Dari Kegelapan Menuju Pencerahan

ewia ejha putri
1. Pimpinan Lembaga PKBM Pahlawan kerinci. 2. Anggota LHKP Muhammadiyah Jambi 3. Pengamat Sosial
Konten dari Pengguna
29 September 2023 19:29 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari ewia ejha putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ruangan gelap. Foto: needpix
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ruangan gelap. Foto: needpix
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam hening, air mata terus mengalir tanpa kendali. Kehidupan membawa kita ke dalam jurang sepi yang tak berujung. Keluarga dan teman-teman seakan menghilang dalam kegelapan, meninggalkan kita dalam keadaan batin yang suram, di mana ketidakberdayaan menyebar tanpa batas.
ADVERTISEMENT
Karl Jasper, seorang filsuf berkecerdasan tajam dari Jerman, mengidentifikasi momen-momen ini sebagai “situasi batas.” Situasi ini melibatkan penderitaan, kematian, rasa bersalah, ketergantungan pada nasib, dan pertarungan di tengah badai bencana. Situasi batas adalah cermin yang memantulkan ketidakberdayaan dan keterbatasan manusia. Tetapi lebih dalam lagi, cermin ini membawa kita pada pemahaman akan eksistensi Tuhan.
Krisis adalah arus yang tak terhindarkan dalam arus kehidupan kita. Kematian orang yang kita cintai, keruntuhan bisnis yang dibangun atas impian dan tekad, dan luka hati akibat pengkhianatan, semuanya adalah ujian yang harus kita hadapi. Jasper mendorong kita untuk menyambut semua ini dengan kepala tegak. Krisis adalah momen di mana kita membuka diri pada dimensi yang tak terbatas, bahkan, merasakan kehadiran Tuhan dalam eksistensi kita.
ADVERTISEMENT
Namun, banyak yang merasa takut akan luka ini. Mereka mencari pelarian dalam dunia hiburan semu seperti alkohol, seks bebas, dan narkoba. Padahal, luka batin sebenarnya adalah pintu menuju pemahaman yang lebih mendalam tentang diri kita sendiri. Penderitaan dan kekecewaan adalah mahkota yang bersinar mencerminkan keagungan jiwa.
Luka adalah peluang, dan krisis adalah panggung pertumbuhan. Keduanya membuka pintu pada pencarian makna eksistensial yang sejati. Seperti yang pernah diungkapkan oleh filsuf dan sastrawan Prancis, Albert Camus, banyaknya penderitaan yang tampaknya tanpa makna dalam dunia ini mungkin hanyalah pantulan dari absurditas eksistensi.
Kita tak selalu bisa menjelaskan mengapa penderitaan datang atau mengapa bencana melanda. Hidup ini absurd karena seringkali melebihi pemahaman rasional manusia. Namun, mungkin, di dalam absurditas itu, kita akan menemukan makna yang sesungguhnya dalam hidup.Kekecewaan, penderitaan, dan krisis bukanlah bumbu kehidupan, melainkan justru esensi dari kehidupan itu sendiri  menuju pencerahan.
ADVERTISEMENT