Religiusitas dalam Tradisi Saprahan

Edwin Mirzachaerulsyah
Saya merupakan seorang dosen dan peneliti di bidang sejarah. Fokus kajian saya pada bidang sejarah sosial, sejarah kebudayaan dan pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah. Saya mengajar di Universitas Tanjungpura Pontianak Kalimantan Barat.
Konten dari Pengguna
18 Maret 2024 15:22 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Edwin Mirzachaerulsyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto tradisi saprahan pada masyarakat Melayu Sambas (Dokumentasi pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Foto tradisi saprahan pada masyarakat Melayu Sambas (Dokumentasi pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tradisi Saprahan bagi sebagian pembaca mungkin masih terasa asing. Ada sebagian besar masyarakat yang telah mengetahui tradisi ini akan menyangka bahwa tradisi ini mirip dengan acara jamuan makan yang dilakukan ulama-ulama atau para habib selepas kegiatan majelis ta'lim ataupun pengajian.
ADVERTISEMENT
Ya! Tradisi Saprahan merupakan tradisi yang berhubungan dengan acara jamuan makan pada masyarakat Melayu di Sambas dan Pontianak Kalimantan Barat. Tradisi ini dilakukan pada acara-acara tertentu yang dianggap sakral seperti pernikahan, khitan, ruwahan, ataupun acara pada hari-hari besar umat Islam seperti lebaran.
Menurut Hamidy bahwa tradisi merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat, artinya bahwa tradisi memegang peranan penting dalam memahami perilaku masyarakat dalam satu entitas, kelompok atau komunitas tertentu sehingga seseorang akan dapat mengetahui jenis tradisi yang berkembang, apakah tradisi itu ada hubungannya dengan budaya, kepercayaan atau agama dengan masyarakat tersebut.
Masyarakat Melayu merupakan umat Muslim yang taat. Di mana dapat kita ketahui dalam aktivitas kehidupan sehari-hari maupun lingkungan tempat tinggalnya. Dalam kehidupan sehari-hari religiusitas masyarakat Melayu terlihat dari cara berpakaian atau berbusana serta dalam komunikasi antar masyarakat.
ADVERTISEMENT
Hal ini yang kemudian juga tergambar pada tradisi-tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat Melayu. Tradisi saprahan salah satunya. Tradisi ini telah turun temurun dilaksanakan oleh masyarakat Melayu di Sambas maupun di Pontianak. Saprahan atau makan bersama dalam posisi berhadap-hadapan dengan sajian makanan khas Melayu yang dituangkan dalam piring-piring serta dihampar pada sebuah nampan atau tampah besi dengan lauk pauk menggambarkan lima perkara. Lima atau enam perkara ini melambangkan rukun Islam sedangkan jika lauknya berjumlah enam perkara artinya melambangkan rukun iman.
Dalam tradisi saprahan religiusitas masyarakat Melayu yang melaksanakan tradisi ini juga termanifestasi dalam budaya berbusananya. Mereka yang hadir menggunakan pakaian adat Melayu ataupun busana muslim, bersongkok dan berjilbab bagi wanita. Sebelum acara di mulai biasanya dilakukan doa bersama dengan dipimpin oleh tokoh masyarakat atau tokoh agama setempat. Jika pada masyarakat Melayu Sambas doa hanya dilakukan di awal dan setelah selesai acara dilanjutkan dengan bersalam-salaman dengan tuan rumah namun pada masyarakat Melayu Pontianak acara saprahan ditutup dengan bacaan shalawat.
ADVERTISEMENT
Tradisi Saprahan menggambarkan religiusitas yang ada pada masyarakat Melayu baik di Sambas maupun Pontianak. Tradisi Saprahan saat ini menjadi warisan budaya takbenda yang terus dilestarikan oleh masyarakat Melayu di kedua daerah tersebut.
Edwin Mirzachaerulsyah, Mita Dea Rosita, Alpi Wahyu Tiningsih, Imamah Candra Kasih. Universitas Tanjungpura Pontianak.