Pemuda Adat Papua Selamatkan Hutan

Ewil Manoa Woloin
Mahasiswa S1 Perbandingan Mazhab Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
Konten dari Pengguna
25 September 2023 14:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ewil Manoa Woloin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
foto bersama peserta di bawa pohon merbau. foto : alif/greenpeace indonesia
zoom-in-whitePerbesar
foto bersama peserta di bawa pohon merbau. foto : alif/greenpeace indonesia
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Orpa Novita Yoshua terlihat ceria.
Ia memang sedang merasa senang bisa bergabung dengan anak-anak muda adat dari berbagai wilayah di Tanah Papua.
ADVERTISEMENT
Mereka duduk bersama membicarakan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan wilayah adat mereka di Tanah Papua.
Lalu mencari solusi bersama untuk menjaga kelangsungan hutan dan tanah adat Papua dari Sorong sampai Merauke.
Kata Orpa, perempuan muda adat dari suku Namblong –yang berjuang melawan perusahaan sawit di Jayapura, Jumat (22/9/2023).
foto : ewil manoa woloin, sedang memasuki tempat kegiatan FDC. foto: cristin/mahasiswa unipa
Mayoritas peserta berasal dari Sorong Raya, seperti Kota Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, Maybrat, Tambraw, dan Raja Ampat.
Perkumpulan Pemuda Generasi Malaumkarta Raya, Kabupaten Sorong, mengirimkan lima anak muda adat Moi Malaumkarta Raya, yaitu Soraya Do, Yunus Magablo, Jois Magablo, Bastian Magablo, dan Yonatan Su.
Orpa termasuk salah satu dari beberapa perwakilan anak muda adat dari luar Sorong Raya.
Selain Orpa dari Jayapura, ad ajuga perwakilan dari Pegunungan Arfak, Manokwari, Boven Digoel, Bintuni, Jayapura, hingga Merauke.
ADVERTISEMENT
Sebagian dari mereka datang dari komunitas masyarakat adat yang terdampak ekspansi industri ekstraktif ke Tanah Papua.
FDC diselenggarakan Greenpeace Indonesia berkolaborasi dengan Sadir Wet Yifi dan Bentara Papua pada 20-22 September 2023.
Sadir Wet Yifi --berasal dari bahasa suku Tehit yang berarti ‘suara anak muda’-- adalah komunitas anak-anak muda adat Knasaimos.
Selama tiga hari, peserta FDC mengikuti serangkaian diskusi, lokakarya, hingga belajar melakukan pemetaan partisipatif wilayah adat.
Mereka bermalam di dalam hutan desa, di rumah - rumah pondok yang dibangun dari kayu dan beratap anyaman daun sagu.
Ikut meriung di hutan, para mama dari Kampung Manggroholo-Sira.
Mereka memasak dan menjamu para peserta dengan pangan lokal seperti sagu bakar, papeda, keladi, betatas, ubi.
ADVERTISEMENT
Dalam berbagai kesempatan diskusi, para peserta membagikan kisah tentang masalah yang dihadapi masyarakat adat, baik di komunitas mereka sendiri maupun komunitas masyarakat adat lain.
Usai kegiatan ini, mereka akan bersama-sama menyerukan penyelamatan hutan dan pengakuan masyarakat adat kepada pemerintah.
Hutan Papua adalah hutan hujan terbesar yang masih tersisa di Indonesia dan dihuni oleh ribuan flora dan fauna.
Banyak di antaranya merupakan endemik dan beberapa di antaranya masih baru bagi ilmu pengetahuan.
Selain surga keanekaragaman hayati, Tanah Papua juga menjadi rumah bagi lebih dari 271 suku masyarakat adat yang hidup tersebar dari pesisir hingga pedalaman hutan belantara Papua.