BUMDES dan Hilirisasi di Pedesaan

Helenerius Ajo Leda
Staf Pengajar Program Studi Ilmu Pemerintahan, STPM Santa Ursula Ende
Konten dari Pengguna
22 Januari 2024 9:23 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Helenerius Ajo Leda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Bumdes. Sumber Gambar: Kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bumdes. Sumber Gambar: Kumparan.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebagai negara yang memiliki sumber daya alam melimpah, Indonesia kian terobsesi untuk take of dan naik kelas. Sejak periode ke dua kepemimpinan presiden Joko Widodo, obsesi tersebut terkristalisasi dalam strategi kebijakan pembangunan ekonomi yakni hilirasasi. Salah satu sektor yang tengah menjadi andalan pemerintah untuk melakukan hilirisasi adalah sektor minerba, selain karena memiliki cadangan yang cukup signifikan, juga dinilai dapat berkontribusi lebih besar pada penerimaan negara, selain dari pajak.
ADVERTISEMENT
Dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo, mengatakan hilirisasi pertambangan dapat membuat sumber daya alam yang diekspor keluar negeri memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Sehingga hilirisasi di sektor minerba adalah kunci pengoptimalan dari produk-produk pertambangan minerba, memperkuat struktur industri, menyediakan lebih banyak lapangan pekerjaan, serta meningkatkan peluang usaha di dalam negeri (Kompas.id, 29 Maret 2023).
Karena itu, melalui hilirisasi pemerintah berharap komoditas yang diekspor tidak lagi berupa bahan baku, tetapi sudah dalam bentuk produk turunan atau barang jadi. Nilai tambah dari produk mineral yang sudah melalui proses pengolahan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai tambah hasil mineral rendah.
Ilustrasi Tambang Nikel. Sumber Gambar: Kumparan.com
Obsesi pemerintah dalam melakukan hilirisasi pertambangan, kemudian mendorong pemerintah untuk meregulasi struktur kebijakan. Pada 1 Januari 2020 pemerintah mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel dengan menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019. Kemudian pada Juni 2023, pemerintah Indonesia memberlakukan larangan ekspor bijih bauksit serta mendorong industri pengolahan dan pemurnian bauksit di dalam negeri (Kompas.id, 29 Maret 2023).
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, sebagai pusat perhatian dalam strategi pembangunan ekonomi nasional, hilirisasi juga telah menjadi fenomena yang berkembang di wilayah perdesaan. Wilayah pedesaan dikenal sebagai sumber bahan mentah untuk berbagai produk seperti pertanian, perkebunan, kerajinan, peternakan, pariwisata, dan lainnya. Di banyak kasus, hilirisasi di pedesaan sering kali digerakan oleh Bumdes, sebagai bentuk unit usaha yang dimiliki dan dikelola oleh masyarakat desa sendiri.
Upaya hilirisasi wilayah pedesaan pada dasarnya telah dilakukan oleh pemerintah, melalui Kementrian Keuangan dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, pemerintah telah memprioritaskan pengembangan ekonomi pedesaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Hal ini tercermin dari keberpihakan politik anggaran Dana Desa. Sejak tahun 2015 hingga tahun 2023, Kementrian Keuangan telah mengalokaisan anggaran Dana Desa sebesar Rp. 539 triliun (https://sid.kemendesa.go.id, 2024).
Wisata Pantai Enabara, Desa Aewora, Kec. Maurole, Kab.Ende. Sumber: Dokumen Pribadi
Anggaran Dana Desa dimaksudkan agar desa dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki, yang kemudian dapat mengaselerasi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di wilayah pedesaan. Untuk itu, BUMDES menjadi kunci dalam membangun ekosistem ekonomi yang kokoh di tingkat lokal desa. Data Kemendesa (2024) menunjukkan, hingga saat ini total keseluruhan Bumdes secara nasional mencapai 57.694 Bumdes (https://bumdes.kemendesa.go.id/, 2024).
ADVERTISEMENT
Banyak di antara Bumdes yang dibentuk tersebut, telah menorehkan cerita sukses sebagai basis ekosistem ekonomi yang kokoh di tingkat desa melalui hilirisasi. Semisalnya cerita sukses Bumdes yang giat memfasilitasi kelompok tani, pemuda karang taruna, dan ibu-ibu PKK untuk mengelolah hasil pertanian, kemudian mengolahnya menjadi produk-produk unggulan dan dijual kepada konsumen melalui platform e-comers dan media social (Kompas.id, 28 November 2023).
