#AniesKeren: Dalam Sebuah Moment bersama sahabat

Ferizal Ramli
Ekspatriat-Konsultan Manajemen & IT domisili di Hamburg. Chairman IASI - Ikatan Ahli Sarjana Indonesia Jerman 2014-2016 #dariTepianLembahSungaiElbe
Konten dari Pengguna
13 April 2020 4:18 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ferizal Ramli tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ada 3 minggu di bulan Oktober dan 2 minggu di bulan Desember tahun lalu (2019), aku kunjungi sahabatku. Setiap ke Jakarta aku selalu "dipaksa" untuk tinggal di rumahnya, ada kamar "spesial" dimana aku selalu tempati kamar itu jika nginap di Jakarta, persis bersebalahan dengan kamar Ibundanya.
ADVERTISEMENT
Sebelum shubuh, sahabatku sudah bangun dan sholat shubuh. Sekitar jam 5.15 sampai 5.30 kita mulai sarapan bersama. Kita "bertemu" di ruang makan nan asri. Istri sahabatku, kupanggil Mbak Ferry biasanya mendampingi ngobrol. Jadilah hampir setiap pagi kita ngobrol ber-3 di meja makan. Kadang Ibunda dari sahabatku ini ikut gabung, jadi lah kita berempat ngobrol.
Suasana sarapan bersama bersama Ibunda Aliyah Rasyid
Lalu tidak lama kemudian putra/i sahabatku pun ikut sarapan. Suasana keakraban terasa dalam keluarga. Tidak lama kita pun semua harus saling berpamitan, dimana putra/i sahabatku ini akan cium tangan Abahnya lalu sang Abah akan cium kening putrinya nan jelita. Terhadap putra-putranya akan bersalaman akrab cium tangan ayahnya dan disertai pelukan hangat dari ayah diberikan atau kadang tepukan di bahu sebagai tanda sayang orang tua untuk penyemangat putra-putranya mengisi hari-harinya untuk masa depannya. Lalu tidak lupa pula mereka mencium tangan Ibundanya dan Neneknya.
ADVERTISEMENT
Sarapan dalam suasana keakraban di rumah sahabatku ini sesungguhnya sederhana saja. Mirip persis kita sarapan. Menunya khas, menu kita semua: nasi goreng, atau nasi putih, tempe, tahu, telur dadar, atau telur ceplok, kadang diselingi ayam goreng, lalapan serta tidak lupa selalu ada kerupuk dan sambal. Lalu minumnya kopi tubruk panas atau teh panas dan air putih.
Kerupuk selalu tersaji karena kami tahu kerupuk itu adalah makanan paling ber"vitamin", yaitu vitamin bathin maksudnya 😄. Rasanya klo sudah ada sambel dan kerupuk apapun yang tersaji bagi bathin kita selalu nikmat untuk disantap. Jadi, kita sudah sama-sama tahu betapa ampuhnya kerupuk itu menggugah selera.
Beramah tamah dengan His Excellency Dr. Peter Schoof Duta Besar Jerman untuk Indonesia
Biasanya aku akan satu mobil dengan sahabat menuju ke Balaikota. Hanya seringnya sebelum sampai balai kota sudah harus menghadiri dulu berbagai event atau acara. Jadi meskipun kurang pukul 6 pagi kita keluar, sangat mungkin karena harus ke beberapa event atau acara maka baru jam 11-an sampai kantor.
Berdiskusi serius bersama Prof. Dr. Bernd Noche dari Universität Duisburg-Essen Jerman
Di balaikota kita berpisah. Aku biasanya mengurus Program kerja sama Jakarta dengan Jerman, dan sahabatku tentu dengan berbagai agenda padatnya yang pasti jauh lebih penting. Tidak jarang, yang terjadi jam 3 pagi sahabat sudah keluar rumah. Tentu saja semua penuh dinamika sekali. Kalau sudah begini aku lebih memilih ke Balaikota sendiri dari Lebuda. Lebuda itu "Lebak Bulus Dua" nama kampung sahabatku tinggal.
