Siapa yang Intoleran dan Anti Kebhinekaan?

Din Syamsuddin
Guru besar UIN Syarif Hidayatullah, mantan ketum PP Muhammadiyah, ketua dewan pertimbangan MUI.
Konten dari Pengguna
6 Mei 2017 16:04 WIB
comment
11
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Din Syamsuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ilustrasi toleransi antar agama (Foto: Eric Gaillard)
Tuduhan terhadap umat Islam terakhir ini sebagai intoleran dan anti kebhinekaan sungguh menyakitkan hati. Tidakkah diakui bahwa jasa dan peran umat Islam sangatlah besar dalam penegakan NKRI yg berdasarkan Pancasila dan ber-Bhinneka Tunggal Ika ini, sejak masa perlawanan terhadap penjajahan hingga perjuangan menegakkan kemerdekaan? Begitu pula, kehidupan nasional Indonesia yang relatif stabil dari dulu hingga sekarang adalah karena toleransi tinggi umat Islam yg hidup berdampingan rukun dan damai dengan segenap saudara sebangsa dan setanah air, tanpa memandang Suku, Agama, Ras, dan (antar) Golongan. Tidak dapat dibayangkan keadaan Indonesia jika umat Islam tidak toleran.
ADVERTISEMENT
Bahwa kelompok umat Islam (yang juga didukung oleh elemen-elemen lain) memprotes penistaan agama adalah karena penistaan itu mengganggu kerukunan dan menggoyahkan kebhinekaan. Bahwa mereka menggugat ketidakadilan ekonomi adalah karena itu bertentangan dengan sila kelima Pancasila "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Bahwa mereka menggugat ketidakadilan hukum adalah karena negara kita adalah "Negara berdasarkan hukum".
Maka, siapa sebenarnya yang intoleran dan anti kebhinekaan? Apakah pihak yang memprotes penistaan terhadap pihak lain karena mengganggu kerukunan, dan menggugat ketidakadilan ekonomi dan hukum, atau justru pihak yang mendukung pengganggu kerukunan dan anti kebhinekaan dengan memasuki wilayah keyakinan orang lain, serta mendukung (atau didukung oleh) para pemilik modal yg karena kekayaannya ingin mendiktekan kehidupan nasional sambil berkecak pinggang atas penderitaan mayoritas rakyat?
ADVERTISEMENT
Kini, saatnya kita tegakkan kerukunan sejati; bukan kerukunan semu yang mendukung penghinaan terhadap pihak lain, apalagi kerukunan rancu dengan menuduh pihak pemrotes penghinaan terhadap pihak lain sebagai intoleran dan anti kebhinekaan.
Saatnya nalar bangsa dijernihkan, saatnya nurani bangsa diputihkan dari kecenderungan manipulasi dan pemutarbalikan fakta
KATAKANLAH, JIKA KEBENARAN TIBA, KEBATILAN AKAN SIRNA (QS 17: 81).
M. Din Syamsuddin
Ketua Dewan Pertimbangan MUI