Nurani Jadi Sebuah Harapan

ewia ejha putri
1. Pimpinan Lembaga PKBM Pahlawan kerinci. 2. Anggota LHKP Muhammadiyah Jambi 3. Pengamat Sosial
Konten dari Pengguna
9 November 2023 9:17 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ewia ejha putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pemimpin. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemimpin. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kekuasaan merupakan ujian nyata bagi integritas dan moralitas individu. Seseorang yang tampaknya baik dan jujur dalam kehidupan sehari-hari dapat dengan cepat berubah menjadi sosok yang korup ketika mendapat posisi berkuasa.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, individu yang dihormati karena kejujurannya dapat terjerumus dalam tindakan yang curang ketika mendapatkan kekuasaan. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan penting tentang peran moral, agama, dan hukum dalam mencegah perubahan negatif ini.
Di Indonesia, pola serupa dengan mudah ditemukan di berbagai lapisan masyarakat. Para wakil rakyat yang seharusnya mewakili kepentingan rakyat seringkali menjadi sosok yang lebih peduli pada korupsi daripada pelayanan kepada rakyat. Bahkan pemimpin yang dipilih oleh rakyat pun terkadang terlibat dalam tindakan korupsi, sementara rakyat terus menderita akibat perilaku ini.
Dalam dunia pendidikan, guru yang seharusnya menjadi teladan dalam membentuk karakter generasi muda, terkadang terlibat dalam perilaku yang merugikan pendidikan. Mereka menunjukkan resistensi terhadap keragaman pandangan, yang menyebabkan mutu pendidikan di Indonesia tetap rendah di tingkat global.
ADVERTISEMENT
Di bidang ekonomi, pola serupa juga dapat ditemukan. Para ahli ekonomi gagal membangun sistem ekonomi yang berbasis pada prinsip keadilan sosial, sehingga kesenjangan sosial semakin membesar antara kelompok kaya dan miskin.
Karl Marx. Foto: Getty Images
Para pemimpin agama pun tidak terlepas dari kritik. Beberapa di antara mereka menggunakan konsep surga dan neraka untuk memanipulasi orang yang cenderung lebih rentan terhadap pengaruh. Dalam prosesnya, pemimpin agama semakin memperkaya diri mereka sendiri, sementara pengikut mereka terus menderita akibat manipulasi ini. Seperti yang diungkapkan oleh Karl Marx, agama bisa menjadi candu yang digunakan oleh segelintir elite agama untuk menyembunyikan ketidakadilan sosial yang nyata.
Namun, yang paling mengkhawatirkan mungkin terjadi di sektor kesehatan. Orang-orang yang diandalkan masyarakat untuk merawat dan menyembuhkan tubuh seringkali terlibat dalam tindakan penipuan atau bahkan mengabaikan orang-orang yang membutuhkan mereka.
ADVERTISEMENT
Semua masalah ini pada dasarnya bisa diatasi jika penegak hukum menjalankan tugas mereka dengan sungguh-sungguh. Namun, kenyataannya seringkali berbeda. Moralitas dan hukum seringkali terasa lemah dalam masyarakat yang ditandai oleh budaya yang korup dan penegak hukum yang rapuh.
Dalam situasi di mana moralitas dan hukum terpuruk, nurani menjadi satu-satunya pertahanan yang tersisa. Nurani, yang berasal dari kata Latin "Conscientia," merujuk pada pengetahuan moral yang ada dalam diri manusia. Hal ini juga mencakup kemampuan individu untuk menilai diri mereka sendiri, apakah mereka telah menjadi manusia yang baik atau belum.
Ketika sistem politik dan hukum mengalami krisis, nurani berperan sebagai kompas moral yang membimbing individu untuk bertindak dengan benar dalam situasi tertentu. Meskipun nurani bisa diabaikan sementara waktu, namun ia akan terus berbicara sampai diindahkan.
ADVERTISEMENT
Mengabaikan nurani dapat menciptakan ketegangan dalam diri, yang bisa mengakibatkan gangguan tidur dan berbagai penyakit fisik maupun mental. Kecanduan narkoba juga seringkali muncul karena individu terus mengabaikan nurani mereka.
Ilustrasi perempuan bahagia. Foto: Mumemories/Shutterstock
Beberapa pemikir melihat nurani sebagai suara moralitas yang mengingatkan manusia tentang prinsip-prinsip moral. Suara ini tidak membiarkan kesalahan dan kejahatan terus berlanjut, dan individu hanya perlu mendengarkan nurani mereka untuk mendengar suara moralitas itu.
Di sisi lain, ada yang melihat nurani sebagai cerminan dari suara moral masyarakat. Nurani mencerminkan apa yang dianggap baik dan buruk dalam masyarakat tertentu. Nurani bersifat relatif dan mencerminkan norma-norma sosial. Ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Sigmund Freud sebagai "Super Ego."
Dalam pemikiran Asia, nurani dianggap sebagai suara kesadaran murni dalam diri manusia. Kesadaran murni ini adalah hakikat sejati manusia yang ada sebelum pikiran dan emosi muncul. Dalam kesadaran murni, segala sesuatu dalam alam semesta dipandang sebagai satu kesatuan.
ADVERTISEMENT
Moralitas berasal dari kesadaran semacam ini, bukan hanya sekelompok peraturan yang harus diikuti atau tradisi yang tak boleh dipertanyakan. Dengan kesadaran ini, tindakan baik terhadap semua makhluk menjadi alami, seolah individu membantu diri mereka sendiri tanpa motivasi materialistik atau ancaman surga dan neraka.
Saat ini, Indonesia sepertinya berada dalam krisis nurani. Banyak individu yang mengabaikan nurani mereka. Mereka cenderung mengikuti budaya korup yang ada tanpa berpikir kritis. Oleh karena itu, mendidik nurani menjadi suatu keharusan mendesak.
Ilustrasi layanan pendidikan. Foto: Kemenkeu RI
Pendidikan nurani harus menjadi bagian integral dari pendidikan spiritualitas. Ada tiga komponen kunci yang harus diperhatikan. Pertama, adalah pendidikan tentang rasa malu. Individu harus diajarkan untuk merasa malu jika mereka melakukan kesalahan atau melanggar hukum.
ADVERTISEMENT
Kedua, pendidikan tentang rasa pantas juga penting. Individu harus memahami peran mereka dalam masyarakat dan menjalankannya dengan baik sebagai tanda martabat manusia. Kegagalan dalam menjalankan peran ini, terutama jika disengaja, harus membuat individu merasa tidak pantas sebagai manusia yang bermartabat.
Ketiga, memberikan ruang kebebasan dalam pendidikan sangat penting. Pendidikan di Indonesia seringkali otoriter, mengutamakan hapalan dan kepatuhan pada keseragaman. Oleh karena itu, individu perlu mendapatkan ruang kebebasan untuk menjauh dari budaya dan sistem yang korup. Ini memungkinkan mereka untuk melihat ke dalam diri mereka sendiri dan mendengarkan nurani mereka.
Meskipun awalnya kebebasan ini mungkin menakutkan, namun seiring waktu, akan tercipta batas-batasnya sendiri dan membawa perubahan yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Harapannya, Indonesia bisa menjadi negara yang lebih mendengarkan nurani. Meskipun sistem dan budayanya mungkin korup, jika setiap individu terbiasa mendengarkan nurani yang terus berbicara, maka perubahan besar dapat terjadi tanpa kekerasan. Nurani mungkin bukan suara Tuhan, tetapi seringkali menjadi suara semesta yang terus memanggil kita menuju kebaikan. Semoga saja!