Rahmat dalam Duka: Cerita Pulangnya Azyumardi Azra

Firman El Amny Azra
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
3 Oktober 2022 21:05 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Firman El Amny Azra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Terakhir Almarhum Prof Azyumardi Azra dalam keadaan sehat sebelum penerbangan ke Malaysia. Satu row dengan Prof Budi Agustono dan Istri.
zoom-in-whitePerbesar
Foto Terakhir Almarhum Prof Azyumardi Azra dalam keadaan sehat sebelum penerbangan ke Malaysia. Satu row dengan Prof Budi Agustono dan Istri.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sabtu, 17 Desember 2022, Ibu dan saya sampai di Hospital Serdang setelah mendapat kabar Ayah (panggilan saya ke almarhum Prof. Azyumardi Azra, CBE) mengalami gangguan kesehatan saat di pesawat. Saat itu, dokter yang bertugas di CCU (Coronary Care Unit) Hospital Serdang (Selangor, Malaysia) menjelaskan bahwa Ayah mengalami serangan jantung yang mengakibatkan paru-parunya terisi air sehingga beliau sesak napas dan batuk-batuk.
ADVERTISEMENT
Saat itu saya masih berpikir optimis beliau dapat pulih dan stabil. Setelah mendapatkan penjelasan dari dokter, kami beristirahat di Wisma KBRI. Keesokan harinya, Ahad, 18 September 2022 kami kembali mengunjungi rumah sakit 10 menit sebelum jam besuk yaitu jam 12.20 waktu Malaysia.
Tidak ada perasaan buruk saat itu, namun kemudian dunia terasa runtuh saat dokter yang bertugas mengatakan bahwa kondisi Ayah memburuk sejak pagi. Dokter menjelaskan tekanan darah Ayah rendah, detak jantungnya tinggi dan tidak kunjung reda dari pagi.
Hal ini menyebabkan tubuh Ayah semakin melemah. Dokter sudah berusaha memberikan 4 jenis obat, namun tidak efektif. Jantung Ayah berhenti berdetak, tidak beberapa lama sebelum kami tiba di rumah sakit, dan saat itu kondisinya sedang dilakukan CPR.
ADVERTISEMENT
Kami dengan khawatir mengikuti dokter ke depan ruangan Ayah. Sampai di depan ruangan, kami melihat gorden sudah menutup tempat tidur. Tidak lama dokter keluar ruangan dan berkata, "Dia sudah tidak ada". Saya memeluk Ibu dan menangis karena menyadari bahwa Ayah sudah meninggalkan dunia yang fana ini. Tidak kuat dengan kesedihan kami meninggalkan CCU ke koridor untuk menelepon saudara yang sejak pagi menunggu kabar Ayah. Kami tidak bisa memberikan kabar baik dan justru kabar duka yang dapat kami berikan.
Di tengah-tengah kesedihan kabar duka tersebut muncul masalah lain. Staff KBRI Malaysia menceritakan adanya kemungkinan jenazah Ayah akan sulit untuk dipulangkan ke Indonesia karena peraturan Malaysia terkait dengan kondisi pandemi yang masih berlaku. Kami yang masih syok hanya bisa lemas dan pasrah mendengar kabar tersebut.
ADVERTISEMENT
Disaat yang sama kabar duka tersebut sudah tersebar ke teman-teman Ayah yang menghubungi KBRI dan Dubes Malaysia, Pak Hermono. Prof Jamhari dan Prof Komarudin yang mendengar kabar duka tersebut segera menghubungi Pak Jusuf Kalla untuk bisa membantu kepulangan jenazah Ayah. Pak Jusuf Kalla memang sempat menjadi bos Almarhum Azyumardi Azra di Kantor Staf Wakil Presiden selama 10 tahun, dan selama itu juga keluarga kami beberapa kali bersilaturahmi saat lebaran ke rumah keluarga Pak JK di Dharmawangsa.
Tiga puluh menit berlalu sejak kabar duka kami terima, akhirnya kami diperbolehkan melihat Ayah. Kami melihat Ayah telah wafat dengan wajah tersenyum, tenang, dan bersih. Seolah-olah mengatakan kepada kami bahwa Ayah sudah baik-baik saja di alam yang kekal. Setelah melihat kondisi Ayah, dengan hati yang lebih tegar kami turun ke kafetaria rumah sakit untuk menunggu kabar lebih lanjut mengenai kelanjutan kepulangan jenazah ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Di kafetaria kami menemui kolega-kolega Ayah, baik itu dari ABIM (Angkatan Belia Islam Malaysia), akademisi, wartawan, keluarga, murid, dan lain sebagainya. Kami juga menerima Dato Seri Anwar Ibrahim dan Dato Seri Wan Azizah Wan Ismail, keduanya suami istri yang sempat menjadi Wakil Perdana Menteri Malaysia. Pak Anwar dan Ibu Wan Azizah bertakziah dan juga menegaskan dukungan untuk membantu memulangkan jenazah Ayah ke tanah air dengan berkoordinasi dengan pihak pemerintah Malaysia.
