Toleransi Keberagaman dalam Film ‘?’ Tanda Tanya

Galih Adisurya
Mahasiswa. Sastra Indonesia - Universitas Pamulang.
Konten dari Pengguna
15 Juli 2022 13:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Galih Adisurya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar pribadi milik Galih Adisurya
zoom-in-whitePerbesar
Gambar pribadi milik Galih Adisurya
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Film Tanda Tanya merupakan film drama Indonesia yang mengisahkan kehidupan dari beberapa keluarga dan lapisan masyarakat yang memiliki perbedaan keyakinan.
ADVERTISEMENT
Secara garis besar film Tanda Tanya yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo, mengangkat isu yang lekat dengan masyarakat Indonesia, yakni keberagaman; baik etnis, ras bahkan kepercayaan yang ada dalam dalam berbagai golongan masyarakat.
Film tersebut menarik untuk dicermati menggunakan perspektif semiotika Roland Barthes. Secara sederhana perspektif tersebut digunakan untuk melihat makna secara eksplisit dan menyeluruh mengenai sikap toleransi dalam Film Tanda Tanya.
Sikap toleransi dalam Film ini ditunjukan oleh tokoh Tan Kat Sun. Tan Kat Sun dikisahkan memiliki restoran masakan Cina yakni “Canton”. Secara umum masakan Cina identik dengan penggunaan daging babi sebagai bahan masakan. Pandangan tersebut merupakan mitos yang diyakini oleh masyarakat, meskipun tidak semua masakan cina mengandung daging babi.
ADVERTISEMENT
Restoran Tan Kat Sun tersebut memiliki prosedur atau aturan mengenai menu masak halal dan non halal yang mana dalam proses memasaknya menggunakan alat-alat masak yang berbeda antara masakan halal dan non halal. Hal tersebut secara tidak langsung memunculkan makna sebagai salah satu contoh sikap toleransi, Tan Kat Sun menghargai kepercayaan umat muslim dengan menyediakan menu masak, juga alat-alat masak yang digunakan saat menyajikan suatu makanan.
Contoh lain yang muncul sebagai makna konotasi dari sikap toleransi ditandakan ketika tokoh Surya yang menganut kepercayaan Islam bekerja sebagai pemeran teater sebagai sosok Yesus dalam sebuah kegiatan drama di Gereja.
Dalam hal tersebut secara tidak langsung mendapat tekanan dari stereotip masyarakat yang memandang bahwa umat muslim diharamkan untuk masuk Gereja, juga di sisi lain terdapat pandangan bahwa dia merasa agamanya ternodai karena sosok Yesus dalam pementasan drama diperankan oleh seorang muslim. Fenomena tersebut disebabkan adanya mitos yang timbul dalam batas-batas sensitivitas keyakinan seseorang.
ADVERTISEMENT
Jika diperhatikan lebih lanjut, tokoh Surya secara tidak langsung memunculkan konotasi terhadap sikap toleransi dalam beragama. Tokoh Surya menghargai dan mendukung kegiatan agama Kristen, dengan memerankan sebuah drama sebagai sosok Yesus pada kegiatan yang diadakan pihak Gereja, biarpun begitu keyakinan Surya dalam memeluk agama Islam tidak goyang barang sedikit.
Dalam film Tanda Tanya juga diceritakan adanya streotip masyarakat yang memandang bahwa umat muslim merupakan teroris. Hal tersebut merupakan makna mitos, sebab adanya sejarah aksi terorisme yang mana oknum tersebut menggunakan atribut atau pakaian yang seringkali digunakan oleh umat muslim; seperti baju gamis dan sorban. Padahal seorang muslim belum tentu teroris dan seorang teroris belum tentu pula seorang muslim.
Karena adanya pandangan buruk tersebut, maka Banser NU dalam film Tanda Tanya mengambil sikap untuk membantu menjaga keamanan pada kegiatan beragama umat lain selain muslim. Tindakan sukarela tersebut dilakukan untuk membersihkan pandangan dan penilaian masyarakat bahwa agama Islam bukanlah teroris. Di samping itu fenomena tersebut memunculkan konotasi bahwa Islam memiliki toleransi terhadap masyarakat yang memiliki atau menganut keyakinan berbeda.
ADVERTISEMENT
Dari makna yang ada dalam film tersebut, maka dapat disimpulkan pesan dan amanat yang coba disampaikan oleh film Tanda Tanya adalah sikap toleransi atas adanya perbedaan. Khususnya di Indonesia, keberagaman merupakan warna-warni yang menghiasi negara ini. Keberagaman atas etnis, ras atau suku, kebudayaan bahkan agama.
Sikap saling menghormati dan menghargai perlu dibudayakan dalam kehidupan sehari-hari, bersikap netral dan saling memanusiakan merupakan cara-cara yang perlu ditempuh untuk mewujudkan keamanan, kenyamanan dan ketentraman hidup.
Sebab pada hakikatnya iman adalah soal personal. Iman merupakan pilihan masing-masing manusia dalam hubungannya terhadap 'Pencipta'. Juga kita sebagai manusia tidak dapat memilih untuk dilahirkan dalam bentuk dan corak seperti apa, tidak dapat memilih etnis, ras maupun suku yang akan kita dapat. Karena semua yang ada adalah milik kehendak sang Pencipta.
ADVERTISEMENT