Kata Siapa Banyak Anak Banyak Rezeki?

Diyan Agustiyana
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
8 Juni 2021 9:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Diyan Agustiyana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Data Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN menunjukkan bahwa terdapat tambahan 400-500 ribu terhadap angka kelahiran tidak diinginkan di Indonesia selama tahun 2020. Artinya terdapat kenaikan 10% dari angka rata-rata kelahiran setiap tahun, yaitu sekitar 4-5 juta kelahiran. Kenaikan ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan alat kontrasepsi.
Bayi yang baru lahir. Sumber: pexels.com
Dengan meningkatnya angka kelahiran ini, tentunya akan membawa beberapa dampak negatif bagi Indonesia, baik itu dalam bidang perekonomian, penggunaan sumber daya alam, maupun pencemaran lingkungan akibat terjadinya pengurangan lahan hutan dan area hijau lainnya.
ADVERTISEMENT
Dalam situasi pandemi, kondisi perekonomian terganggu, perusahaan masih berusaha untuk mengurangi pengeluarannya dengan mengurangi tenaga kerja. Dengan hilangnya pekerjaan & sumber penghasilan, tentu akan sulit untuk membiayai anggota keluarga baru. Bagi negara, hal ini juga menjadi tantangan, dimana angka pengangguran mencapai 9,77 juta per Februari 2021 (berdasarkan data BPS), sementara hanya ada 1,3 juta lowongan pekerjaan baru di sektor formal dan angka 3-4 kali lipat di sektor informal. Artinya, kesempatan kerja yang tersedia belum menutup angka pengangguran yang ada. Sebab itu, pemerintah harus lebih banyak melakukan pengeluaran dan memberikan stimulus serta bantuan bagi mereka. Jika angka kelahiran tetap tinggi setiap tahunnya, dan diiringi dengan semakin meningkatnya angka otomatisasi dan komputerisasi, maka potensi meningkatnya angka pengangguran di masa depan juga akan semakin tinggi.
ADVERTISEMENT
Apabila jumlah manusia yang hadir di muka bumi ini menjadi lebih banyak, tentunya akan membutuhkan sumber daya yang lebih banyak. Maka setiap manusia pada akhirnya harus merebutkan jumlah sumber daya yang terbatas. Apalagi Indonesia masih sangat bergantung pada sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, seperti BBM, gas, & minyak bumi lainnya. Ini juga akan menjadi tantangan ketika harus beralih ke sumber energi yang terbaharukan, yang memakan biaya jauh lebih besar.
Belum lagi dampak yang ditimbulkan ketika persebaran manusia menjadi lebih luas. Lahan yang dibutuhkan untuk membuat tempat tinggal akan semakin banyak, yang akhirnya mengurangi lahan hijau yang ada dan meningkatkan potensi perubahan iklim.
Ketika kita bicara tentang memiliki anak & keturunan, bukan berarti kita bicara tentang suka atau tidak pada anak-anak, bukan juga bicara tentang kemampuan untuk menghidupi anak. Tapi kita bicara tentang bagaimana dampak yang ditimbulkan ketika lebih banyak manusia yang ada, dimana persaingan kerja bukan hanya dengan manusia lain, tetapi juga dengan teknologi, tentang semakin banyak manusia yang mengonsumsi sumber daya alam yang terbatas dan bagaimana kita tidak ingin anak-anak kita untuk hidup & tinggal di dunia yang penuh ketidakpastian ketika dampak dari perubahan iklim terasa, di mana polusi udara yang meningkat, tercemarnya sumber air minum, munculnya varian penyakit baru, dll.
ADVERTISEMENT
Untuk memiliki anak, melahirkan bukan satu-satunya cara. Menurut saya, pilihan untuk mengadopsi akan lebih bijak mengingat masih banyak anak terlantar dan tidak memiliki orang tua di luar sana. Perlunya kebijakan yang mengatur tentang kelahiran juga perlu dipertimbangkan, begitu pula dengan edukasi dan sosialisasi tentang dampak yang ditimbulkan dari tingginya angka kelahiran. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dari dampak yang ditimbulkan, maka diharapkan dapat mengurangi tingkat kelahiran.