Indonesia Dapat Belajar Cara Pencegahan Terorisme dari Negara Lain

Chessa Ario Jani Purnomo
Dosen dan Peneliti Fakultas Hukum Universitas Pamulang
Konten dari Pengguna
3 Juli 2021 15:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Chessa Ario Jani Purnomo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penulis Melakukan Sosialisasi Hukum Kepada Masyarakat
zoom-in-whitePerbesar
Penulis Melakukan Sosialisasi Hukum Kepada Masyarakat
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kejahatan atau tindak pidana terorisme berhasil menjadi isu global. Di Indonesia berdasarkan Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2021 tersedia dokumen otoritatif dengan titel "Rencana Aksi Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan 2020-2024" (RAN PE 2020-2024). Pokoknya berbicara tentang 2 (dua) hal yakni: pencegahan dan penanggulangan.
ADVERTISEMENT
Sebagai program publik bahwa RAN PE 2020-2024 memuat sejumlah strategi dan aksi dalam 3 (tiga) pilar yakni: pertama, pilar pencegahan. Kedua, pilar penegakan hukum. Ketiga pilar kemitraan dan kerja sama Internasional. Tegasnya memiliki tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Tetapi bagaimana perkembangannya?
Pertama, penulis mengapresiasi eksistensi RAN PE 2020-2024 merupakan suatu kemajuan dalam perspektif criminal policy di mana upaya non-penal tidak menjadi teori belaka. Tegasnya, pencegahan dan kemitraan menjadi perspektif yang baik dalam RAN PE 2020-2024 itu.
Kendati demikian, RAN PE 2020-2024 perlu dikritik. Ia nampak rapuh karena tidak terhubung secara langsung kepada Pemerintah daerah. Misalnya, pilar kesatu terkait "pencegahan" memiliki masalah tidak ada data yang terintegrasi. Di sana disebut antara lain BNPT/LIPI menjadi bagian penanggungjawab persoalan data tersebut. Hal ini tidak keliru tetapi potensi RAN PE 2020-2024 gagal dalam implementasi menjadi terbuka. Pokoknya, RAN PE 2020-2024 bersifat top-down juga formalistik. Secara administrasi berkarakter Weberian (kaku dan close system).
Ilustrasi Teroris Foto: Shutter Stock
Penulis memberi usulan sederhana bahwa pelaksanaan pengumpulan dan dokumentasi data dapat dilakukan dari bawah. Pengalaman penulis pada sosialisasi pencegahan kejahatan terorisme di wilayah Pemerintah Kota Tangerang Selatan tersebut bahwa dapat di dudukan sebagai pihak berkepentingan untuk melakukan pencegahan kejahatan terorisme. Artinya, Pemerintah Daerah sebagai stakeholder dapat membantu Pemerintah Pusat untuk mencegah kejahatan terorisme dari bawah (bottom-up).
ADVERTISEMENT
Ilustrasinya, Pemerintah Daerah melalui kelurahan dapat bekerja sama dengan organisasi masyarakat seperti Rukun Tetangga/Rukun Warga melakukan pendataan warga per wilayahnya dengan berstruktur dan sistematis. Di sini, Pemerintah Daerah dapat melakukan inovasi kebijakan dalam mendukung RAN PE 2020-2024 sebagai kebijakan nasional dan meningkatkan perlindungan masyarakat. Pemerintah Daerah juga dapat melakukan kerja sama riset dengan Perguruan Tinggi di daerahnya masing-masing agar terhubung (linkable), objektif dan rasional dalam perumusan, pembuatan dan pelaksanaan kebijakan daerahnya.
Kedua, ide pencegahan kejahatan berbasis komunitas (community partnership) menjadi kebijakan dalam RAN PE 2020-2024 itu. Tetapi bagaimana bentuknya? Jawabnya tidak terang. Pada titik ini, Indonesia perlu belajar dari praktik pencegahan kejahatan pada negara-negara lain di dunia.
Penulis ambil contoh, di Jerman yang diasumsikan sistem hukumnya sama dengan Indonesia bahwa pelaksanaan pencegahan kejahatan dilakukan antara lain oleh pihak swasta dan masyarakat sipil selain polisi dan local authorities berdasarkan keputusan menteri. Nama komunitasnya, Crime Prevention Councils pada 1993 yang berubah menjadi Public Order Partnership pada 1998.
ADVERTISEMENT
Lalu di Inggris terdapat Community Safety Partnership dan di Wales ada Crime and Disorder Reduction Partnership berdasarkan Crime and Disorder Act 1998. Stakeholder-nya selain polisi dan otoritas lokal juga lembaga pendidikan juga kesehatan (Fever & Rogers, 2016, pp. 163). Uniknya, pada ketiga negara tersebut tersedia sesi konsultasi dan terdapat rapat program untuk membuat strategi pencegahan kejahatan dalam 6 bulan sekali secara kolaboratif dari berbagai stakeholder.
Terkait pencegahan kejahatan berbasis komunitas tersebut bahwa penulis memberi usul kepada Pemda sebaiknya platform RAN PE 2020-2024 agar diberi bentuk dalam kebijakan publik daerah masing-masing guna melakukan pemberdayaan (empowerment) kekuatan masyarakat sipil melalui RT/RW sebagai mitra kelurahan.
Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia juga dapat melakukan evaluasi kebijakan pada bidang ini. Penulis ambil contoh, misalnya Pemkot Tangsel dapat mengidentifikasi masalah pada pencegahan kejahatan terorisme pada perempuan dan anak untuk pembuatan kebijakan pada bidang anti-terorisme. Alasannya, Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pemerintah Kota Tangerang Selatan isu perlindungan perempuan dan anak menjadi salah satu fokus pembangunan.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, pergeseran paradigma pencegahan kejahatan yang selama ini digawangi oleh penegak hukum kepolisian beserta organisasi turunannya dalam rangka pengamanan dapat memberi peran kepada masyarakat sipil secara kolaboratif dan mendatangkan diskursus publik bahwa keamanan masyarakat dan pengendalian kejahatan adalah tanggungjawab struktur sosial sebagai keseluruhan.