Beberapa Bumdes yang penulis temui di beberapa desa di Flores-NTT, mampu membuat para petani kopi yang sebelumnya hanya menjual biji kopi mentah, namun melalui pemrosesan dan penggilingan, dapat menghasilkan kopi bubuk siap seduh yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi. Contoh lain yang ditemui, Bumdes yang mengembangkan usaha pengelohan minyak kelapa. Buah kelapa dibeli dari petani, kemudian diolah menjadi VCO (Virgin Coconut Oil) dan minyak goreng. Ada pula yang mengembangkan usaha pengolahan buah kakao menjadi coklat. Bumdes membeli buah kakao milik para petani dengan harga pasar, kemudian buah kaka diolah menjadi coklat.
Produk Kopi Odu'a Kita, Hasil Produksi Warga Desa Wolowaru-Ende-NTT. Sumber: Dokumen Pribadi
Cerita sukses lain misalnya, di tangan Bumdes, desa yang dulu tandus, dipenuhi hutan belentara, berlereng-lereng dengan air terjun tak tertata, kemudian "disulap" menjadi area pariwisata/agrowisata, mengubanya menjadi embung desa, membangung pembangkit listrik tenaga air (PLTA) maupun mengembangkan pertanian organik dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Cerita pendekatan hilirisasi yang digerakan oleh Bumdes di atas menunjukkan bahwa wilayah pedesaan menjadi pusat aktivitas ekonomi produktif. Dengan membantu petani atau produsen lokal untuk melakukan pengolahan dan peningkatan kualitas produk, wilayah pedesaan dapat menghasilkan produk yang lebih bernilai tinggi. Aktivitas produktif ini, kemudian membawa dampak pada kemakmuran warga desa, terciptanya lapangan pekerjaan dan pendapatan warga desa.
Namun demikian, meskipun wilayah pedesaan sering kali menjadi sumber bahan mentah untuk berbagai produk, hilirisasi Bumdes dalam meningkatkan nilai tambah yang dihasilkan seringkali terbatas. Berdasarkan studi literatur yang penulis lakukan, bahwa keterbatasan tersebut disebabkan karena minimnya inovasi.
Inovasi berkaitan dengan kapasitas untuk melakukan tahap lanjutan dalam proses produksi. Jika kapasitas inovasinya rendah maka dapat mengakibatkan penyusutan nilai tambah pada suatu produk, yang kemudiaan mengakibatkan keterbatasan dalam kesempatan ekonomi yang dapat dihasilkan. Misalnya, jika tanpa inovasi, hutan desa atau sungai desa tetap menjadi "fosil" yang tidak memiliki nilai. Begitu pun dengan komoditi pertanian, perkebunan, peternakan, akan menjadi bahan mentah dengan kualitas yang rendah.
Objek Wisata Wolobobo, Berlatar Gunung Inerie di Bajawa-Ngada-NTT. Sumber: Dokumen Pribadi
Biasanya, inovasi dalam melakukan hilirisasi di perdesaan digerakan oleh orang-orang yang memiliki semangat wirausaha. Menurut teori Mc Clelland, orang yang memiliki semangat wirausaha adalah mereka yang memiliki motivasi berprestasi atau n-Ach (Need for Achievement) yaitu kebutuhan untuk meraih hasil atau prestasi (Khairani, 2014).
ADVERTISEMENT
Orang-orang ini memiliki karakteristik seperti mampu berpikir di luar kebiasaan, pandai melihat peluang, berani mengambil risiko, mahir menjalin hubungan dengan para pihak yang berkaitan dengan produk yang dihasilkan, cakap manajerial/tatakelola, marketing dan digitalisasi.
Studi lain menunjukan, di tangan pemimpin kepala desa yang cakap dan inovatif, mampu meningkatkan mutu produk dengan terobosan melalui gugus produksi dan pemasaran berjaringan melalui BUMDes Bersama. Begitu juga, kepemimpinan direktur Bumdes yang inovatif, mengembangkan linkage strategy antara produsen penghasil bahan baku dengan pasar industri yang bergerak di sektor hilir.
Hutan Wisata Kebesani, Desa Kebesani-Kec. Detukeli-Kab. Ende. Sumber: Dokumen Pribadi
Keberhasilan kinerja kepemimpinan dan manajerial para “pegiat desa” yang cakap dan inovatif dapat menggerakan Bumdes sebagai entitas ekonomi di tingkat desa, mengelola dan mengoptimalkan sumber daya lokal, serta meningkatkan akses masyarakat desa terhadap peluang ekonomi, yang pada akhirnya mengakselerasi sabuk kemakmuran warga desa.
ADVERTISEMENT
Karena itu, hilirisasi di perdesaan dalam meningkatkan nilai tambah produk, perlu dimulai dengan mengubah pola pikir, cara berproduksi, manajerial, tatakelola dan marketing yang cakap dan inovatif. Melalui inovasi dalam proses produksi, penggunaan teknologi yang tepat, dan akses yang lebih baik ke pasar dan konsumen, wilayah perdesaan dapat berperan lebih aktif dalam menambah rantai nilai ekonomi yang inklusif serta meningkatkan kesejahteraan warga desa.