Jika 'KKN di Desa Penari' Difilmkan, Sutradaranya Haruslah Livi Zheng

Haris Firmansyah
Penulis buku 'Petualangan Seperempat Abad'.
Konten dari Pengguna
9 September 2019 15:13 WIB
comment
15
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Haris Firmansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Livi Zheng. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Livi Zheng. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Efek viralnya utas Twitter bertajuk KKN di Desa Penari, naskahnya sampai dipinang oleh sebuah penerbit untuk dibukukan. Pola seperti ini pernah terjadi dengan utas Kaskus dua tahun lalu tentang cerita horor Keluarga Tak Kasat Mata. Setelah dibukukan, Keluarga Tak Kasat Mata diangkat ke layar lebar dengan Aura Kasih sebagai salah satu pemeran yang mencuri perhatian kritikus film, Yan Widjaya.
ADVERTISEMENT
Diprediksikan, cerita KKN di Desa Penari pun bisa mendapatkan kesuksesan serupa dengan cerita horor yang tenar lebih dulu itu. Setelah dibukukan, dialih wahana menjadi film. Namun, jika ingin filmnya benar-benar ‘meledak’ di pasaran, haruslah Livi Zheng yang duduk di kursi sutradara. Bukan Joko Anwar, bukan pula Hanung Bramantyo.
Mengapa harus Livi Zheng? Sebab, Livi Zheng sudah berpengalaman bikin film dokumenter tentang gamelan. Cerita seram KKN di Desa Penari pun dibuka dengan alunan gamelan. Gamelan menjadi benang merah Livi Zheng dan KKN di Desa Penari.
Selain itu, Livi Zheng juga punya ‘modal besar’ yang dibutuhkan setiap film maker. Filmnya bersaing dengan Avengers di ajang penghargaan Oscars. (Mengapa Livi bangga bisa melawan Avengers? Padahal pihak yang kontra dengan Avengers itu biasanya antagonis seperti Thanos).
ADVERTISEMENT
Berkat kinerja media julid, kini semua orang tahu jika Livi Zheng punya sumber dana, eh maksudnya sumber daya yang melimpah. Ditambah lingkaran pertemanan yang lintas profesi dan birokrasi.
Seorang Jusuf Kalla, sang wapres, saja bisa mempromosikan film Livi Zheng. Tidak semua film bisa mendapatkan perlakuan istimewa oleh pejabat seperti itu. Terakhir, ada film Dilan 1990 yang ditonton Jokowi bersama keluarganya. Sebelumnya, ada SBY yang nangis setelah nonton Ayat-Ayat Cinta. Hanya film fenomenal saja yang bisa mendapatkan perhatian para petinggi negeri.
Tentulah di filmnya nanti, Livi Zheng akan berperan sebagai tokoh utama. Livi memang multitalenta. Selain menjadi sutradara, ia juga mampu berakting. Kemampuannya bisa dilihat di film Brush with Danger yang telah menembus Hollywood dan lolos administrasi Oscar.
ADVERTISEMENT
Jadi, film apapun yang ditangani oleh Livi Zheng adalah film yang beruntung.
***
Seperti film Bali: Beats of Paradise, film KKN di Desa Penari akan dibuka dengan testimoni dari para pejabat.
Ketua KPK bisa memberikan ajakan kepada masyarakat, “Tonton film terbaru karya anak bangsa berjudul KKN di Desa Penari ini. Film yang mengajarkan penonton untuk menjauhi KKN. KKN memang harus diberantas sampai ke akar-akarnya. Kita kejar pelakunya sampai ke pelosok desa.”
Setelah sekitar tiga pejabat memberikan testimoni, barulah film benar-benar dimulai.
Terkisah, Livi dan lima temannya sesama mahasiswa ingin melakukan KKN di Desa Penari. Desa tersebut dipimpin oleh seorang lurah bernama Pak Prabu.
Ketika Livi izin ingin melakukan KKN, Pak Prabu tidak merestui.
ADVERTISEMENT
Nggak boleh. Nggak pernah ada KKN di desa ini,” klaim Pak Prabu.
“Masa sih, Pak? Saya dengar ada oknum yang KKN sewaktu proyek pembangunan jembatan,” sentil Livi.
“Itu KKN-nya nggak seberapa,” kilah Pak Prabu.
“Jadi, kami boleh KKN di sini, nggak, Pak?” Livi kembali memohon.
Nggak boleh. Desa ini bersih dari KKN,” ucap Pak Prabu.
“Oke, kalau gitu, tunggu sebentar ya, Pak.” Lalu Livi menelepon nomor kakaknya.
Tak lama, kakaknya Livi datang ke Desa Penari. Ternyata, kakaknya Livi masih satu almamater dengan Pak Prabu. Mereka sama-sama kuliah di fakultas pertanian. Bedanya, Pak Prabu jadi lurah, kakaknya Livi kerja di bank sebagai direktur utama.
“Tolong dibantu nih, Bro. Adik gue mau KKN di desa lo,” pinta kakaknya Livi.
ADVERTISEMENT
“Kalau sejak awal gue tahu itu adik lo, udah gue izinin.” Pak Prabu akhirnya memberi izin kepada Livi dan teman-temannya untuk KKN di desanya setelah tahu bahwa saudara kandung Livi masih relasinya.
Livi dan teman-temannya pun disambut oleh seni musik gamelan dan tari-tarian via layar tancap yang memutar video musik Judith Hill berjudul Queen of Hill yang kebetulan disutradarai oleh Livi Zheng.
Selama KKN, Livi dan teman-temannya tidak menemui kejadian ganjil apapun. Mereka menyelenggarakan KKN hingga tuntas.
Nah, itu baru separuh filmnya. Setengahnya lagi menceritakan tentang perjalanan Livi Zheng menimba ilmu perfilman di perguruan tinggi yang sama dengan George Lucas, sang pembuat Star Wars. Sampai akhirnya, Livi bisa jadi fenomena di media sosial bersamaan dengan viralnya KKN di Desa Penari.
ADVERTISEMENT
Lalu, Livi Zheng diundang ke sebuah talkshow untuk berdebat dengan Joko Anwar dan sineas lainnya. Ending-nya, Livi Zheng dapat kontrak kerja sama dengan Disney dan menjadi salah satu ‘putri’ Disney dari tanah air. Film pun tamat sampai situ.
Cerita versi filmnya sengaja dibuat berbeda dengan cerita horor yang beredar di internet. Sebab proses adaptasinya disesuaikan dengan selera sinematik Livi Zheng yang adiluhung. Tidak ada adegan tokoh utamanya menembus dunia gaib. Sebab, jauh lebih keren adegan tokoh utamanya menembus Hollywood.
Oh, itu memang gaya film arahan Livi Zheng. Sudah ciri khasnya. Sama seperti film Bali: Beats of Paradise yang sinopsisnya menjanjikan tentang musik gamelan yang dilestarikan oleh Nyoman Wenten, sang seniman tari dan karawitan asal Bali. Namun, sebagian besar filmnya justru mengulas hidup Livi Zheng. Teknik penceritaan seperti itu sudah lazim digunakan di film-film sekelas Hollywood. Orang-orang menyebutnya plot hole, eh, plot twist.
ADVERTISEMENT