Kisah 5 Orangutan yang Kembali ke Habitatnya di Alam Liar Hutan Hujan Kalimantan

Harley B Sastha
Book Author, Travel Writer, Mountaineer, IG-Twitter: harleysastha, Youtube: Harley Sastha
Konten dari Pengguna
20 November 2020 13:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Harley B Sastha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Satu dari lima individu orangutan yang berhasil dilepasliarkan kembali ke habitatnya di hutan hujan Kalimantan, tepatnya kawasan TN Bukit Baka Bukit Raya. Foto: Heribertus/IAR Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
Satu dari lima individu orangutan yang berhasil dilepasliarkan kembali ke habitatnya di hutan hujan Kalimantan, tepatnya kawasan TN Bukit Baka Bukit Raya. Foto: Heribertus/IAR Indonesia
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pekan lalu, pada Rabu (11/11/2020), bisa jadi hari yang sangat bersejarah bagi Jacky, Beno, Puyol, Oscarino dan Isin. Lima Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) yang akhirnya dapat kembali ke rumahnya, habitat belantara hutan hujan Kalimantan. Mereka dilepaskan bertepatan dengan ‘Orangutan Caring Week’ atau Pekan Peduli Orangutan yang diperingati secara global setiap tahun pada pertengahan November. Dan tahun ini jatuh pada 8-14 November 2020, dengan tema: ‘Protecting Biodiversity for a Healthy Planet' atau Melindungi Keanekaragaman Hayati untuk Planet yang Sehat.
ADVERTISEMENT
Perjalanan panjang Orangutan Jacky, Beno dan Puyol (jantan) serta Oscarino dan Isin (betina), cukup panjang hingga dapat dilepaskanliarkan kembali oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Kalimantan Barat, Balai Taman Nasional (TN) Bukit Baka Bukit Raya dan IAR Indonesia di kawasan TN Bukit Bakar Bukit Raya.
Kelimanya telah menjalani rehabilitasi setelah berhasil diselamatkan sekitar 3-9 tahun lalu dari kasus pemeliharaan illegal satwa liar dilindungi. Jacky diselamatkan dari daerah Muara Pawan dan masuk ke pusat rebilitasi pada Agustus 2013, Beno dari daerah Simpang Dua pada 2015, Puyol dari Kendawangan pada 2010, Oscarina dari Pontianak pada 2011 dan Isin dari kabupaten Kayong Utara pada tahun 2017 silam.
Tidak mudah dan perlu waktu yang panjang memang untuk mereka menjalankan rehabilitasi. Bahkan berlangsung hingga bertahun-tahun. Semuanya tergantung kemampuan masing-masing individu sang Orangutan.
Datik-detik saat salah satu dari lima individu orangutan keluar dari kandang untuk dilepasliarkan kembali ke habitatnya di hutan hujan Kalimantan, tepatnya kawasan TN Bukit Baka Bukit Raya. Foto: Heribertus/IAR Indonesia
Rehabilitasi wajib mereka jalankan, karena ini diperlukan agar sifat dan kemampuan alaminya sebagai orangutan dapat kembali sebagai bekal mereka untuk bertahan hidup di habitat aslinya.
ADVERTISEMENT
Tahukan kamu, kalau di alam bebas, bayi orangutan akan tinggal bersama induknya sampai usia 7-8 tahun. Sang bayi akan belajar dari induknya bagimana bertahan hidup di alam sebagai orangutan. Nah, karena ulah manusia yang memaksa bayi orangutan berpisah dengan induknya untuk dijadikan peliharaan, akhirnya, sang bayi orangutan kehilangan kesempatan untuk menguasai kemampuan bertahan hidupnya. Karenanya, ayo biarkan mereka dan satwa-lainnya tetap hidup di rumahnya dalam habitat mereka di alam liar. Pastinya, juga dengan turut serta menjaga kelestarian hutan sebagai tempat tinggalnya.
Kepala Balai TN Bukit Baka Bukit Raya, Agung Nugroho, menyatakan bahwa kegiatan pelepasliaran ini dilakukan dengan melalui serangkaian kegiatan dan kajian. Dirinya berharap, orangutan yang dilepaskan di dalam kawasan TN Bukit Baka Bukit Raya, mampu membentuk populasi baru, dan mempertahankan eksistensi spesiesnya. Sebelumnya, pada Februari 2020, pihaknya juga melepasliarkan lima individu orangutan.
ADVERTISEMENT
“Semua kegiatan dan kajian ini, dilakukan untuk memastikan semua orangutan yang telah dilepasliarkan, dapat hidup aman, dan tercukupi pakannya. Ketika pelepasliaran dilakukan, bukan berarti kerja kita selesai. Tim monitoring akan tetap bekerja selama lebih kurang tiga bulan, untuk memastikan setiap orangutan yang dilepasliarkan dapat beradaptasi dengan habitat barunya,” katanya.
