Strawberry Generation: Sebuah Fenomena Generasi Masa Kini

Fatma Alya Mahmudya
Mahasiswa S1 Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
6 Juli 2022 12:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fatma Alya Mahmudya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Generasi Strawberry. (Sumber: Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Generasi Strawberry. (Sumber: Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Belakangan ini, muncul istilah baru yang kian ramai dibicarakan di media sosial, yakni Generasi Strawberry. Istilah ini pertama kali muncul di Taiwan, dan ditujukan kepada generasi yang lahir pada tahun 2000-an. Pemilihan buah strawberry di sini dikaitkan dengan fakta bahwa buah strawberry cenderung terlihat cantik nan eksotis dari luar, akan tetapi ketika sedikit ditekan, maka akan mudah hancur.
ADVERTISEMENT
Menurut Prof. Rhenald Kasali dalam bukunya yang berjudul “Strawberry Generation” dan juga salah satu video pemaparan beliau melalui platform YouTube, Generasi Strawberry adalah generasi yang penuh dengan gagasan yang kreatif, tetapi mudah menyerah dan gampang sakit hati. Generasi ini juga sering disebut sebagai generasi yang “lunak” dan kurang tahan banting.
Fenomena Generasi Strawberry ini marak ditemui di media sosial. Salah satunya adalah media sosial Twitter. Banyak anak muda yang sesungguhnya memiliki ide yang inovatif dan out of the box. Namun, terlepas dari itu, seringkali pula dijumpai “cuitan” resah atau biasa disebut dengan istilah “sambatan” yang diposting melalui akun sosial media mereka.
Media sosial di sini sejatinya memiliki andil yang besar terhadap pembentukan karakter generasi ini. Hal ini dikarenakan Generasi Strawberry menyerap informasi dengan cepat seperti spons yang menyerap air. Banyaknya informasi yang mereka serap seringkali mengakibatkan mereka melakukan self-diagnosis yang kurang tepat. Bahkan, kata-kata seperti healing, insecure, overthinking pun sudah menjadi kosakata sehari-hari yang mereka gunakan.
ADVERTISEMENT
Jika diulas secara lebih lanjut, sebenarnya masalah utama Generasi Strawberry terletak pada diri mereka sendiri, yakni mental. Generasi Strawberry cenderung “bermental tempe”. Hal ini terjadi karena mereka sudah terbiasa untuk dimanjakan dengan berbagai kemudahan dan segala hal yang instan. Generasi Strawberry juga memiliki fixed mindset. Jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, mereka cenderung lebih mudah hancur, tidak kuat dalam menghadapi suatu kompetisi, serta mudah menyerah saat berhadapan dengan ketidakpastian.
Alasan mengapa Generasi Strawberry memiliki fixed mindset adalah karena mereka tidak terbiasa untuk diberikan tantangan. Mereka kerap dimanjakan oleh orang tua ketika menghadapi kesulitan, sehingga mereka tidak memiliki kesempatan untuk mencari tahu sendiri jalan keluarnya. Mereka juga tidak terbiasa dalam menghadapi kegagalan. Kurangnya interaksi dengan dunia luar juga menjadikan mereka memiliki standar level kesulitan yang rendah serta pola pikir yang cenderung tidak realistis.
ADVERTISEMENT
Adapun cara yang dapat dilakukan guna mengatasi diri agar tidak termasuk ke dalam bagian dari Generasi Strawberry adalah dengan menanamkan growth mindset. Dengan menanamkan growth mindset dalam diri, maka akan sangat berguna untuk terus mengembangkan kemampuan dan selalu berani dalam menghadapi tantangan. Selanjutnya, harus membudayakan literasi dan cross-check informasi agar informasi yang terserap tidak langsung dipercaya secara mentah-mentah. Dan yang terakhir adalah selalu ingat bahwa tidak ada yang serba instan, sebab dalam mencapai kesuksesan pasti memerlukan proses yang panjang.