Matematika Elektoral Cawapres Pilpres 2024

Farras Fadhilsyah
Komunikasi Politik BIP Firm
Konten dari Pengguna
29 September 2023 0:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Farras Fadhilsyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bakal capres Pilpres 2024 (dari kiri) Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan. Ilustrator: Sultan Amanda/JPNN
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bakal capres Pilpres 2024 (dari kiri) Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan. Ilustrator: Sultan Amanda/JPNN
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemilu 2024 di Indonesia semakin dekat. Pemilu pada tahun 2024 ini juga merupakan kedua kalinya diadakan serentak dengan pemilihan presiden (pilpres) yang tentunya ini menjadi sebuah bagian yang paling dinantikan oleh masyarakat karena rakyat kali ini memiliki mandat untuk mengganti pimpinan tertinggi negara yaitu presiden.
ADVERTISEMENT
Hal menarik lainnya pada pilpres di tahun 2024 ini adalah dimana pasangan incumbent/petahana sebelumnya tidak bisa ikut serta karena konsititusi negara kita sudah mengatur masa jabatan presiden yaitu 10 tahun maksimal. Hal ini sesuai dengan Ketentuan Pasal 7 UUD NRI 1945. Hal ini yang menjadi pilpres 2024 sangat menarik karena logika politik seluruh partai politik mempunyai kesempatan mengusung calon presiden maupun calon wakil presiden dengan memiliki rasa nafsu yang tinggi, Mengapa? Disini penulis meibaratkan seperti pertandingan sepak bola dengan score imbang yaitu 0-0 yang artinya semua unsur memiliki peluang dan kesempatan yang sama besar karena faktanya dalam survey (pada waktu tulisan dimuat) belum ada kandidat yang kuat bisa melibihi dari 50%.
ADVERTISEMENT
Tidak Ada yang Dominan
Pada tulisan ini penulis ingin berfokus kepada calon wakil presiden karena ketika tulisan ini dimuat ada 3 kandidat yang sudah dideklarasikan sebagai bacapres. satu diantaranya sudah memiliki pasangan bacawapres yaitu Anies Baswedan – Muhaimin. Adapun pasangan yang masih menjomblo adalah Prabowo Subianto & Ganjar Pranowo. Menariknya Seluruh pasangan bacapres pada pilpres 2024 ini tidak bisa mensepelekan unsur cawapres karena survey para bacapres ini tidak ada yang melebihi 50%. Inilah yang menjadi pekerjaan rumah terbesar dan menjadi perhitungan politik dilematis bagi para bacapres serta partai pengusung untuk mencari pasangan yang bisa mendongkrak suara.
Dalam politik elektoral untuk memilih pasangan tentunya memiliki rumus dan perhitungan tersendiri dan ini seperti seni permainan dalam politik. Hal ini bisa dilihat dalam perspektif game theory Menurut Roger B Myerson (1991) Teori Permainan adalah studi tentang pengambilan keputusan strategis yang menekankan situasi bersaing diantara beberapa orang atau kelompok.
ADVERTISEMENT
2 Unsur Perhitungan
Maka dari itu pemilihan bacawapres pada tahun 2024 ini menjadi hal yang paling sangat seksi karena posisi cawapres pada tahun ini sangat menentukan peran menaikan suara, setidaknya menurut penulis ada dua unsur penting dalam menentukan bacawapres selain elektabilitas yaitu basis daerah dan mesin politik.
Basis Dearah
Perhitungan kandidat berbasis daerah dalam pilpres di Indonesia sudah menjadi rahasia umum dan faktanya seluruh kandidat memperebutkan pasangan cawapresnya untuk mengisi kekosongan kekuatan daerah yang bacapresnya lemah di posisi itu. Logika politik para elite untuk mengkonversi kekuatan basis daerah cara termudahnya adalah mencari siapa yang sedang berkuasa ataupun mantan penguasa di daerah itu. Maka wajar posisi gubernur dengan provinsi stratregis selalu menjadi impian untuk melengkapi kekuatan elekotral bacapres.
ADVERTISEMENT
Mesin Politik
Dalam hal mesin politik penulis memaknai mesin politik bukan hanyalah sebuah partai politik saja, namun organisasi apapun yang memiliki massa dan massa itu memiliki hak suara untuk mencoblos kotak suara maka bisa dikatakan juga memiliki mesin politik. Inilah yang harus dipertimbangkan oleh elite diatas sana bahwa mesin politik menjadi hal yang paling seksi untuk memilih suatu kandidat. Pertimbangan inilah yang terjadi pada Anies Baswedan berserta partai pengusungnya untuk memilih wakilnya Muhaimin Iskandar yang menjadi Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang diharapkan mayoritas pemilih PKB adalah suara Jawa Timur dan Nahdiiyin bisa terinfluence memilih Anies Baswedan.
Kepala Daerah Menjadi Incaran
Melihat dari kedua aspek tersebut menurut penulis besar kemungkinan para elite partai mencari sosok kepala daerah yang bisa melengkapi kekosongan elektoral. karena ada beberapa kepala daerah yang juga memiliki kedekatan basis dengan organisasi besar di wilayahnya masing-masing, dan ini tentunya menjadi sebuah primadona pilihan kandidat. Bahkan semakin hari tokoh-tokoh nasional yang menduduki posisi penting seperti menteri dengan mempunyai survei elektabilitas tinggi mulai tersengkirkan karena dua aspek tersebut menjadi pertimbangan kuat para bacapres maupun elite partai.
ADVERTISEMENT
Kedua aspek itulah sekiranya menjadi perhitungan politik untuk menentukan kandidat cawapres. Karena dua aspek itu memiliki peranan lebih penting di lapangan ketimbang elektabilitas, bahkan sumber logistik tidak bisa dibandingkan dengan dua aspek itu karena dua aspek tersebut memiliki value yang tidak terkira. Para partai maupun timses tinggal menghitung dan mencari dimana titik lemah suara bacapres dan mencari sosok yang bisa menguatkan pada titik lemah tersebut.
Penulis: Muhammad Farras Fadhilsyah (Komunikasi Politik BIP Firm)