Teror Pocong Kiriman (Tamat)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
12 April 2020 0:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Teror pocong kiriman, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Teror pocong kiriman, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menjelang setelah asar Pakde Anom sudah terlihat datang ke rumah keluarga pak Saiful. Lelaki paruh baya itu menyambutnya penuh suka cita.
ADVERTISEMENT
Ujung matanya juga menangkap dua sosok pemuda lain di belakang Pakde Anom. Seolah mampu membaca pikiran, pakde Anom pun menjawab: “Ini murid-muridku Pul, mereka juga akan membantu proses peruwatan nanti."
“Oh, begitu pakde,” jawab pak Saiful sembari mempersilakan ketiganya masuk ke dalam rumah.
Pukul 11 malam, kompleks perumahan terlihat mulai sepi. Tampak dua orang pemuda yang dibawa pakde Anom menggali tanah dengan sekop dan memendam sesuatu di empat sudut penjuru rumah.
Tujuannya adalah menanam pagar gaib untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan saat proses ritual pengusiran. Pak Saiful tampak mengintip dari jendela di dalam rumah mengamati aktivitas tersebut. Sebuah tepukan pelan di bahu kanan membuatnya menoleh. Dilihatnya Pak Hasan mencoba memberikan keyakinan bahwa semua akan baik-baik saja.
ADVERTISEMENT
Kedua anak dan istrinya memang tidak ikut serta malam ini, karena memang dititipkan menginap di rumah pak RT. Hanya pak Hasan saja anggota keluarganya yang menemani sang empu rumah.
Tak lama kemudian kedua pemuda itu kembali memasuki dalam rumah dengan kedua tangan dan kaki yang kotor dari bekas menggali tanah. Mereka tampak berbicara serius dengan pakde Anom. Setelahnya, Pak Saiful mempersilahkan keduanya untuk membersihkan diri di kamar mandi.
Malam makin larut, Pakde Anom mendekati Pak Saiful untuk meminta izin murid-muridnya menelusuri seluruh area dalam rumah. Yang mana mereka diberi tugas untuk mencari sumber wujud benda yang menjadi wadah pocong kiriman saat Pakde Anom melangsungkan ritual.
Dan memang benda itu harus cepat-cepat ditemukan. Karena wujudnya tak bisa ditemukan secara kasat mata begitu saja. Pak Saiful mengangguk menyetujui.
ADVERTISEMENT
Setelahnya Pakde Anom duduk bersila di lantai ruang tamu sembari memejamkan mata. Di saat yang sama kedua pemuda itu turut meninggalkan ruangan, memisahkan diri memeriksa seluruh area dalam rumah.
Ilustrasi pakde Anom bersila, dok: pixabay
Setengah jam kemudian, Pak Saiful dan Pak Hasan yang tak jauh dari tempat Pakde Anom bersila, dikejutkan oleh suara-suara ramai dari luar rumah.
Seolah memang banyak orang di luaran sana. Karena penasaran, pak Saiful dan pak Hasan berjalan ke arah jendela untuk mengintip. Namun hal itu segera dicegah oleh salah satu pemuda, murid dari [akde Anom yang kebetulan mengetahuinya.
“Jangan pak!, biarkan saja,” ujarnya.
“Kenapa de?, mungkin saja itu para tetangga,” jawab Pak Saiful heran.
Pemuda yang diketahui bernama Fandi itu tampak tersenyum kikuk “Bukan pak, itu bukan manusia. Mereka memang berusaha untuk memancing kita">
ADVERTISEMENT
“Maksudnya jin?".
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/chillbanana313]
“Ya begitulah, sepertinya mereka bala bantuan yang sengaja dikirim untuk membantu si pocong kiriman".
“Tau dari mana de?,” tanya Pak Saiful yang masih penasaran.
“Mbah Anom sudah memberitahu kami sebelumnya, itulah fungsi memasang pagar-pagar gaib tadi. Untuk mencegah mereka masuk. Saya mohon bapak tunggu di sini dengan tenang dan bantu kami dengan doa".
Tiba-tiba terdengar suara dentuman keras dari ujung ruangan yang diketahui adalah dapur. Fandi yang sigap segera berteriak memanggil rekannya.
“Man.. Man!, ada di dapur!," Fandi segera melesat ke ruang dapur, disusul dengan Amman yang ikut berlari setelahnya. Jantung pak Saiful berdegup kencang. Peristiwa di luar nalar itu kembali berlangsung.
