Hasil BM PWNU Jabar soal Alokasi Dam Jemaah Haji ke Tanah Air: Diperbolehkan

Konten Media Partner
25 Agustus 2023 10:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) KHAS Kempek Cirebon, KH Mustofa Aqiel membacakan hasil Bahtsul Masail Kubro saat konferensi pers. Foto : Tarjoni/Ciremaitoday
zoom-in-whitePerbesar
Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) KHAS Kempek Cirebon, KH Mustofa Aqiel membacakan hasil Bahtsul Masail Kubro saat konferensi pers. Foto : Tarjoni/Ciremaitoday
ADVERTISEMENT
Ciremaitoday.com, Cirebon-LBM PWNU Jabar melakukan Bahtsul Masail (BM) Kubro terkait alokasi hadyu atau Dam dan kurban jemaah haji ke tanah air di Ponpes KHAS Kempek Cirebon, Kamis (24/8/2023). Hasilnya, alokasi hadyu atau Dam dan kurban jemaah haji ke tanah air ini diperbolehkan.
ADVERTISEMENT
Hal ini disampaikan Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) KHAS Kempek Cirebon, KH Mustofa Aqiel saat konferensi pers usai pelaksanaan Bahtsul Masail. Dari pertanyaan bagaimana pandangan fikih tentang distribusi hadyu ke luar tanah Haram dan Saudi Arabia? Terdapat beberapa jawaban.
Pertama, bila penyembelihan hadyu atau dam juga dilaksanakan di luar tanah haram, maka ulama al-mazhahib al-arba’ah sepakat tidak memperbolehkan. Kedua, kata dia, bila penyembelihan hadyu atau dam dilaksanakan di tanah haram, maka terdapat ikhtilaf perbedaan pendapat ulama.
Yakni, menurut mazhab Syafii dan Hanbali, tidak diperbolehkan, karena hadyu atau dam wajib ditasarufkan atau diserahkan kepada orang miskin tanah haram.
"Menurut mazhab Hanafi dan Maliki, diperbolehkan," kata Kiai yang juga Ketua Umum Majelis Dzikir Hubbul Wathon (MDHW) tersebut.
ADVERTISEMENT
Dari hasil kajian tersebut, lanjut dia, LBM PWNU Jabar memberikan catatan dan rekomendasi, pertama berpijak dari pendapat yang memperbolehkan, Pemerintah dalam menangani distribusi daging hadyu atau dam wajib secara transparan, terstruktur, tepat sasaran dan tidak ada unsur kapitalisasi.
Kedua, Pemerintah wajib menunjuk auditor yang jujur serta bekerja sama dengan KPK agar tidak ada penyelewengan.
"Ketiga program pendistribusian daging hadyu atau dam ke tanah air supaya tidak berefek pada kenaikan biaya haji," ungkap dia.
Kemudian, jika program ini sudah dijalankan yakni alokasi dam dan kurban jemaah haji ke tanah air, adakah konsekuensi hukum yang diterima jemaah haji sebab program tersebut? Jawabannya, menurut dia, pembayaran dam atau hadyu jemaah haji tetap sah secara syariat.
ADVERTISEMENT
"Dengan mengikuti salah satu pendapat al-mazhahib al-arba’ah sebagaimana uraian jawaban di atas," katanya.
Sementara itu, dijelaskan Sekretaris LBM PWNU Jabar, Kiai Afif Yahya Aziz, haji tamattu' adalah pilihan mayoritas jemaah haji dari Indonesia, dibandingkan ifrod dan qiran. Hal ini disebabkan jeda waktu keberangkatan dan hari Arafah yang cukup panjang bagi jemaah dari Indonesia, memilih haji tamattu’ akan lebih meringankan jemaah haji.
Sebab, mereka tidak harus menghindari larangan ihram dalam durasi yang lama dan tentunya melelahkan. Praktik haji secara tamattu’ sendiri mewajibkan pelaksananya membayar dam, kecuali ia merupakan penduduk Makkah atau keluar dari tanah haram sebelum mengambil ihram untuk haji, yang mana hal ini sangat jarang dilakukan oleh jamaah haji Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Dengan banyaknya jemaah haji tamattu’ dari Indonesia tentu dam yang dibayarkan juga sangat banyak jumlahnya," katanya.
Kiai Afif Yahya Aziz juga menyebut jumlah seluruh jamaah haji Indonesia setiap tahun mencapai 250 ribu orang. Maka, jika harga perkambing di kisaran Rp2,5 juta dikalikan jumlah jemaah haji Indonesia, hasilnya mencapai Rp625 miliar.
"Jika 625 miliar masuk ke Indonesia itu sangat bermanfaat sekali buat rakyat yang miskin. Jumlah 625 miliar itu baru Dam saja. Belum menghitung kurban, hadyu dan lain-lain," ungkapnya. (*)