Kawasan TN Bukit Baka Bukit Raya, dipilih sebagai tempat pelepasliaran karena berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan, jumlah jenis pohon pakannya tinggi sedangkan jumlah populasi alami orangutan cukup rendah.
Perjalanan Darat 700 Kilometer
Tim pelepasliaran bersama orangutan, salah satunya harus mengarungi sungai menuju ke hulu di dalam kawasan TN Bukit Baka Bukit Raya untuk melepasliarkan kembali kelima orangutan. Foto: Heribertus/IAR Indonesia
Selain perjalana sejauh 700 km, lalu mengarungi sungai, tim pelepasliaran juga harus berjalan kaki dengan memikul kandang orangutan menuju titik pelepasliaran di TN Bukit Baka Bukit Raya. Foto: Heribertus/IAR Indonesia
Tidak mudah untuk tim pelepasliaran mencapai lokasi yang telah ditentukan. Bayangkan, tim bersama kelima orangutan, harus menempuh perjalanan darat sejauh 700 kilomter. Lalu, dilanjutkan dengan perahu dan berjalan kaki. Setelah menempuh perjalanan selama tiga hari dari Pusat Rehabilitasi Orangutan IAR Indonesia di Ketapang, Kalbat, baru akhirnya tim tiba di tempat pelepasliaran. Sebagai taman nasional, kawasan Bukit Baka Bukit Raya, akan lebih menjamin keselamatan satwa di dalamnya. Termasuk ke lima orangutan yang baru dilepasliarkan kembali.
ADVERTISEMENT
“Dengan dilepasliarkannya 5 individu orangutan ini, maka telah dilepasliarkan 51 individu orangutan di wilayah kerja Balai TN Bukit Baka Bukit Raya, yang terdiri dari 10 individu orangutan liar/translokasi, dan 41 individu orangutan hasil rehabilitasi dari Pusat Penyelamatan Konservasi Orangutan (PPKO) Ketapang,” tutur Agung.
Sementara itu, Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Sadtata Noor Adirahmanta, tentang pelepasliaran lima orangutan ini, mengatakan, penyelamatan satwa berupa evakuasi, translokasi dan beberapa kegiatan lain seperti penyuluhan dan penyadartahuan, merupakan bagian dari solusi konflik satwa dan manusia. Perlu disadari bersama, bahwa sebagai bagian dari ekosistem dan sebagai bagian dari alam, manusia harus bisa menerima kehadiran komponen alam lainnya, termasuk satwa liar.
“Sudah waktunya masing-masing belajar hidup berdampingan dalam harmoni. Manusia sebagai makhluk yang dianggap paling cerdas, memiliki tanggung jawab terbesar untuk mewujudkan dan menjaga harmonisasi alam,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Kelahiran 3 Bayi Orangutan
Kelima orangutan yang dilepasliarkan saat memanjat pohon, sesaat usai mereka dilepasliarkan. Foto: Heribertus/IAR Indonesia
Dengan lahirnya 3 bayi orangutan secara alami di dalam kawasan TN Bukit Baka Bukit Raya dari orangutan yang hasil rehabilitasi yang juga telah dilepasliarkan sebelumnya disana, menjadi bukti salah satu keberhasilan program pelepasliaran.
Lahiran generasi baru orangutan ini membumbungkan harapan bersama, bahwa populasi orangutan di TN Bukit Baka Bukit Raya dan di Kalimantan Barat pada umumnya akan terus terjaga serta lestari.
Diceritakan sebelumnya, pada awal November 2019, Orangutan Shila yang dimonitoring setiap hari, sejak pelepasan dirinya, terpantau melahirkan bayi orangutan berjenis kelamin jantan, yang kemudian diberi nama Dara oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutan (LHK), Siti Nurbaya Bakar.
Tidak sampai disitu, kesuksesan ini berlanjut, ketika pada Juni 2020, orangutan hasil rehabilitasi bernama Desi juga melahirkan anak pertamanya yang berkenis kelamin betina. Oleh Siti Nurbaya Bakar, bayi orangutan ini diberi nama Dara.
ADVERTISEMENT
Nah, yang paling baru, orangutan hasil rehabilitasi bernama Laksmi, yang turut menyumbangkan generasi baru orangutan di dalam kawasan TN Bukit Baka Bukit Raya pada awal Oktober lalu. Oleh wakil Menteri LHK, Dr. Alue Dohong, sang bayi orangutan betina ini diberi nama Lusiana.
Sobat Kumparan, semoga Jacky, Beno, Puyol, Oscarino dan Isin, dapat hidup dan berkembang di habitatnya kembali. Dan mereka dapat memberikan keturunan-keturunan orangutan yang akan menambah keriuhan belantara hutan hujan di Kalimantan.