AI Kawan atau Lawan bagi Pustakawan Referensi di Era Kecerdasan Buatan

Dimas Saputra
Mahasiswa Prodi Perpustakaan dan Sains Informasi, Universitas Pendidikan Indonesia
Konten dari Pengguna
9 April 2024 13:33 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dimas Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: Dok. Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Dok. Penulis
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perpustakaan, Artificial Intelligence, Pustakawan.
Di era digital saat ini, kehadiran kecerdasan buatan (AI) semakin memengaruhi berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat modern. Dari sektor manufaktur dengan otomatisasi proses produksi, kesehatan dengan pengelolaan rekam medis elektronik, transportasi dengan navigasi otomatis, hingga media dan hiburan dengan desainer grafis berbasis AI, serta sektor pendidikan dan perpustakaan yang tak luput dari dampak AI. Dalam pandangan saya, hal ini sejalan dengan pendapat Louhenapessy (2021) bahwa kita berada di era kecerdasan buatan, yang memengaruhi ekonomi, industri, pemerintahan, dan politik, termasuk bidang perpustakaan.
ADVERTISEMENT
Perpustakaan, sebagai sumber informasi, telah mengalami transformasi yang signifikan seiring dengan kemajuan teknologi dan pergeseran ke arah yang serba digital. Dalam era modern ini, perpustakaan tidak hanya harus lengkap dalam menyediakan buku secara fisik, tetapi juga harus menyediakan akses ke sumber daya digital. Tuntutan akan ketersediaan sumber daya digital ini semakin mendominasi dan didorong oleh kebutuhan masyarakat yang ingin mendapatkan informasi dengan cepat dan efisien. Perpustakaan kini berada dalam tekanan untuk menyediakan koleksi digital, termasuk e-book, jurnal elektronik, dan sumber daya lainnya yang dapat diakses secara online. Akses online memungkinkan pemustaka untuk mendapatkan informasi tanpa harus hadir secara fisik di perpustakaan.
Namun, seiring dengan kemajuan ini, perpustakaan juga dihadapkan pada tantangan. Mayoritas perpustakaan belum mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan memastikan bahwa layanan yang mereka tawarkan tetap memenuhi kebutuhan masyarakat modern. Mayoritas perpustakaan belum mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi karena beberapa alasan yang mendasar. Pertama, terbatasnya sumber daya, baik dari segi finansial maupun keahlian teknis. Perpustakaan sering kali memiliki anggaran yang terbatas, yang membuatnya sulit untuk mengadakan teknologi atau merekrut staf yang sudah terampil dalam mengelola teknologi.
ADVERTISEMENT
Kedua, pustakawannya tidak terbuka terhadap perubahan, hal ini sering muncul di dalam lembaga perpustakaan. Banyak pustakawan yang telah terbiasa dengan cara kerja konvensional dan enggan untuk mempelajari ataupun mengadopsi teknologi baru. Hal ini bisa menghambat upaya perpustakaan untuk berinovasi dan bertransformasi sesuai dengan tuntutan zaman.
Selain itu, kurangnya kesadaran akan pentingnya integrasi teknologi dalam layanan perpustakaan, juga menjadi faktor penghambat lainnya. Beberapa perpustakaan tidak memahami sepenuhnya manfaat yang bisa mereka dapatkan dari penggunaan teknologi, baik dalam meningkatkan aksesibilitas maupun kualitas layanan mereka. Kurangnya pemahaman tentang tren dan perkembangan teknologi ini, juga dapat membuat perpustakaan terbelakang dalam menyediakan layanan yang relevan dan efisien. Seiring dengan itu, masyarakat modern yang semakin membutuhkan informasi yang cepat membuka peluang besar untuk kecerdasan buatan (AI) masuk dalam salah satu pilihan penyedia informasi nya.
ADVERTISEMENT
Sebelum kita bahas lebih lanjut, mari kita pahami apa itu AI. Menurut Putri dan Kom (2017), "artificial" merujuk pada sesuatu yang diciptakan oleh manusia, sementara "intelligence" menggambarkan kecerdasan. AI dikembangkan untuk membantu manusia dalam berbagai aktivitas (Kirana, Ashari & Rusdita, 2024). Dengan kata lain, AI diarahkan sebagai alat yang dapat bekerja sejalan dengan instruksi manusia, bahkan melebihi kemampuan manusia dalam beberapa kasus.
Kemampuan AI, seperti yang diungkapkan Zein (2021), memungkinkannya melakukan tugas-tugas sederhana yang biasanya memerlukan kecerdasan manusia. AI menggunakan algoritma dan model matematis untuk memproses dan memahami data, serta melakukan tindakan sesuai dengan programnya (Farwati, dkk, 2023). Contoh nyata adalah face recognition, yang mampu mengenali pola dan gambar dengan tingkat akurasi tinggi. Face recognition, atau pengenalan wajah, merupakan suatu sistem berbasis AI yang dapat mengidentifikasi dan memverifikasi identitas seseorang berdasarkan ciri-ciri unik pada wajah mereka. Algoritma dan model matematis yang dikembangkan dalam teknologi face recognition memungkinkan AI untuk memproses informasi visual dari gambar wajah. Melalui pemahaman yang mendalam terhadap pola-pola di wajah seseorang, AI dapat mengenali identitas seseorang dengan tingkat akurasi yang tinggi. Contoh implementasi teknologi ini dapat ditemukan pada perangkat seluler seperti smartphone. Pada smartphone, fitur pengenalan wajah memungkinkan pengguna membuka kunci perangkat seluler mereka hanya dengan menggunakan wajah sebagai identifikasi, tanpa pola atau sandi.
