Persimpangan Perilaku Manusia dan Keamanan Siber

Dimas Bagus Satriyo
Mahasiswa Universitas Amikom Purwokerto
Konten dari Pengguna
28 April 2024 10:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dimas Bagus Satriyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar: Human brain medical digital illustration. Sumber: https://www.freepik.com/free-photo/human-brain-medical-digital-illustration_15559497.htm#fromView=search&page=1&position=24&uuid=05353562-4494-4cbd-805c-3fb39d479b71
zoom-in-whitePerbesar
Gambar: Human brain medical digital illustration. Sumber: https://www.freepik.com/free-photo/human-brain-medical-digital-illustration_15559497.htm#fromView=search&page=1&position=24&uuid=05353562-4494-4cbd-805c-3fb39d479b71
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Cyberpsikologi adalah bidang yang sedang berkembang dan menjelajahi hubungan rumit antara perilaku manusia dengan dunia digital. Saat teknologi terus berkembang dengan cepat, pemahaman akan aspek psikologis keamanan siber menjadi semakin penting. Pada kali ini, kami akan membahas persimpangan antara cyberpsikologi dan keamanan siber, menyelami bagaimana perilaku manusia memengaruhi langkah-langkah keamanan online. Berikut beberapa penjelasannya:
ADVERTISEMENT
1. Kerentanan Manusia di Ruang Siber
Foto: Person with futuristic metaverse avatar mask. Sumber: https://www.freepik.com/free-photo/person-with-futuristic-metaverse-avatar-mask_38655026.htm#fromView=search&page=1&position=20&uuid=cfe3e890-172d-43dd-b9ab-f6e1162255d2
Salah satu prinsip dasar keamanan siber adalah menyadari bahwa manusia seringkali menjadi titik lemah dalam rantai keamanan. Penjahat siber memanfaatkan kerentanan psikologis untuk memanipulasi individu agar mengungkapkan informasi sensitif atau mengklik tautan berbahaya. Memahami bias kognitif (kondisi alam bawah sadar yang salah berpikir dan salah dalam menafsirkan informasi) dan taktik rekayasa sosial (pendekatan teknologi antara penipu dengan seseorang yang dirancang untuk membocorkan informasi penting) yang digunakan oleh penyerang siber penting untuk mengembangkan strategi pertahanan yang efektif.
2. Psikologi Serangan Phishing
Foto: Portrait of hacker with mask. Sumber: https://www.freepik.com/free-photo/portrait-hacker-with-mask_4473997.htm#fromView=search&page=1&position=34&uuid=cfe3e890-172d-43dd-b9ab-f6e1162255d2
Phishing (upaya untuk mendapatkan informasi data seseorang dengan teknik pengelabuan) tetap menjadi salah satu ancaman siber yang paling umum dan sukses, terutama karena itu memanfaatkan psikologi manusia. Penyerang membuat surel atau pesan yang meyakinkan yang menimbulkan rasa mendesak, keingintahuan, atau ketakutan, mendorong penerima untuk mengambil tindakan tanpa berpikir panjang. Dengan memahami pemicu psikologis di balik serangan phishing, organisasi dapat menerapkan pelatihan kesadaran yang ditargetkan dan kontrol teknis untuk mengurangi risiko.
ADVERTISEMENT
3. Otentikasi Perilaku dan Biometrik
Foto: Face recognition and personal identification collage. Sumber: https://www.freepik.com/free-photo/face-recognition-personal-identification-collage_96363997.htm
Metode otentikasi tradisional seperti sandi rentan terhadap kesalahan dan eksploitasi manusia. Otentikasi (proses identifikasi pengguna) perilaku dan teknologi biometrik (pengukuran biologis) memanfaatkan karakteristik unik individu, seperti pola mengetik, jejak suara, atau sidik jari, untuk memverifikasi identitas. Namun, adopsi teknologi ini memerlukan pertimbangan yang hati-hati terkait penerimaan pengguna, masalah privasi, dan kesalahan sistematik.
4. Budaya Keamanan Siber dan Perilaku Organisasi
Foto: Privacy Security Data Protection Shield Graphic Concept. Sumber: https://www.freepik.com/free-photo/privacy-security-data-protection-shield-graphic-concept_17433346.htm#fromView=search&page=1&position=35&uuid=002d71da-14a5-48a4-8a29-38e0c4b494d3
Membuat budaya keamanan dalam sebuah organisasi melibatkan lebih dari sekadar menerapkan perlindungan teknis. Ini melibatkan memupuk pola pikir kesadaran keamanan dan tanggung jawab karyawan di semua tingkatan. Memahami dinamika perilaku organisasi, seperti pengaruh kepemimpinan, norma kelompok, dan pola komunikasi. Sangat penting untuk membentuk budaya keamanan yang tangguh.
ADVERTISEMENT
5. Peran Psikometri dalam Deteksi Ancaman
Foto: Adult woman at psychology therapy session. Sumber: https://www.freepik.com/free-photo/adult-woman-therapy-session_11198914.htm#fromView=search&page=1&position=0&uuid=1e0d3bbb-6bee-4b28-8672-9184d4b635dd
Psikometri (ilmu pengukuran psikologis) dapat meningkatkan deteksi ancaman dan penilaian risiko dalam keamanan siber. Dengan menganalisis perilaku pengguna, sifat kepribadian, dan pola kognitif (contohnya indra perasa). Sistem keamanan dapat mendeteksi anomali yang menunjukkan aktivitas berbahaya. Namun, pertimbangan etis terkait privasi dan persetujuan harus diatasi saat menerapkan solusi keamanan berbasis psikometri.
6. Desain Berpusat pada Manusia dalam Keamanan Siber
Foto: Face recognition and personal identification collage. Sumber: https://www.freepik.com/free-photo/face-recognition-personal-identification-collage_96364014.htm#fromView=search&page=1&position=19&uuid=8e6098c1-b63c-40a7-a94f-faa4bbe81fd0
Pengalaman pengguna memainkan peran penting dalam menentukan efektivitas langkah-langkah keamanan. Prinsip desain berpusat pada manusia mengutamakan kegunaan, aksesibilitas, dan umpan balik pengguna dalam pengembangan solusi keamanan. Dengan menyelaraskan langkah-langkah keamanan dengan perilaku dan preferensi manusia, organisasi dapat meningkatkan kepatuhan, adopsi, dan posisi keamanan secara keseluruhan.
Foto: Hands holding puzzle business problem solving concept. Sumber: https://www.freepik.com/free-photo/hands-holding-puzzle-business-problem-solving-concept_17841134.htm#fromView=search&page=1&position=23&uuid=12df2c8a-2cb6-4945-80e4-0c49ab3c66a1
Kesimpulan dari penjelasan diatas yaitu di dunia yang semakin terhubung dan terdigitalisasi, memahami dimensi psikologis keamanan siber sangat penting. Dengan mengintegrasikan wawasan dari cyberpsikologi ke dalam praktik keamanan, organisasi dapat lebih baik mengantisipasi, mengurangi, dan merespons ancaman siber. Pada akhirnya, memupuk pendekatan keseluruhan yang mempertimbangkan faktor teknologi dan manusia adalah kunci untuk melindungi individu, organisasi, dan masyarakat di dunia siber.
ADVERTISEMENT
Nama anggota kelompok: Dimas Bagus Satriyo dan Iko Purnomo (mahasiswa-mahasiswa Universitas Amikom Purwokerto).