Rasa penasaran menyelimuti hati akan apa yang terjadi di tempat Fandi. Namun pak Hasan kembali mengingatkan agar tetap mengindahkan peringatan yang mereka berikan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Keduanya pun kembali terduduk di salah satu kursi ruang tamu sembari membaca doa-doa yang dihafal. Berharap semoga semua ini segera berakhir.
Pakde Anom kembali membuka mata dan beranjak dari posisi silanya. Dengan mimik serius, lelaki tua itu ikut berjalan ke arah dapur di mana Fandi dan Amman berada. Tiba-tiba saja suhu dalam rumah menjadi naik secara drastis.
Panas dan pengap yang mereka rasakan. Bahkan kipas angin yang pak Saiful nyalakan tidak begitu berefek menurunkan suhu ruangan.
Ilustrasi suhu menjadi panas, dok: pixabay
Tak berselang lama, keduanya mendengar suara geraman dari arah dapur. Karena tak sanggup lagi menahan rasa penasaran, Pak Saiful pun segera beranjak dari tempatnya meski sempat dicegah oleh pak Hasan. Hanya saja sesampainya di sana, ternyata pintu dapur sudah dalam keadaan tertutup.
ADVERTISEMENT
Dari dalam ia mendengar keributan. Seperti suara orang yang memang sedang melakukan pergulatan. Entah apa yang terjadi di dalam sana.
Yang mampu mereka lakukan hanya ikut menunggu di depan pintu dapur yang tertutup itu. Suara pergulatan itu makin terdengar menegangkan, belum lagi suara riuh yang kini makin terdengar jelas di luar rumah. Benar-benar mencekam.
[BRUKKK BRUKKK!]
Pintu dapur berderu beberapa kali seolah ada yang berusaha mendobrak keluar dari dalam. Hal itu membuat Pak Saiful dan Pak Hasan langsung memundurkan kaki beberapa langkah.
“Fandi.. Tahan Amman!,” Teriak Pakde Anom dari dalam sana.
[BRUK!! BRUKKK!!!]
Kejadian tersebut berlangsung cukup lama, hingga akhirnya pintu yang berusaha didobrak tiba-tiba menjadi hening seketika.
Malam itu terasa sangat panjang bagi Pak Saiful. Pasalnya, proses peruwatan yang dilakukan ternyata tidak berjalan mudah. Entah sudah berapa lama mereka bertiga bergulat dengan sesuatu tak kasat di dalam sana.
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya daun pintu itu mulai bergerak, bergeser menampakkan celah hingga terbuka semua. Dilihatnya Pakde Anom berjalan lunglai sembari dipapah oleh kedua muridnya.
Raut wajah ketiganya cukup pucat dengan peluh-peluh yang jatuh dari dahi masing-masing. Menampakkan kelelahan yang nyata.
Pak Saiful dan Pak Hasan yang melihat, segera saja ikut membantu mereka. Didudukkannya orang tua itu di sebuah sofa Panjang.
Setelah meneguk air putih yang diberikan Pak Hasan dan Pakde Anom mulai bisa mengatur napasnya kembali secara normal. Pak Saiful yang tak sabar langsung mengajukan pertanyaan.
“Gimana pakde?,”
Pakde Anom tersenyum tipis.
“Tak usah khawatir Pul. Aku sudah berhasil menangkapnya,” jawabnya sembari menunjukkan sesuatu yang dibungkus kain mori di salah satu genggaman tangan.
ADVERTISEMENT
“Apa itu pakde?”
“Ya ini, yang dipake buat error keluargamu. Isinya pocong kiriman yang bernama Wardi itu, mau lihat?,”
Pak Saiful begidik ngeri dan langsung menggeleng menolak “Gak usah pakde. Jadi pocongnya sekarang benar-benar hilangkan dari sini?,”
“Ya iya lah, mungkin dukun yang ngirim bakal kalang kabut nyari ingon-ingone (peliharaannya),”
“Lalu, apa dukunnya bakal ngirim pocong lain buat keluarga saya?” tanya pak Saiful sedikit khawatir.
“Kamu gak perlu cemas Pul, rumah kamu sudah kupagari. Besok tinggal sisa pembersihannya. Yah, melawan kiriman itu memang cukup berat. Untung saja, aku sudah mempersiapkan semuanya dengan matang. Jadi, yang ngirimin kamu dalam beberapa waktu gak akan bisa berbuat macam-macam. Kemungkinan besar juga kapok!,” jelas Pakde Anom sembari tersenyum misterius.
ADVERTISEMENT
Meski kurang begitu paham akan pernyataan pakde Anom, terbesit kelegaan yang luar biasa di dalam hatinya.
“Terima kasih pakde, terima kasih atas bantuannya.”
-Tamat-