ADVERTISEMENT
Dalam penggunaannya, AI memanfaatkan pengetahuan lanjutan untuk mengalihkan tugas-tugas manusia ke dalam komputer, membantu dalam pemecahan masalah (Farwati, dkk, 2023). Proses kerja AI mirip dengan kemampuan manusia dalam memproses informasi, mulai dari penerimaan hingga transformasi informasi menjadi berbagai bentuk tampilan.
Perkembangan kecerdasan buatan semakin pesat dengan munculnya platform online inovatif seperti OpenAI, yang meluncurkan ChatGPT. Platform berbasis AI ini memungkinkan pengguna berinteraksi dengan AI untuk mendapatkan jawaban cepat dalam model percakapan. ChatGPT menggunakan pendekatan pemrosesan bahasa yang canggih, memberikan alternatif dalam mencari sumber materi yang relevan (Wibowo, dkk., 2023). Namun, penggunaan teknologi AI seperti ChatGPT juga memiliki dampak terhadap profesi pustakawan referensi.
ChatGPT mempermudah eksplorasi berbagai topik informasi tanpa harus mencari dari berbagai sumber konvensional. Meskipun berdampak positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan, kemampuan ChatGPT ini dapat mengancam peran pustakawan referensi. Masyarakat lebih cenderung mengandalkan teknologi daripada datang langsung ke perpustakaan, mengurangi interaksi langsung antara pustakawan dan pemustaka. Jika terus demikian, ChatGPT akan dianggap sebagai pengganti pustakawan dalam memberikan informasi, sehingga pustakawan referensi akan kehilangan peran utama mereka sebagai penyaji informasi.
ADVERTISEMENT
Dari pernyataan diatas, apakah muncul dalam benak kita pertanyaan mengapa pustakawan tetap memiliki peran penting di era di mana teknologi informasi semakin dominan? Apa yang dapat dilakukan oleh pustakawan untuk dapat bersaing dengan teknologi AI? Serta apakah AI dan pustakawan oposisi sehingga tidak dapat bersatu?
Meskipun ChatGPT atau AI memiliki kelebihan dalam memberikan jawaban cepat dan dinilai cukup relevan, terdapat juga beberapa kekurangan. Jawaban yang diberikan oleh ChatGPT atau AI biasanya kurang mendalam dan kurang mampu memahami kebutuhan informasi manusia yang kompleks (Pontjowulan, 2023). Jika dibandingkan dengan manusia yakni pustakawan, seorang pustakawan seharusnya dapat memberikan pandangan yang lebih kontekstual sehingga lebih memahami kebutuhan setiap pemustakanya. Oleh karena itu, pustakawan perlu memiliki keterampilan sosialisasi dan pendekatan manusiawi untuk membuat pemustaka merasa nyaman dan puas saat berkunjung ke layanan referensi. Hal ini dapat dicapai jika pustakawan mau memberikan bimbingan dan menciptakan hubungan yang berkelanjutan dengan pemustaka.
ADVERTISEMENT
Lalu, mengapa pustakawan masih memiliki peran penting di era di mana teknologi informasi semakin dominan? Jawabannya terletak pada aspek manusiawi nya, yang sulit digantikan oleh AI. Pustakawan tidak hanya menyediakan informasi, tetapi juga memiliki pemahaman kontekstual dan kemampuan sosialisasi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pemustaka secara lebih mendalam. Seorang pustakawan memahami bahwa setiap individu memiliki preferensi pelayanan yang berbeda-beda, dan hal ini tidak dapat dipahami sepenuhnya oleh algoritma AI. Kemampuan ini membantu menciptakan hubungan antara pustakawan dan pemustaka. Interaksi langsung memungkinkan pustakawan untuk memberikan pendekatan secara lebih personal, memahami pertanyaan pemustaka dengan lebih baik, dan memberikan jawaban atau saran yang sesuai dengan kebutuhan pemustaka.
Seiring dengan itu, terdapat kekurangan pada AI, terutama dalam konteks pustakawan referensi. Meskipun ChatGPT atau AI memiliki kelebihan dalam memberikan jawaban cepat dan dinilai cukup relevan, jawaban yang diberikan kurang mendalam dan kurang mampu memahami kebutuhan informasi manusia yang kompleks (Pontjowulan, 2023). Jika dibandingkan dengan manusia, yakni pustakawan, seorang pustakawan seharusnya dapat memberikan pandangan yang lebih kontekstual sehingga lebih memahami kebutuhan setiap pemustakanya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, pustakawan perlu memiliki keterampilan sosialisasi dan pendekatan manusiawi untuk membuat pemustaka merasa nyaman dan puas saat berkunjung ke layanan referensi. Hal ini dapat dicapai dengan memberikan bimbingan kepada mereka dalam proses penelitian, menciptakan hubungan yang berkelanjutan, dan merespons kebutuhan individu pemustaka.
Mengingat AI berpotensi mengambil peran pustakawan referensi dalam menyajikan informasi, pustakawan perlu beradaptasi dengan perubahan ini dengan menjadi lebih kreatif dan berfokus pada pemberdayaan teknologi. Alih-alih melihat AI sebagai ancaman, pustakawan dapat memanfaatkan kemampuan AI untuk meningkatkan efisiensi layanannya, misalnya dengan mengintegrasikan teknologi AI dalam penyusunan daftar referensi atau pengelolaan big data. Selain itu, pustakawan referensi saat ini harus dapat menggunakan platform digital seperti media sosial untuk memberikan panduan penggunaan AI kepada pemustaka, sekaligus promosi layanan perpustakaan. Dengan melakukan langkah-langkah ini diharapkan dapat menjaga relevansi profesi pustakawan di era modern ini.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, kerja sama antara pustakawan dan teknologi AI juga menjadi kunci penting dalam menghadapi perubahan ini. Pustakawan dapat mengintegrasikan ChatGPT atau platform serupa dalam proses pelayanan referensi, memungkinkan pemustaka untuk mendapatkan jawaban cepat. Namun, pustakawan tetap memiliki peran kunci dalam menyediakan wawasan kontekstual dan memastikan jawaban yang diberikan AI sesuai dengan kebutuhan pemustaka. Melalui sinergi antara kecerdasan buatan dan kecerdasan manusia, perpustakaan dapat tetap menjadi sumber informasi utama yang memenuhi kebutuhan masyarakat dengan cara yang lebih efisien dan relevan dengan perkembangan zaman.
Kesimpulannya, AI dapat menjadi kawan sekaligus lawan bagi pustakawan referensi, tergantung daripada pustakawan tersebut menyikapinya. Kemajuan teknologi AI, seperti platform ChatGPT, memberikan dampak positif dengan mempermudah akses informasi, namun juga mengancam peran sentral pustakawan. Meskipun AI memiliki keunggulan dalam memberikan jawaban cepat, kekurangan utamanya terletak pada kurangnya kedalaman pemahaman terhadap kebutuhan informasi manusia yang kompleks. Dalam menghadapi dinamika ini, pustakawan perlu mempertahankan relevansi profesi mereka. Pendekatan yang manusiawi oleh pustakawan dapat memberikan nilai tambah yang tentunya sulit untuk ditiru oleh AI. Pustakawan juga perlu menjadi kreatif dalam memanfaatkan teknologi AI untuk meningkatkan efisiensi layanannya. Oleh karena itu, penting bagi calon pustakawan untuk menjawab pertanyaan sebelumnya, mengenai bagaimana pustakawan tetap memiliki peran penting, bersaing dengan teknologi AI, dan apakah AI dan pustakawan dapat bersatu. Karena, langkah yang dihasilkan dari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini, dapat menjadi kunci dalam menjaga keberlanjutan peran pustakawan referensi di era modern saat ini dan yang akan datang.
ADVERTISEMENT

Daftar Pustaka

Farwati, M., Salsabila, I. T., Navira, K. R., & Sutabri, T. (2023). Analisa pengaruh teknologi Artificial Intelligence (AI) dalam kehidupan sehari-hari. JURSIMA, 11(1), 39-45.
Kirana, M. D., Asbari, M., & Rusdita, R. (2024). Anak Indonesia pencipta AI untuk pendidikan. Journal of Information Systems and Management (JISMA), 3(1), 34-37.
Louhenapessy, E. L. (2021). Peran etika di era revolusi 4.0 dalam bidang pendidikan. Jurnal Sosial dan Sains, 1(7), 552-561.
Pontjowulan, H. I. A. (2023). Implementasi penggunaan media ChatGPT dalam pembelajaran era digital. Educationist: Journal of Educational and Cultural Studies, 2(2), 1-8.
Putri, A. D., & Kom, M. (2017). Sistem pakar mendeteksi tindak pidana cybercrime menggunakan metode forward chaining berbasis web di Kota Batam. Jurnal Edik Informatika Penelitian Bidang Komputer Sains dan Pendidikan Informatika, 3(2), 197-210.
ADVERTISEMENT
Wibowo, T. U. S. H., Akbar, F., Ilham, S. R., & Fauzan, M. S. (2023). Tantangan dan peluang penggunaan aplikasi chat GPT dalam pelaksanaan pembelajaran sejarah berbasis dimensi 5.0. Jurnal Petisi (Pendidikan Teknologi Informasi), 4(2), 69-76.
Zein, A. (2021). Kecerdasan buatan dalam hal otomatisasi layanan. Jurnal Ilmu Komputer, 4(2), 16-25.