Bincang serius membahas kerja sama DKI Jakarta dan Tim Ahli Univesität Duisburg-Essen
Lalu, terkadang waktu begitu cepat berlalu. Tidak terasa hari sudah lewat Mahgrib. Kadang malam-malam, saat urusanku tentang kerja sama Jerman Jakarta sudah harus tutup kantor, aku bergabung ke sahabatku yang masih harus menjalankan berbagai tugas dan amanatnya.
Bertukar pikiran dengan Bapak Hendrik Barkeling Wakil Duta Besar Jerman di Indonesia
Kusimak apa yang dia lakukan, aku sudah putuskan jika berada dekat dengannya itu adalah waktuku untuk belajar. Kubuka kedua mataku lebar-lebar, kubuka telinganku, mindset-ku open minded, dan kutangkap semua fenomena dan moment sekecil apapun sepenuh hatiku. Ini waktu yang tepat, di tempat yang tepat untuk belajar pada orang yang tepat.
ADVERTISEMENT
Kulihat sahabatku menjalankan amanah dengan passion and love. Cintanya akan terlihat jelas jika kami datang di kampung-kampung, pasar, terminal, jalan raya, dibanyak kesempatan, masyarakat menyambut antusias, ajak ngobrol, selfie, saling sapa, dsb, dsb...Kadang aku harus diam lama ndak bisa bergerak kecuali diam menunggu, karena sahabatku selalu senyum melayani satu persatu masyarakat yang menyambutnya ngantri...
Sering di berbagai moment seperti misalkan di Kota Tua, aku bener-bener klenger kelelahan karena Sepeda kita tidak bisa bergerak sama sekali. Akibat masyarakat menyambut sahabatku seperti menyemut dan bahkan terus bergelombang tanpa henti.
Bersama warga Jakarta di Kota Tua
Aku sesungguhnya selalu menjaga kondisiku fit jika dampingi sahabatku bertemu masyarakat. Hanya kadang ada moment tepar juga padaku jika hampir setiap moment untuk jalan beberapa puluh kaki saja jaraknya di jalan-jalan kampung, kami butuh waktu bisa hampir 1 jam! Hanya hatiku ceria, aku amat rasakan suasana cinta disini; di gang-gang sempit, di jalan-jalan kampung, di pasar, di terminal, dimana-mana. Suasana cinta atas interaksi riil.
Bercengkrama bersama warga Jakarta
Tapi ada juga moment-moment sahabatku penuh passion saat menerima cercaan biasanya di medsos dari para haters-nya. Berbeda dengan suasana riil di kampung, di gang-gang, pasar, terminal yang interaksinya penuh cinta antara masyarakat dengan sahabatku ini, jika di Medsos maka selain suasana cinta, akan bercampur aduk dengan cacian para haters buzzers.
ADVERTISEMENT
Biasanya, cercaan sekasar apapun saat kita berdua di mobil akan kita baca bersama2 sambil saling ngekek, dan saling nanggapi cacian haters itu dengan humor. Waduh, cacian para haters itu sadis-sadis betul, cuma sadis atau tidak sadis itu letaknya di kelapangan hati...
Saat adanya kesadaran bahwa itu konsekuensi jadi pejabat publik, maka bagi sahabatku cercaan dan cacian haters dan buzzers menjadi "bumbu penyedap" hari. Tiada kemarahan sama sekali terlihat pada sahabatku. Paling kadang yang paling sadis kita baca bersama sambil kita senyam-senyum.
Malamnya kita pulang. Dalam perjalanan pulang nan larut biasanya kita cuma diam. Diam disini sesungguhnya adalah kebak dialog. Pikiran dan hati kita berdialog dalam konteplasi, tapi mulut diam. Ini adalah moment hening dimana hati dan pikiran memaknai hari dengan penuh hikmah. Dikarenakan hikmah lah proses pembelajaran tertinggi pada kita setiap manusia saat berkontemplasi berdialog dengan Sang Khalik, pemilik kehidupan...
ADVERTISEMENT
Kadang saat di jalan kita sadar belum makan malam, iya untuk jaga kondisi untuk jalani kembali amanat di hari esok, maka di atas mobil kita nikmati nasi bungkus makan malam kita...
Suasana menikmati makan malam
#AniesKeren #dariTepianLembahSungaiRuhr
Ferizal Ramli