Kegelapan Batin

ewia ejha putri
1. Pimpinan Lembaga PKBM Pahlawan kerinci. 2. Anggota LHKP Muhammadiyah Jambi 3. Pengamat Sosial
Konten dari Pengguna
28 Maret 2024 17:38 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ewia ejha putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ruangan gelap. Foto: needpix
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ruangan gelap. Foto: needpix
ADVERTISEMENT
Di balik gemerlap teknologi dan kehidupan modern yang serba cepat, tersembunyi cerita-cerita kelam yang mencengangkan. Kasus seorang ibu yang meninggalkan anaknya demi kesenangan pribadi, remaja yang terjerumus dalam kekerasan seksual, hingga dewasa yang mengakhiri hidupnya karena persoalan cinta.
ADVERTISEMENT
Peristiwa-peristiwa ini menciptakan pertanyaan yang menggelitik: Apa yang terjadi dengan manusia zaman ini? Mengapa kesehatan mental semakin terkoyak di tengah arus zaman yang berliku?
Saya mencari jawaban dari sudut pandang seorang pakar psikiatri, yang merangkai teori dan pengalaman praktis untuk mengurai tabir gelap zaman kontemporer. Menurutnya, perubahan sosial yang pesat menjadi katalisator utama dari kebobrokan kesehatan mental masa kini. Globalisasi yang tak terbendung membawa dampak ganda: akses tanpa batas pada informasi, tetapi juga tekanan tak terduga bagi individu untuk terus berkompetisi.
Teknologi, sang jagoan era modern, membuka pintu menuju dunia baru namun juga menyulut kecemasan dan ketidakseimbangan emosional. Pola tidur terganggu, interaksi sosial yang semakin berkurang, dan ketergantungan pada media sosial menjadi bumerang yang merenggut kedamaian batin banyak individu.
ADVERTISEMENT
Tak kalah pentingnya adalah tekanan ekonomi yang menghimpit. Ketidakpastian finansial, persaingan yang mencekik, dan tekanan untuk mencapai kesuksesan materi mengubah manusia menjadi mesin yang kelelahan. Dalam gelombang ini, kesehatan mental sering kali menjadi korban yang terpinggirkan.
Namun, perubahan struktur keluarga juga memiliki peran besar. Keluarga yang retak, kurangnya dukungan sosial, dan trauma masa kecil membentuk lanskap kesehatan mental yang rapuh. Ironisnya, dalam era di mana konektivitas seharusnya mempererat hubungan, banyak individu merasa terisolasi dan terasing.
Ketika kita memasuki ranah kekerasan seksual dan tragedi percintaan, kegelapan semakin mengintensifkan. Ketidaksetaraan gender, paparan terhadap kekerasan dalam media, dan kurangnya pendidikan seks menciptakan ladang subur bagi perilaku-perilaku merusak.
Namun, di tengah kegelapan, ada cahaya harapan. Para pakar psikiatri menyerukan pendekatan holistik dan intervensi yang lebih dini. Pendidikan kesehatan mental sejak dini, dukungan sosial yang kuat, dan kerja sama lintas sektor menjadi kunci dalam memerangi kebobrokan kesehatan mental.
ADVERTISEMENT
Dalam lanskap yang gelap ini, penting bagi kita untuk menapak dengan hati-hati. Kita harus membuka mata, mendengar cerita, dan merangkul perubahan. Kesehatan mental adalah hak asasi manusia yang harus dijunjung tinggi, dan hanya dengan bersama-sama kita dapat mengatasi tantangan zaman ini. Itulah panggilan untuk bergerak maju, menerangi kegelapan, dan membawa kehidupan yang lebih seimbang bagi semua.