Survei HCC: 7 dari 10 Warga Jakarta Tak Ada Niat Lindungi Diri dari Polusi Udara

Dewi Sulistiawaty
Content Creator
Konten dari Pengguna
24 Agustus 2023 19:51 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dewi Sulistiawaty tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
dr. Ray memaparkan hasil penelitian tim HCC terkait polusi udara di Jakarta (24/8).
zoom-in-whitePerbesar
dr. Ray memaparkan hasil penelitian tim HCC terkait polusi udara di Jakarta (24/8).
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jakarta menduduki peringkat pertama sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia! Semua media, baik media elektronik, maupun media online dan media sosial di Indonesia memuat berita tersebut. Sehingga informasi ini bisa diketahui oleh seluruh masyarakat Indonesia, termasuk warga Jakarta. Namun sayangnya, berdasarkan hasil survei yang dilakukan Health Collaborative Center (HCC), 7 dari 10 warga Jakarta tidak ada niat untuk melindungi diri dari dampak polusi udara tersebut.
ADVERTISEMENT
Survei dilakukan terhadap 1834 responden yang tinggal di Jakarta, dengan 79% nya berada direntang usia 26 – 55 tahun (81% perempuan, 19% laki-laki), dan dengan pendidikan beragam, mayoritas pekerja dan ibu rumah tangga. Informasi ini disampaikan oleh Ketua HCC sekaligus Peneliti Utama dalam studi tersebut, yaitu Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK pada hari Kamis, 24 Agustus 2023 di Restoran Beautika – Hang Lekir Senayan, Jakarta.
Ada 3 indikator yang menjadi penilaian dalam penelitian ini, yaitu intensi atau niat/ kesadaran warga Jakarta untuk melindungi diri dari polusi udara, indeks intensi atau perilaku kesehatan mengukur potensi niat untuk melindungi diri dari polusi udara, serta skor intensi menggunakan self-care behavior untuk mengukur potensi niatan perilaku perlindungan diri warga Jakarta terhadap polusi udara.
ADVERTISEMENT
“Sebelum melakukan survei ini secara online, dan dianalisis, kita sudah melakukan literatur review singkat untuk mengetahui instrumen dan parameter Health Belief Model (HBM), serta diuji pada populasi umum untuk diukur skor intensi perilaku kesehatan dan pemaknaannya,” ungkap dr. Ray.

Survei HCC: Pemaknaan Warga Jakarta Terhadap Polusi Udara Masih Buruk

Berdasarkan hasil awal dari penelitian yang dilakukan dr. Ray bersama Yoli Farradika M.Epid selaku Peneliti Pendamping, sebagian besar responden mengaku mengetahui isu polusi udara yang terjadi di Jakarta. Bahkan 96% dari semua responden mengaku siap bertindak untuk melindungi diri dari polusi udara. Angka ini menunjukkan bahwa indeks intensi proteksi diri warga Jakarta terhadap polusi udara sangat baik dan seragam (universal).
Namun saat diteliti dari aspek pemaknaan, hasilnya malah menunjukkan jika kebanyakan responden cenderung tidak mendukung. Dari survei tersebut ditemukan 7 dari 10 responden tidak memiliki niat atau insiatif mandiri untuk melindungi diri dari dampak polusi udara. Setelah dilakukan analisis lanjutan, sikap ini dapat mengindikasikan jika seorang warga Jakarta berpotensi 10 kali lebih besar untuk tidak menerapkan perlindungan diri dari dampak polusi udara.
ADVERTISEMENT
Menurut dr. Ray, sikap ini disebabkan karena belum kuatnya pemaknaan warga Jakarta terhadap polusi udara yang terjadi. Dari penelitian yang dilakukan menggunakan metode HBM ini ditemukan bahwa sekitar 49% atau 1 dari 2 warga Jakarta mengetahui berita polusi udara ini dari media, dan bukannya dari tenaga kesehatan. Sementara 32% atau 3 dari 10 warga Jakarta mengaku hanya mengetahui isu ini, namun tidak memahami dengan jelas informasi terkait polusi udara itu sendiri. Sedangkan 29% atau 3 dari 10 warga Jakarta tidak bisa melihat bukti nyata adanya polusi udara parah yang terjadi di Jabodetabek dan kota besar lainnya di Indonesia.
“Dengan besarnya isu polusi udara yang beredar saat ini, orang-orang tak begitu panik seperti saat Covid-19, karena mereka tidak bisa melihat dan tak yakin ini adalah masalah besar. Warga Jakarta hanya tahu bahwa Indonesia memecahkan rekor lagi. Ini mungkin karena sumber informasinya hanya diperoleh dari media, dan ini tidak cukup kuat untuk membuat warga Jakarta punya perilaku melindungi diri dan pemaknaan terhadap polusi udara,” jelas dr. Ray.
ADVERTISEMENT
Temuan kunci dari penelitian ini adalah indeks intensi warga Jakarta untuk berperilaku melindungi diri sudah baik, dan sangat mengetahui adanya polusi udara di Jakarta. Namun aspek pemaknaan kesehatan tentang polusi udara masih buruk, karena mereka tidak merasakan dampak buruknya, dan tidak bisa melihat bukti nyata bahwa polusi udara tersebut benar-benar terjadi di Jakarta.
Sebagai saran, tim peneliti merekomendasikan dilakukannya revisit model edukasi, serta penyebaran informasi ke masyarakat dengan bahasa kongkrit dan dilakukan secara terus menerus. Perlindungan terhadap warga, termasuk para pekerja juga harus makin intensif dan masif. Pekerja yang berpotensi terpapar polutan perlu mendapat perlindungan dan mitigasi di lingkungan kerja. Selain itu, tim peneliti juga ingin mendorong pemerintah untuk terus melanjutkan strategi untuk menurunkan kadar polusi udara di Jakarta, baik dari emisi kendaraan bermotor, maupun aktivitas pabrik.
ADVERTISEMENT