Paradoks Hak dan Kewajiban Warga Negara: Antara Aspirasi dan Kenyataan

Eullis Sholehah
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Konten dari Pengguna
21 April 2024 13:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eullis Sholehah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
pict by pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
pict by pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hak dan kewajiban warga negara merupakan hal fundamental dalam kehidupan bernegara. Namun kenyataannya, seringkali terjadi paradoks antara aspirasi dan kenyataan mengenai hak dan kewajiban warga negara.
ADVERTISEMENT
Hak warga negara dalam UUD 1945
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, dalam kenyataannya tidak semua hak tersebut dapat dinikmati sepenuhnya oleh seluruh warga negara.
Lalu Apa saja kenyataan yang terjadi ??
Dalam hal pendidikan Hak atas pendidikan merupakan hak fundamental yang dijamin oleh konstitusi Indonesia, yaitu UUD 1945 Pasal 26 ayat (2) yang menyatakan bahwa "Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan". Hal ini diperkuat dengan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya, seperti UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun, di balik amanat konstitusi tersebut, terdapat paradoks yang kompleks dalam pemenuhan hak pendidikan bagi warga negara. Paradoks ini termanifestasi dalam berbagai kesenjangan dan permasalahan yang dihadapi oleh sistem pendidikan di Indonesia seperti (1)kesenjangan akses pendidikan, misalnya distribusi infrastruktur dan kualitas pendidikan masih timpang antara daerah maju dan tertinggal. (2) kesenjangan mutu pendidikan misalnya ketersediaan guru yang berkualitas dan terlatih belum merata di seluruh Indonesia, sarana dan prasarana pendidikan yang kurang memadai. (3) kesenjangan hasil pendidikan misalnya tingkat putus sekolah yang masih tinggi, ketrampilan lulusan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasar.
ADVERTISEMENT
Indonesia juga telah menetapkan pendidikan dasar wajib selama 12 tahun yang harus diikuti setiap warga negaranya. Aspirasi ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Meskipun demikian, angka putus sekolah masih cukup tinggi. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, pada Juni 2023 angka putus SD mencapai 0,13 persen, SMP 1,06 persen, dan SMA 1,38 persen (Kompas.com 26/6/2023). Angka nominalnya sangat besar karena pada periode yang sama jumlah total murid SD mencapai 24.035.934 orang, SMP 9.970.737 orang, dan SMA 5.317.975 orang (Monavia Ayu Rizaty, 2023). Belum terhitung sekolah kejuruan dan lembaga pendidikan sebelum SD. Angka ini menunjukkan bahwa hak pendidikan dasar belum sepenuhnya dinikmati oleh seluruh warga negara.
ADVERTISEMENT
Dalam hal kesehatan terbukti masih tingginya masalah stunting di Indonesia. Statistik PBB 2020 mencatat, lebih dari 149 juta (22%) balita di seluruh dunia mengalami stunting, dimana 6,3 juta merupakan anak usia dini atau balita stunting adalah balita Indonesia. Menurut UNICEF, stunting disebabkan anak kekurangan gizi dalam dua tahun usianya, ibu kekurangan nutrisi saat kehamilan, dan sanitasi yang buruk (Paudpedia.Kemdikbud.go.id). Kurniasih wakil ketua komisi IX DPR RI menjelaskan PR besar penanganan stunting harus segera diatasi. Sehingga target pencapaian penurunan stunting sebesar 14 persen di tahun 2024 ini dapat terealisasi dengan baik.
Demikian juga dengan masih tingginya jumlah penduduk miskin dan pengangguran yang menandakan hak pekerjaan dan kesejahteraan belum dinikmati sepenuhnya (BPS, 2020) . Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran di Indonesia mencapai 7,86 juta orang per Agustus 2023, dari total 147,71 juta angkatan kerja (cnnindonesia.com).
ADVERTISEMENT
Apa saja paradoks yang terjadi pada kewajiban warga negara?
UUD 1945 juga jelas mengatur berbagai kewajiban warga negara seperti membayar pajak, menjalankan syariat Islam bagi warga negara beragama Islam, serta mematuhi dan taat pada peraturan perundang-undangan. Namun dalam kenyataannya, kepatuhan masyarakat terhadap berbagai kewajiban tersebut masih perlu ditingkatkan. Misalnya saja masih rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak yang menyebabkan penerimaan pajak di bawah potensi optimal (Kementerian Keuangan, 2021). Demikian juga masih terjadi pelanggaran terhadap aturan lalu lintas, tata tertib, dan penegakan hukum lainnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat paradoks antara hak dan kewajiban warga negara sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan UU dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Hal ini menunjukkan perlu upaya bersama dari pemerintah dan masyarakat untuk merealisasikan aspirasi hak asasi manusia sekaligus meningkatkan kepatuhan terhadap kewajiban bernegara. Partisipasi aktif seluruh warga negara dalam mewujudkan hak dan menjalankan kewajibannya menjadi kunci penyelesaian paradoks ini.
ADVERTISEMENT