COVID-19 Sangat Berdampak Bagi Perkembangan Anak

Hanny Savitri
Mahasiswi Psikologi, Universitas Pembangunan Jaya
Konten dari Pengguna
15 Desember 2022 10:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hanny Savitri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi Dampak COVID-19. canva.com
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi Dampak COVID-19. canva.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perkembangan Anak sangat penting untuk kita sadari!
Kasus COVID-19 pertama kali menyerang Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020. Menurut Eriani dan Amiliya pada tahun 2020, COVID-19 adalah pandemi yang sudah dialami seluruh dunia. Pandemi ini mengakibatkan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Pemerintah mengupayakan dalam mencegah persebaran kasus COVID-19 ini makin menyebar adalah dengan cara lockdown atau membuat peraturan kerja dan belajar dari rumah agar pandemi tidak berkepanjangan. COVID-19 ini memiliki dampak untuk seluruh sektor dalam kehidupan manusia. Mulai dari sektor pendidikan maupun sektor industri. Dampak yang paling terasa adalah masalah psikologis baik kepada anak maupun orang dewasa. Dan karena ada nya lockdown ini perkembangan anak bisa terkena dampak buruknya seperti tidak adanya sosialisasi dengan teman, terhambatnya sensoririk dan motorik pada anak dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Bagaimana anak bertumbuh kembang?
Menurut Jane Piaget dalam buku “Psychology InYour Life” cara berpikir anak itu berbeda dengan cara berpikir orang dewasa. Di dalam penelitian Jane Piaget anak memiliki 4 perkembangan kognitif. Perkembangan ini dibagi menjadi 4, Sensorimotor, Preoperational, Concrete Operational dan Formal Operational. Di dalam perkembangan ini Jane Piaget mengatakan bahwa perkembangan terbagi sesuai umur dari anak tersebut.
Perkembangan Sensorimotor ini di mulai dari anak yang baru lahir sampai pada usia 2 tahun. Perkembangan ini secara mental mulai bisa mewakili informasi yang diperoleh melalui pancaindera dan eksplorasi motorik anak. Di masa ini anak juga sudah bisa menggerakkan sebuah benda dengan sengaja. Seperti, menggerakkan ponsel atau menggoyangkan mainan yang mereka miliki. Yang kedua, Perkembangan Preoprational. Perkembangan ini di mulai dari anak yang berusia 2 sampai 7 tahun. Pada masa perkembangan preoprational, anak sudah memasuki belajar menggunakan bahasa dan melihat sebuah objek dengan gambar atau dengan kata kata. Di masa ini juga anak mulai kesulitan akan mengambil sudut pandang orang lain, dan anak sudah bisa berpikir secara intuasi atau tidak logis. Yang ketiga, Perkembangan Concrete Operational. Perkembangan ini dimulai dari anak yang berusia 7 sampai 12 tahun, di mana anak sudah bisa berpikir secara logis tentang suatu kejadia. Dan yang terakhir ada perkembangan Formal Operational. Perkembangan ini di mulai dari anak berusia 12 tahun sampai ke atas. Pada usia ini anak sudah dapat membedakan masalah serta dapat membedakan mana yang baik dan buruk.
ADVERTISEMENT
Berapa banyak perkembangan anak terganggu sebab pandemi COVID-19?
Terdapat sekitar 80 jt anak yang berada di Indonesia (30% populasi Indonesia) mengalami dampak yang serius akibat pandemi ini. Anak yang dalam perkembangan sensorimotor ini mereka lebih tertekan dan bisa mengalami gangguan mental karena memiliki rasa takut yang tinggi. Sebab, pada perkembangan sensorimotor mereka belum paham apa pun tentang covid 19. Masuk tahun ketiga pandemi COVID-19, dampak nya bisa makin buruk untuk Kesehatan dan kesejahteraan mental pada anak. Dari data UNICEF menunjukkan secara global 1 dari 7 anak mengalami dampak kesehatan dan kesejahteraan mental karena karantina dan sekitar 1,6 miliar anak anak mengalami dampak karena mereka behenti dalam proses belajar.
Dampak apa saja yang dirasakan anak saat pandemi COVID-19?
