Lawan Perdagangan Anak: Membangun Perlindungan Untuk Generasi Muda Masa Depan

Farida Nur'aini
Mahasiswa program studi Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
29 April 2024 9:04 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Farida Nur'aini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak dan orang tua (sumber: https://pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak dan orang tua (sumber: https://pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Anak adalah ciptaan Tuhan yang mewakili harapan dan potensi yang tak terbatas dalam setiap langkah perkembangannya. Anak lahir dan membawa ribuan keceriaan, tanggung jawab, serta kesempatan untuk tumbuh dan belajar dalam lingkungan yang penuh kasih sayang. Dalam sebuah rumah tangga, Hubungan antara anak dan orang tua adalah ikatan yang sarat dengan cinta, kepercayaan, dan perlindungan. Seperti dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menyebutkan bahwa Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak, menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya, mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak, dan memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak.
ADVERTISEMENT
Namun, sayangnya, terdapat kasus tragis di mana anak menjadi korban perdagangan manusia, hal tersebut terpisah dari orang tua mereka yang melakukan kekerasan dan eksploitasi yang kejam. Dalam hal ini, penulis anak membahas tentang perdagangan anak yang marak terjadi di Indonesia serta bagaimana media memiliki peran yang krusial dalam mengungkap dan memperjuangkan isu perdagangan anak. Sebagai jendela publik, media memiliki kekuatan untuk mengangkat cerita-cerita yang tersembunyi dan memberikan sorotan pada kejahatan yang seringkali terjadi di balik layar. Dengan pemberitaan yang akurat dan mendalam, media mampu menggugah kesadaran masyarakat akan keberadaan perdagangan anak serta menggerakkan tindakan nyata untuk melawannya. Artikel ini akan mengulas peran penting Undang-Undang dalam mengurangi kejahatan perdagangan anak, serta bagaimana pemberitaan yang berkualitas dapat menjadi alat efektif dalam membangun kesadaran dan perlindungan bagi anak-anak yang rentan.
ADVERTISEMENT
Seperti yang kita ketahui, perdagangan anak adalah bentuk perdagangan manusia yang menargetkan individu yang masih di bawah usia 18 tahun, dengan maksud untuk mengeksploitasi mereka secara tidak manusiawi.
Pemerintah telah mencoba berbagai upaya terbaik melindungi masyarakat untuk mengurai eksploitasi anak dengan menciptakan beberapa Undang-Undang, penciptaan undang-undang tersebut dengan bertujuan untuk mencegah kegiatan yang merugikan dan melanggar hak asasi manusia, terutama anak-anak. Dimulai dari menciptakan Pasal 76 F Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan Anak. Lalu dalam Pasal 26 I Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap Anak. Pidana nya disebutkan pada Pasal 88 bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 I, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
ADVERTISEMENT
Dan juga khusus untuk pelaku penjualan bayi atau anak dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang meliputi hukuman penjara mulai dari 3 tahun hingga 15 tahun dan denda antara Rp. 60.000.000,- hingga Rp. 300.000.000,-. Selain itu, mereka juga dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang mengatur pidana penjara mulai dari 3 tahun hingga 15 tahun serta denda antara Rp. 120.000.000,- hingga Rp. 600.000.000,-.
Pemerintah telah melakukan upaya terbaiknya dengan menciptakan Undang-Undang seperti di atas mengingat perdagangan anak ini memiliki dampak yang sangat merusak secara fisik, emosional, dan psikologis bagi korban serta masyarakat secara keseluruhan. Untuk anak kecil yang menjadi korban, perdagangan anak sering kali mengalami trauma yang mendalam, kehilangan rasa percaya diri, dan kesulitan berintegrasi kembali ke dalam masyarakat. Anak korban perdagangan anak juga rentan menjadi korban eksploitasi seksual, kerja paksa, atau bahkan menjadi alat untuk kegiatan kriminal lainnya. Selain itu, perdagangan anak juga merusak struktur sosial dan ekonomi masyarakat karena mengurangi potensi generasi muda untuk berkembang secara optimal. Dampaknya juga sangat terasa dalam jangka panjang, karena korban seringkali mengalami kesulitan dalam menciptakan hubungan sosial yang sehat dan membangun masa depan yang baik untuk dirinya sendiri.
Ilustrasi anak ketakutan (sumber: https://pixabay.com/id/)
Seperti kasus Perdagangan Anak di Palembang, Sumatera Selatan pada Sabtu (16/12/2023) sekitar pukul 12.00 WIB. Pelaku perdagangan anak di bawah umur berinisial MF (40) ditangkap polisi. Pelaku menjual korban melalui aplikasi kencan. Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Palembang Iptu Fifin Sumailan mengatakan kejadian korban yang berusia 13 tahun belum pulang ke rumahnya selama kurang lebih 1 bulan.
ADVERTISEMENT
Pelaku (MF) memperdagangkan korban yang masih di bawah umur ini melalui aplikasi kencan dan atas pengakuan pelaku, kegiatan ini sudah terjadi sebanyak 6 kali, ujar korban.
Atas perbuatan tersebut, menurut Undang-Undang disebutkan pelaku harus dijerat dengan Pasal 76 I Jo Pasal 88 UU RI No.35 Tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang No.23 tahun 2002, tentang perlindungan anak dengan ancaman penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta.
Dari kasus tersebut, sebagai orang tua penting untuk selalu berikan perhatian tak terbagi dan pengawasan lebih untuk menjaga anak. Selain itu, penting juga untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya perdagangan anak dan tanda-tanda yang perlu diwaspadai. Berdiskusilah dengan anak tentang pentingnya berhati-hati dalam berinteraksi dengan orang asing dan menjaga informasi pribadi mereka. Dengan menjaga hubungan yang kuat dan memberikan pemahaman tentang bahaya yang mungkin dihadapi, kita dapat melindungi anak-anak dari ancaman perdagangan manusia.
ADVERTISEMENT
Farida Nur'aini, mahasiswa Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta