Ketergantungan Terhadap Perusahaan Teknologi Asing, Perlukah Indonesia Khawatir?

Fathanaditya R
Mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Magister Ilmu Hubungan Internasional Minat Khusus Digital Transformation and Competitiveness
Konten dari Pengguna
2 September 2023 9:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fathanaditya R tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Perusahaan Besar Teknologi Asing. Foto: Unsplash Free Licensed
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perusahaan Besar Teknologi Asing. Foto: Unsplash Free Licensed
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seperti yang diketahui saat ini sedang terjadi transformasi digital dari berbagai sektor. Dan, Indonesia juga terlibat dalam transformasi digital tersebut karena arus dari globalisasi membawa banyak dampak terhadap aktor yang terlibat.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari databooks, diketahui ada 10 perusahaan teknologi dengan nilai kapitalisasi terbesar di dunia, diurutkan dari yang terbesar ada Apple, Microsoft, Alphabet, Amazon, Tencent, TSMC, Nvidia, Tesla, Meta Platform, dan Samsung.
Dari data tersebut diketahui bahwa Indonesia menjadi konsumen dari berbagai perusahan itu. Adapun beberapa produk dari perusahaan teknologi raksasa tersebut juga sering ditemui di masyarakat Indonesia.
Seperti contohnya penerapan di Indonesia: Apple dan Samsung yang sering digunakan gadgetnya, Tencent yang terkenal pada aplikasi serta game onlinenya, Microsoft yang digunakan sebagai penunjang produktivitas, dan Nvidia yang kartu grafisnya sering digunakan.
Produk dari perusahaan-perusahaan tersebut dapat dikatakan memiliki pengaruh yang besar di Indonesia. Masyarakat Indonesia menjadi memiliki ketergantungan terhadap produk-produk perusahaan teknologi asing tersebut. Meski ada opsi lain dari produk lokal, namun masyarakat cenderung lebih memilih perusahaan asing tersebut dikarenakan adanya pengaruh sosio-kultural.
ADVERTISEMENT
Pengaruh sosio-kultural perusahaan-perusahaan besar tersebut pada masyarakat Indonesia dapat dikatakan besar. Rekan-rekan pasti sudah tidak asing tentang gengsi atau “privilege” yang dibawa dari produk perusahaan tersebut, seakan-akan lebih diterima di masyarakat apabila menggunakan produk perusahaan besar tersebut.
Hal itu menjadi salah satu hal buruk yang akan berdampak terhadap produk dalam negeri Indonesia, secara tidak langsung masyarakat Indonesia melakukan penolakan terhadap produk lokal dikarenakan ada pengaruh sosio-kultural tersebut.
Dalam dunia pendidikan juga kita masih memiliki ketergantungan terhadap produk-produk perusahaan besar asing. Contohnya seperti Zoom, Google Classroom, Microsoft, dan lain-lain masih menjadi produk yang sering digunakan dalam dunia pendidikan.
Namun, saat ini ada beberapa kampus yang sudah mengembangkan learning management system sendiri dan itu harus diapresiasi dan harusnya dapat dicontoh dan diterapkan dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Ilustrasi. Foto: Shutterstock
Apa yang harus dikhawatirkan dari ketergantungan tersebut? Ada banyak hal yang harus dikhawatirkan seperti kurangnya kontrol terhadap teknologi, di mana negara pasti memiliki kebijakan atau regulasi tersendiri terkait teknologi tersebut namun tidak bisa diperbaiki atau diubah sesuai kebutuhan masyarakat dikarenakan bukan kepemilikan kita.
ADVERTISEMENT
Keamanan data dan privasi juga menjadi sesuatu yang harus dikhawatirkan karena ditakutkan produk dari perusahaan asing tersebut dapat mengakses data penting dan pelanggaran privasi yang dapat berujung ke sabotase dan spionase.
Dalam dunia pendidikan yang harus dikhawatirkan adalah lisensi di mana para akademisi juga akan terbatas bagaimana teknologi tersebut dapat digunakan atau dimodifikasi sehingga tidak adanya akses secara menyeluruh terhadap sistem. Dengan berbagai kekhawatiran yang ada kita perlu memaksimalkan dan mendukung secara penuh sumber daya digital yang kita punyai atau kembangkan.
Dari kasus yang sudah ada, seperti terjadinya kebijakan proteksionisme Huawei, seharusnya kita dapat memahami bahwa kita harus khawatir terhadap ketergantungan terhadap teknologi perusahaan asing dan memahami risiko apabila suatu saat kebijakan proteksionisme terjadi kita harus bagaimana. Apakah kita punya teknologi serupa yang dapat digunakan?
ADVERTISEMENT
Hal tersebut diharapkan dapat memicu berbagai pihak untuk dapat saling bekerja sama menciptakan sebuah jawaban sebelum masalah terjadi karena kebijakan proteksionisme ini secara nyatanya tidak hanya ingin menciptakan persaingan adil namun juga ada keterlibatan dinamika politik global.
Juga perlu kesadaran akan aktor yang memiliki otoritas dan masyarakat sipil bahwa ketergantungan ini adalah masalah serius di era transformasi digital sehingga kerugian apabila masalah ini terjadi dapat di minimalisir.