ADVERTISEMENT
Banyak sekali dampak yang terjadi saat pandemi ini, terutama di dalam pendidikan. Karena, saat pandemi mereka melakukan yang tadinya belajar dengan tatap muka, tetapi saat pandemi ini mereka melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Menurut data yang berada di covid19.go.id terdapat hanya 68% anak yang bisa mengakses fasilitas yang mendukung saat PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh), sisanya adalah mereka yang tidak dapat mengakses fasilitas PJJ. Beberapa anak yang tidak bisa mengikuti PJJ mereka lebih memilih untuk putus sekolah. Maka dari itu semenjak COVID-19 data anak putus sekolah makin membengkak, dan beberapa dari mereka yang memutuskan untuk putus sekolah melakukan yang namanya Perkawinan Usia Anak (PUA) atau biasa di sebut dengan Pernikahan Dini.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya berdampak pada pendidikan, menurut laporan UNICEF tiga dari empat keluarga yang berada di indonesia mereka mengalami penurunan akan hasil pendapatan selama COVID-19. Dampak pandemi ini juga terjadi dalam Ekonomi Keluarga. Banyak sekali Pemutus Hubungan Kerja (PHK) hingga ekonomi di dalam keluarga yang merasakan PHK mereka mengalami penurunan hasil pendapatan atau ada yang sampai tidak mendapatkan pemasukan untuk kehidupan mereka sehari hari. Karena adanya ekonomi keluarga yang menurun, orang tua memiliki sebuah tekanan bisa menyebabkan sebuah emosi yang tidak bisa di kontrol dan dapat menyebabkan kekerasan fisik kepada anak, semua yang mereka rasakan anak terlampiaskan kepada anak. Menurut Edy Muhammad Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Perlindungan Anak (DPMPPA) yang terletak di jogja, ia menyatakan bahwa pada bulan maret telah terjadi sebanyak 18 kasus kekerasan dalam rumah tangga, dengan korban sebanyak 14 orang kasus yang diduduki oleh anak perempuan dan 4 kasus diduduki oleh anak laki laki.
ADVERTISEMENT
Dampak perkembangan anak yang terjadi saat pandemi COVID-19 ini dapat memunculkan rasa khawatir, merasakan rasa cemas akan masa depan mereka, bahkan ada beberapa anak mengalami rasa trauma karena di dalamnya terdapat kekerasan fisik, anak juga menjadi susah akan bersosialisasi karena tidak bisa keluar rumah. Hal ini dapat berdampak kepada perkembangan sensorik dan motorik kepada anak. Anak yang seharusnya bermain di sekolah maupun di rumah, melompat dan berlari di luar rumah menjadi tidak bisa. Dan pada saat ini anak anak menjadi berpusat kepada telepon genggam. Karena semenjak pandemi COVID-19 semua yang dilakukan selalu online dan semuanya bisa di akses melalui telepon genggam.
Dampak telepon genggam bagi perkembangan anak sangat tidak bagus, anak lebih cepat meniru dan menangkap suatu gambar atau suara yang berada di telepon genggam. Terutama pada anak yang berumur 1 – 5 tahun dan anak di umur ini masih belum memiliki emosi yang stabil. Perkembangan otak pada anak juga terganggu jika anak tersebut terlalu sering menggunakan telepon genggam. Salah satu dampaknya adalah otak pada anak akan berkembang lebih lambat.
ADVERTISEMENT
Dampak pandemi COVID-19 ini tidak bisa di biarkan begitu saja. Jika kita biarkan bisa berdampak makin negatif untuk perkembangan anak. Ada beberapa cara yang mungkin bisa dilakukan untuk mengurangi dampak negatif perkembangan pada anak, yaitu, untuk orang tua mungkin mereka lebih bisa membatasi penggunaan handphone kepada anaknya dan jika anaknya memengang telepon genggam bisa di awasi jika ada masalah keluarga mungkin bisa di omongin dengan baik baik tidak perlu dengan adanya kekerasan, orang tua bisa meluangkan waktu dengan anak, bermain bersama. Tanpa adanya telepon genggam disekitarnya.