news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Hardiknas: Potret Karut-marut Wajah Pendidikan Kita

Imam Pamuji
Penulis Pemula
Konten dari Pengguna
2 Mei 2018 18:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Imam Pamuji tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hardiknas: Potret Karut-marut Wajah Pendidikan Kita
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Selasa (2 Mei) ini adalah Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Peringatan tahunan ini diadakan untuk memperingati kelahiran pelopor pendidikan di Indonesia sekaligus pendiri lembaga pendidikan Taman Siswa yaitu Ki Hajar Dewantara yang oleh pemerintah telah ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
ADVERTISEMENT
Peringatan hari pendidikan kerap dimaknai sebagai saat untuk menimbang kemudahan dalam menempuh jenjang pendidikan atau akses pendidikan saat ini bagi generasi muda, siswa dan pelajar agar bisa menimba ilmu yang setinggi-tingginya.
Sayangnya, Hardiknas kali ini harus diperingati dengan sejumlah keprihatinan mendasar seperti masih sedikitnya jumlah anak yang mengenyam pendidikan ke jenjang perguruan tinggi karena keterbatasan ekonomi, meski pemerintah juga menggelontorkan berbagai program beasiswa dan bantuan pendidikan.
Tak hanya itu saja, meski anggaran pendidikan di Indonesia kini sudah cukup besar hingga mencapai 20% dari APBN atau lebih dari Rp 400 triliun, ranking pendidikan Indonesia masih memprihatinkan dan belum bisa sejajar dengan negara-negara maju.
Peringkat pendidikan Indonesia menurut Programme for Internasional Student Assessment (PISA) pada 2015 berada pada posisi 64 dari 72 negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Di ASEAN, ranking pendidikan Indonesia nomor 5 di bawah Singapura, Brunei Darusssalam, Malaysia dan Thailand.
ADVERTISEMENT
Tak hanya soal peringkat, di ranah nasional, jumlah Angka partisipasi pendidikan (APS) di Indonesia juga masih memperlihatkan ketimpangan besar antara pendidikan dasar-menengah dengan pendidikan tinggi.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2017 APS di pendidikan formal, sebagai berikut: APS Sekolah Dasar (7-12 tahun) mencapai 99,08%; APS Sekolah Menengah Pertama (13-15 tahun) sebanyak 94,98%; APS Sekolah Menengah Atas (16-18 tahun) ada 71,20%; APS Perguruan Tinggi (19-24 tahun) hanya 24,67%.
Jenjang pendidikan tinggi yang belum bisa dinikmati sebagian besar generasi muda tentu berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat karena salah satu sarana pencapaiannya tidak terdistribusi dengan merata, seperti edukasi literasi dan inklusi keuangan. Harus diakui, hanya sebagian kecil masayarakat paham betul tentang literasi dan inklusi keuangan.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, di ranah ini tingkat capaiannya pun kecil. Studi OJK mendapati tingkat literasi keuangan penduduk Indonesia yang well literate memang masih rendah di angka 29,7% pada 2016 lalu dengan target 35% pada 2019 mendatang.
Well literate dalam keuangan sendiri dimengerti sebagai kondisi masyarakat yang memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan, serta keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan.
Definisi well literate terbedakan dari sufficient literate yang masih di angka 75,69%, less literate di angka 2,06% dan not literate di angka 0,41%.
Tak hanya indeks literasi, indeks inklusi keuangan juga ditargetkan oleh OJK meningkat di angka 75% pada 2019 mendatang atau naik dari 67,8% pada 2016 lalu.
ADVERTISEMENT
Karenanya, di luar masifnya edukasi literasi keuangan, pemanfaatan platform-platform modern yang memudahkan masyarakat mengakses layanan keuangan tentu bakal memberikan dampak konkret untuk inklusi keuangan untuk peningkatan kesejahteraan.
Masyarakat yang bisa dan paham cara mengakses layanan keuangan, seperti halnya untuk layanan nabung reksadana online IPOTFUND.com milik PT Indo Premier Sekuritas, akan dengan mudah mencapai kesejahteraan tanpa jalur pendidikan formal. Platform nabung reksadana online ini memungkinkan masyarakat mendapatkan return yang lebih tinggi dibanding hanya menyimpan uangnya di tabungan atau deposito yang berbunga rendah di bawah inflasi.
Platform-platfor modern yang terjelaskan dengan baik bisa menjadi sarana efektif untuk peningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tak tersentuh ilmu formal di jenjang pendidikan tinggi.