Bertemu dengan Dato Sri Anwar Ibrahim dan Dato Wan Azizah yang bertakziah atas wafatnya Almarhum
Selama menunggu 6 jam lebih di Hospital Serdang, Pak Dubes Hermono dan Pak Rijal dari KBRI Malaysia terlihat sibuk menghubungi dan berkoordinasi dengan berbagai macam pihak melalui handphone-nya sambil turut menemani kami. Pak Hermono dan staf KBRI terus mengawal proses pemulangan secara langsung di Hospital Serdang tanpa kenal lelah, bahkan harus rapat hingga larut malam.
ADVERTISEMENT
Pak Hermono juga terus mendampingi kami mulai dari penerbangan pulang, proses serah terima, hingga turut mengantarkan almarhum Ayah dikuburkan di TMP Kalibata. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih banyak atas seluruh bantuan dan perhatian Pak Hermono, Pak Rijal, Pak Aldo, dan seluruh Staf KBRI Malaysia yang sangat membantu mengurus proses pemulangan jenazah di Malaysia.
Sulitnya proses pemulangan sangat terasa dengan berubah-ubahnya rencana kepulangan saat itu. Awalnya KBRI optimis kepulangan dapat dilakukan di hari hari Ayah meninggal (Minggu, 18 September), namun belakangan berubah menjadi hari Senin dengan waktu yang masih belum jelas. Di malam pertama Ayah wafat, saya mengikuti doa bersama secara virtual untuk Ayah yang dihadiri 1.000 orang melalui Zoom dan 5.000 orang melalui Youtube.
ADVERTISEMENT
Esok harinya Senin tanggal 19 September 2022, saya pergi ke rumah sakit tanpa Ibu. Ibu sangat kelelahan dan syok sehingga harus istirahat di Wisma KBRI. Sesampainya di sana saya menyelesaikan administrasi yang diperlukan untuk proses keluar rumah sakit. Selesai mengurus dokumen, saya diminta untuk mengidentifikasi jenazah. Di sinilah saya melihat wajah Ayah untuk terakhir kalinya, mukanya tersenyum seperti tertidur dan wajahnya bersih tanpa noda-noda hitam yang biasanya menghiasi wajahnya.
Sedih bercampur haru kembali saya rasakan saat harus ikut memandikan, mengkafani, dan menyaksikan Ayah dimasukkan ke dalam peti. Setelah menyolatkan jenazah Ayah di rumah sakit, peti yang berisi jenazah Ayah saya serahkan kepada IKMA (Ikatan keluarga Madura), mitra KBRI yang biasa menangani pemulangan jenazah WNI di Malaysia.
ADVERTISEMENT
Di hari itu pula rencana pemulangan menjadi lebih jelas. Direncanakan kami akan naik pesawat Batik Air penerbangan jam 20.45 waktu Malaysia bersama-sama dengan jenazah Ayah di kargo dan akan tiba jam 22.50 di Jakarta. Sampainya kami di tanah air, kami dijemput oleh rombongan Pak Jusuf Kalla, Ibu Mufidah Kalla, Dirjen Kemenlu, Prof Komaruddin, beberapa kolega Ayah, dan beberapa anggota keluarga lain, termasuk kedua adik saya.
Kemudian setelah melalui acara serah terima dari Kemenlu ke keluarga, kami pun pulang dengan menaiki ambulans yang telah disiapkan. Kami sampai di rumah duka hampir tengah malam, namun larutnya malam tidak menyurutkan keinginan banyak orang yang menunggu kepulangan jenazah Ayah, termasuk Pak Airlangga Hartarto dan Pak Lukman Hakim Saifuddin yang langsung menyolatkan Ayah.
Sambutan dari Pak JK saat kedatangan di Terminal Kargo
Belakangan saya baru mengetahui dari Prof Komaruddin bahwa Pak JK mempunyai peran sentral dalam kepulangan jenazah Ayah ke Indonesia. Pak JK menghubungi kantor Perdana Menteri Malaysia, Kantor Staf Wakil Presiden, dan juga terus berkoordinasi dengan Pak Dubes Hermono untuk membantu proses pemulangan jenazah.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, beliau juga membantu biaya rumah sakit, tiket pesawat kepulangan, menyiapkan ambulans, dan rencana pemakaman di TMP Kalibata. Atas peran besar dan semua bantuan yang diberikan oleh Pak JK tersebut, saya sebagai anak Almarhum, mengucapkan terima yang sebesar-besarnya.
Selasa, 20 September 2022, kami sekeluarga bersiap mengantar jenazah Ayah ke Auditorium Prof Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sesampainya di Auditorium Prof Harun Nasution, Ayah sudah ditunggu oleh ratusan dosen, staf pendidik, sivitas akademika UIN Syarif Hidayatullah, dan kolega-kolega Ayah yang ingin memberikan penghormatan sebelum Ayah dibawa ke TMP Kalibata. Beberapa tokoh seperti Prof. Mahfud MD, Pak Moeldoko, dan Anies Baswedan juga hadir menyolatkan dan memberikan testimoni atas kontribusi Ayah selama hidup. Setelah itu jenazah diserahkan kepada Garnisun untuk dimakamkan secara militer di TMP Kalibata.
ADVERTISEMENT
Ada cerita menarik mengenai TMP Kalibata. Ayah pernah berseloroh bahwa jika ia meninggal ia ingin dimakamkan di TMP Kalibata. Menurut Ayah, TMP Kalibata tidak akan kena gusur, seperti pemakaman lainnya. Cita-cita Ayah purna sudah.
Upacara pemakaman dilangsungkan di TMP Kalibata dipimpin oleh Prof Muhadjir Effendy (Kemenko PMK) yang juga dihadiri oleh Pak Jusuf Kalla, Kapolri (Bapak Listyo Sigit Prabowo), Wakil Menteri Agama (Bapak Zainut Tauhid Sa'adi), Imam Besar Masjid Istiqlal (Bapak Nasaruddin Umar), Kepala BNPT (Bapak Boy Rafli Amar), Ketum Partai Demokrat (Bapak Agus Harimurti Yudhoyono), Mantan Menteri Agama (Bapak Lukman Hakim Saifuddin).
Dari sisi tenda keluarga kami menyaksikan bagaimana Prof. Azyumardi Azra diberikan penghormatan terakhir oleh negara, tidak dapat menahan duka dan rasa haru banyak dari kami yang meneteskan air mata. Setelah acara ditutup, keluarga melangsungkan tabur bunga dan mendoakan beliau agar dapat beristirahat dengan tenang.
Peristirahatan terakhir Almarhum Prof Azyumardi Azra
Dimakamkannya Ayah di tanah air tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang membantu kami tanpa diminta oleh keluarga. Perhatian dari banyak pihak juga muncul dengan banyaknya karangan bunga yang berjejer dari depan rumah duka hingga depan Gedung Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah (kurang lebih 500 meter). Bantuan juga banyak berdatangan dari keluarga besar UIN Syarif Hidayatullah (fakultas-fakultas, PPIM, STF, dan lainnya) yang sangat membantu terlaksananya doa bersama dengan menyediakan tenda, fasilitas Zoom, dan konsumsi.
ADVERTISEMENT
Terima kasih juga untuk kolega Ayah di pemerintahan, sesama akademisi, NGO, media, dan masih banyak lagi. Berkat bantuan tersebut kami keluarga merasakan besarnya rahmat yang hadir di tengah-tengah duka wafatnya Ayah. Seperti yang saya sampaikan dalam sambutan acara doa bersama “di tengah-tengah duka ini kami merasakan besarnya rahmat Allah SWT dengan banyaknya bantuan yang diberikan oleh banyak pihak dan kesempatan bagi keluarga untuk bersilaturahmi dengan teman-teman Ayah”.
Almarhum Prof Azyumardi Azra sejak dulu sering berpesan agar tidak menyusahkan orang. Bahkan di akhir hayatnya Ayah tidak menyusahkan keluarga, karena begitu banyaknya orang yang dengan sukarela membantu.
Terima kasih Ayah untuk semua yang diberikan selama ini kepada kami. Tutuplah mata dan istirahatkanlah pikiran Ayah dengan tenang.
ADVERTISEMENT
Cerita ini ditulis oleh penulis untuk mengenang Almarhum Ayah dan untuk mengingat hikmah dibalik duka tersebut.