkan vonis 'ringan' berupa pidana 1 tahun 6 bulan penjara kepada Bharada Richard Eliezer, jauh di bawah tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yaitu 12 (dua belas) tahun penjara.
Bandingkan.....
Dengan hukuman pidana mati untuk FS, padahal JPU 'hanya' menuntut FS dengan pidana penjara seumur hidup.
ADVERTISEMENT
Bandingkan.....
Dengan hukuman pidana 20 (dua puluh) tahun penjara untuk PC, istri FS, padahal JPU 'hanya' menuntut 8 (delapan) tahun pidana penjara. Bahkan keluarga dan penasihat hukum keluarga Brigadir Yosua sudah merasakan keadilan ditegakkan jika Majelis Hakim menjatuhkan putusan 2 (dua) kali lipat dari tuntutan JPU, yaitu divonis 16 (enam belas) tahun penjara.
Bandingkan....
Dengan hukuman pidana 15 (lima belas) tahun penjara untuk KM, padahal JPU 'hanya' menuntut 8 (delapan) tahun penjara.
Terdakwa Ricky Rizal menyapa wartawan sebelum dimulainya sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (14/2/2023). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Bandingkan....
Dengan hukuman pidana 13 (tiga belas) tahun penjara bagi Bripka RR, padahal JPU 'hanya' menuntut 8 (delapan) tahun penjara. Bripka RR justru yang berani menolak perintah FS untuk menembak Brigadir Yosua namun terbukti turut serta sebagaimana terbukti turut sertanya Bharada Richard Eliezer.
ADVERTISEMENT
Bahkan putusan hukuman pidana untuk Bharada Richard Eliezer jauh di bawah harapan banyak pihak yang berharap 'sekadar' di bawah 5 tahun.
Atas putusan tersebut, JPU juga sudah mengambil keputusan: Tidak Banding.
Putusan untuk Eliezer satu-satunya Putusan Majelis Hakim PN Jaksel terkait kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua yang Inkrah, berkekuatan hukum tetap, dan dapat dieksekusi yaitu 1 tahun 8 bulan penjara.
Ilustrasi Palu Sidang. Foto: Shutterstock
Bagi penulis pribadi, Putusan Majelis Hakim PN Jaksel itu teramat sangat memenuhi rasa keadilan yang penulis rasakan hidup dan berkembang di tengah masyarakat sepanjang kasus pembunuhan berencana terhadap (alm) Brigadir Yosua bergulir.
Komisi Kode Etik Polri (KKEP) langsung dibentuk Mabes Polri dan bersidang selang seminggu setelah putusan terhadap Bharada Richard Eliezer dibacakan Majelis Hakim PN Jaksel. Memeriksa 8 (delapan) saksi secara tertutup dan menjatuhkan Putusan pada hari itu juga (22/2/2023).
ADVERTISEMENT
Putusan KKEP: Eliezer tidak dipecat, 'hanya' di demosi selama 1 tahun di Yanma Mabes Polri. Setelah itu berkarier normal kembali di Polri.
Kata beberapa teman, semua itu karena 1 hal: Bharada Richard Eliezer berstatus Justice Collaborator (JC)
Bharada Richard Eliezer sebagai pelaku mengakui perbuatannya dan bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap kebenaran adanya peristiwa pidana pembunuhan berencana.
Richard Eliezer alias Bharada E tiba di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, untuk menjalani sidang perdana kasus pembunuhan Brigadir Yosua, Selasa (18/10/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Begitu dahsyatnya status sebagai JC tersebut. Tidak saja hukuman sangat ringan dibanding pelaku lain, karier pun tetap dapat dilanjutkan, bahkan sayup-sayup sampai terdengar istilah "pahlawan" ada yang menyematkan kepada Bharada Richard Eliezer.
Namun, menurut hemat penulis, kedahsyatan putusan Majelis Hakim PN Jaksel dan KKEP terletak pada kata "maaf" dari Ibu dan Bapak (alm) Brigadir Yosua. Hal mana termasuk pertimbangan yang meringankan dalam putusan Majelis Hakim PN Jaksel.
ADVERTISEMENT
Sebagai seorang muslim, penulis dapat memahami dan menerima kekuatan pemberian maaf dalam meringankan putusan Majelis Hakim PN Jaksel. Bahkan dalam hukum Islam, pemberian maaf tersebut bahkan dapat menghapuskan sama sekali pidana badan kepada pelaku tindak pidana pembunuhan.
Dan, salam satu dampak dalam konteks pendidikan hukum melalui kasus ini, JC ke depan nampaknya akan menjadi istilah hukum pidana yang sangat familiar bagi masyarakat Indonesia pada semua golongan dengan latar belakang pendidikan yang beragam.
Richard Eliezer alias Bharada E tiba di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, untuk menjalani sidang perdana kasus pembunuhan Brigadir Yosua, Selasa (18/10/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Namun, sebagai penutup tulisan ini. Ada satu pekerjaan rumah yang perlu direnungkan dan dijawab oleh ahli dan pemerhati hukum pidana. Bagaimanapun ada banyak sedikitnya dampak negatif dari kasus ini yang perlu diantisipasi bersama.
Mengantisipasi dampak negatif yang kira-kira tergambar dalam kalimat yang menunjukkan kekhawatiran salah seorang teman ngopi sore bersama penulis di warung hik di Wonogiri, Jawa Tengah:
ADVERTISEMENT
Perlu direnungkan dan dipikirkan bersama, bagaimana ke depan sikap penegak hukum, belajar dari putusan Bharada Richard Eliezer ini,  mendapat perintah menembak mati masyarakat yang bukan aparat penegak hukum? Apakah ada ruang untuk mereka mempertanyakan perintah tersebut?
Irjen Pol Ferdy Sambo bersama Bharada E. Foto: Dok. Istimewa
Kapolri nampaknya perlu menjawab pertanyaan, apakah sudah saatnya diajarkan dan dilakukan pelatihan kepada seluruh penegak hukum yang memegang senjata untuk menganalisa perintah atasan, khususnya terkait perintah tembak penghilangan nyawa orang, sebelum mengatakan mengatakan dengan gagah berani: "SIAP KOMANDAN".
Sehingga tidak perlu lagi ada pelaku turut serta walaupun sudah dengan jelas mengatakan: "Saya tidak punya mental untuk melaksanakan perintah Komandan".
ADVERTISEMENT
Semoga ke depan tidak ada lagi Komandan yang berwatak seperti FS dan anak buah yang berwatak seperti para pelaku turut serta seperti dalam kasus ini.
Dan semoga keluarga (alm) Brigadir Yosua, khususnya Ayah Ibu (alm) Brigadir Yosua, telah merasakan keadilan ditegakkan atas kasus yang menimpa anak kesayangannya, walaupun kepedihan itu tidak akan pernah bisa hilang sepanjang hidup mereka.
Dan yakinlah, kami, warga negara Indonesia, ikut merasakan kesedihan Bapak dan Ibu beserta keluarga besar atas musibah yang menimpa (alm) Brigadir Yosua.
Aamiin