Menakar Pendidikan Humanis dalam Pembelajaran Jarak Jauh

Fakhri Furqoni
Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Univesitas Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
10 Januari 2021 14:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fakhri Furqoni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menakar Pendidikan Humanis dalam Pembelajaran Jarak Jauh
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sudah sepuluh bulan lebih virus covid corona menyebar dan menjadi pandemi di Indonesia. Demi menimalisir penyebaran pandemi covid – 19, pemerintah pada bulan maret menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan hal itu berdampak kepada semua aspek kehidupan masyarakat salah satunya dalam sistem Pendidikan Indonesia. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia melalui surat no.11 tahun 2020 mengeluarkan kebijakan tentang Pembelajaran Jarak Jauh, dimana pembelajaran yang tadinya di sekolah tatap muka beralih menjadi daring di rumah. Walaupun akhir – akhir ini Mendikbud Nadiem Makarim menyerukan pada bulan Januari 2021 sekolah akan dibuka kembali dan tatap muka seperti biasa, tetapi hal itu masih menuai pro dan kontra dalam masyarakat serta masih menjadi pertimbangan berbagai pihak. Salah satunya Pemprov DKI Jakarta melalui siaran pers disitus PPID Jakarta, Sabtu (2/1/2020) yang memutuskan tetap melakukan pembelajaran dari rumah karena kasus covid – 19 yang semakin hari semakin naik. Dalam hal ini sudah hampir sepuluh bulan juga Pembelajaran Jarak Jauh berjalan didalam sistem pendidikan kita. Berbagai permasalahan terjadi didalam sistem pendidikan di masa pandemi ini mulai dari kuota internet yang tidak mencukupi, jaringan internet yang sulit, tidak tersedianya laptop atau handphone bagi siswa, guru yang gaptek akan teknologi, dan masih banyak lagi.
ADVERTISEMENT
Namun permasalahan yang paling substantif adalah hilangnya pendidikan humanis didalam pembelajaran jarak jauh. Pendidikan humanis didasari oleh adanya kesamaan kedudukan antar manusia, artinya didalam pembe lajaran harus ada interaksi dua arah dan dialog aktif antara guru dan murid, karena dengan hal itu murid dilibatkan dan dibebaskan untuk saling aktif berdiskusi dan berinovasi didalam kelas sehingga pembelajaran menjadi tidak pasif. Pada realitanya pembelajaran jarak jauh selama sembilan bulan ini berjalan dengan minim interaksi antara guru dan murid, dimana didalam beberapa kasus guru hanya memberikan tugas yang banyak kepada murid atau sekedar memberikan video pembelajaran saja. Ketika memakai aplikasi video conference juga siswa dan guru sangat minim interaksinya, berbeda sekali dengan pembelajaran tatap muka di kelas.
ADVERTISEMENT
Keadaan pembelajaran jarak jauh ini mirip dengan konsep pendidikan gaya bank yang dicetuskan oleh Paulo Freire. Menurut Freire didalam pembelajaran sering kali terjadi praktek “gaya bank”, dimana pendidik (guru) menjadi subjek didalam pembelajaran sedangkan murid hanyalah objek belaka atau dianggap sebagai deposit bank belaka yang hanya diisi oleh sang subjek (guru). Pada prakteknya guru hanya menjejali materi – materi terus menerus dan murid hanya menerima, mendengarkan, memberi soal dan mencatat tanpa diberi keterlibatan aktif didalam pembelajaran. Hal ini menjadi sangat ironi karena keadaan seperti ini menjadikan siswa hanya “menghafal” bukan “memahami” pelajaran. Menurut survey KPAI sebanyak 79,9 responden mengaku tidak ada interaksi sama sekali didalam pembelajaran dan guru hanya memberi tugas semata. Dari survey tersebut realitasnya siswa menjadi stress dan membuktikkan bahwa pembelajaran jarak jauh tidak mencerminkan pendidikan yang humanis.
ADVERTISEMENT
Banyak faktor yang menyebabkan Pembelajaran Jarak Jaruh tidak mencerminkan pendidikan yang humanis yaitu salah satunya pendidik yang tidak siap dengan keadaan sekarang ini. Dimana guru dan siswa banyak yang gagap teknologi dan aplikasi sehingga harus beradaptasi terlebih dahulu dan menghambat proses pembelajaran jarak jauh. Ditambah sumber daya Pembelajaran Jarak Jauh seperti laptop, handphone, dan kuota internet belum semua siswa punya. Kemudian orang tua yang menjadi pembimbing anak ketika belajar dirumah seringkali tidak mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi atau tidak mempunyai waktu karena pekerjaan yang sibuk sehingga ketika menemani dan membimbing anaknya ketika belajar di rumah menjadi tidak maksimal. Dari beberapa faktor tersebut akhirnya berdampak kepada tidak tersampainya pembelajaran aktif, kreatif dan humanis dan sehingga daya kognitif anak juga tidak berkembang dalam masa pembelajaran jarak jauh ini serta tujuan pembelajaran yang sedari awal sudah disusun menjadi tidak terlaksana dan tercapai.
ADVERTISEMENT
Walaupun begitu Kemendikbud sudah mulai melakukan evaluasi dan juga perbaikan seperti memberikan bantuan kuota internet kepada siswa dan guru atau pelatihan – pelatihan mengenai aplikasi dan teknologi bagi pendidik agar lebih baik lagi ketika melakukan pembelajaran jarak jauh. Maka dari itu kita harus terus mendorong dan mengawal pemerintah untuk terus mengevaluasi dimasa pembelajaran jarak jauh seperti ini. Pendidik juga didorong agar lebih kreatif dan aktif memakai teknologi dan aplikasi yang lebih variatif sehingga pendidikan humanis bisa tercipta didalam pembelajaran jarak jauh ini.
Referensi dan Daftar Pustaka
Paulo Freire. 1972. Pedagogy of The Oppressed. London : Penguin Books
Umar. Pendekatan Humanistik Dalam Porses Pembelajaran Program Pendidikan Kesetaraan Paket C. Jurnal Pendidikan Non Formal Vol. 13, No.2
ADVERTISEMENT
Hidayat, Rakhmat. 2011. Perspektif Sosiologi tentang Kurikulum. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Vol. 17, No. 2.
Hidayat, Rakhmat. 2011. Pengantar Sosiologi Kurikulum. Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA.