Budaya Rumah Apung Lanting yang Mulai Punah di Kalimantan

Fajar P
Menyukai berselancar di media sosial
Konten dari Pengguna
2 Maret 2022 11:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fajar P tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sungai Kapuas salah satu sungai terpanjang di Indonesia (sumber : shutterstock/Nuri yanto nugroho)
zoom-in-whitePerbesar
Sungai Kapuas salah satu sungai terpanjang di Indonesia (sumber : shutterstock/Nuri yanto nugroho)
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mungkin itulah sebutan yang cocok untuk pulau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia di bagian utara. Dilansir dari Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Daerah Aliran Sungai (BPPTDAS), tiga sungai terpanjang di Indonesia berada di pulau yang terkenal dengan ikon hewan bekantannya ini.
ADVERTISEMENT
Karena itu masih banyak masyarakat yang menghuni di daerah bantaran sungai. Tak memungkinkan pula, bahwa sebagian masyarakat di pinggiran sungai, tepatnya sekitaran Sungai Barito hingga Martapura mereka membangun perkotaan tepi sungai hingga pemukiman terapung yang bisa dipindah-pindahkan.
Rumah Lanting, sebutan yang kerap digunakan oleh masyarakat sekitar, untuk rumah yang terbuat dari batang pohon kawi dan mengapung di tengah aliran sungai di Kalimantan. Diameter pohon yang digunakan cukup besar sekitar satu hingga dua meter. Hampir semua bagian rumah ini terbuat dari kayu kawi ataupun kayu ulin.
Rumah Lanting dengan ukuran yang tidak terlalu besar ( sumber : shutterstock/Noupa)
Seperti benda yang mengapung lainnya, rumah Lanting juga memiliki jangkar yang dikaitkan pada bambu dan ditancapkan di dasar sungai, sial-sial agar tidak terbawa arus sungai jikalau deras.
ADVERTISEMENT
Pada zaman dahulu rumah ini difungsikan sebagai rumah bagi nelayan, alasannya tentu jika para nelayan itu pulang ke daratan akan memakan waktu yang lebih lama dan akan kehilangan ikan-ikan yang sudah menjadi target tangkapan mereka.
Rumah Lanting di hujan deras dengan kendaraan yang terparkir ( sumber 2022 : dokumenpribadi/nugrohofebianto)
Penghuni rumah ini kebanyakan berasal dari orang Tekeneng, Banjar, dan Dayak karena mereka sudah terbiasa beradaptasi dengan keadaan lingkungan mereka yang sebagian besar diapit oleh perairan sungai.
Sebagian mata pencaharian penduduk rumah lanting biasanya berdagang di pasar apung, nelayan atau membuat keramba ikan di depan rumah. Untuk menopang semua aktivitas itu, hampir di seluruh 'garasi' rumah lating terdapat perahu-perahu.
ADVERTISEMENT
Untuk kebutuhan listrik mereka mengandalkan sinar matahari yang ditampung pada sebuah panel surya, selain itu ada juga yang menggunakan tenaga generator solar untuk memenuhi kebutuhan penerangan di malam hari.
Rumah Lating di malam hari ( sumber 2019 : dokumenpribadi/Fariz Ardianto)
Kelebihan dari rumah lanting ini adalah sifatnya yang "mobile" alias bisa dipindahkan ke lokasi lain dengan cara ditarik dengan menggunakan perahu yang lebih besar maupun kapal feri. Rumah ini mengikuti ketinggian muka air sungai, sehingga tidak pernah kebanjiran pada saat banjir bandang sekalipun.
Namun sangat disayangkan untuk kebutuhan sanitasi dan pembuangan mereka masih mengandalkan sungai, seperti pembuangan limbah sampah rumah tangga, limbah kotoran manusia, serta limbah air cucian. Yang mana jika kondisi tersebut terus dibiarkan bisa mengakibatkan rusaknya ekosistem dan biota di sekitar sungai.
ADVERTISEMENT
Hal ini yang menyebabkan pemerintah Disbudpar (Dinas Budaya dan Pariwisata) di Banjarmasin mulai melakukan peremajaan pada rumah lanting, yang mulanya sebagai hunian akan dialihkan menjadi objek wisata. Wah, sepertinya sudah saatnya tugas kita menjaga warisan budaya yang satu ini.