Menelusuri Jejak Sultan Baabullah

Konten Media Partner
12 Maret 2019 13:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
FGD yang diselenggarakan oleh Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD), Pemerintah Kota Ternate di Auditorium Kantor Walikota Ternate, (11/3). Foto: Firjal Usdek
zoom-in-whitePerbesar
FGD yang diselenggarakan oleh Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD), Pemerintah Kota Ternate di Auditorium Kantor Walikota Ternate, (11/3). Foto: Firjal Usdek
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perjuangan pengusulan Baabulah sebagai pahlawan nasional membutuhkan kajian dan penilitian sumber-sumber primer. Namun, berdasarkan beberapa literatur dapat disimpulkan bahwa, Baabullah adalah pengelola pemerintahan tradisional, kemaritiman, diplomat bahkan dia adalah sosok ulama di zamannya.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan oleh Ketua Masyarakat Sejarah Indonesia Maluku Utara, Syahril Muhammad dalam Forum Group Discussion (FGD), yang diselenggarakan oleh Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD), Pemerintah Kota Ternate di Auditorium Kantor Walikota Ternate, (11/3).
Menurut Syahril, perjuangan mengusulkan Baabullah sebagai Pahlawan Nasional harus bisa menjawab beberapa pertanyaan mendasar. “Seperti dia pahlawan apa? Kemudian bagaimana perjuangannya? Kapan dia berjuang? Apa saja aspek perjuangannya. Lalu apa dampak perjuangannya terhadap masyarakat,” kata Akademisi Universitas Khairun Ternate.
Syaril menjelaskan, bukti perjuangan Baabullah dengan menempatkan beberapa Sangadji, seperti di Bali, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Seram, Ambon, Raja Ampat, Papua hingga Kepulauan Marshal, Mindanao dan Filipina, menjadi bukti "Ini yang dimaksud kekuatan kemaritiman," katanya.
ADVERTISEMENT
Syaril menambahkan, Majapahit, Hayam Wuruk dan Gadja Mada, pernah menguasai sebagian besar wilayah nusantara. Bahkan hingga Semananjung Malaya. Namun, ketika era Majapahit berakhir, tidak ada lagi kerajaan di Jawa yang mampu mengulangi kejayaan itu. Sementara, Baabullah mengusir. Bahkan melakukan diplomasi ke sejumlah kerajaan-kerajaan kecil dengan mengusung konsep islamisasi. "Ini yang dimaksud sikap diplomat yang dibawa oleh Baabullah," tandasnya
Ketua Program Studi Ilmu Sejarah,Unkhair Ternate, Irfan Ahmad, mengatakan penggunaan kata penaklukkan mengindikasikan adanya kontak fisik. Sehingga, ia lebih setuju menggunakan kalimat diplomasi. "Karena Baabullah sempat mengirim utusan hingga ke Aceh," katanya.
Irfan menegaskan, pengusulan gelar pahlawan hanya berlaku satu kali. Sebelumnya, ia tak sependapat ketika Sultan Khairun Djamil diusulkan sebagai pahlawan nasional. "Karena banyak bersingungan dengan etnik. Padahal kita masih punya banyak figur," katanya.
ADVERTISEMENT
Sementara, terkait penguasaan 72 pulau, dibantah Irfan. Menurutnya, Baabullah menguasai 100 Sementara terkait sketsa wajah dan postur tubuh yang menjadi salah satu syarat pengusulan juga bisa diperoleh dari arsip atau dokumen yang dimilikinya. “Ini bisa jadi referensi. Selebihnya soal kesepakatan," tandasnya.
Ahli Sejarah Unkhair, Rustam Hasim, bilang perjuangan Baabullah wajib menggunakan referensi, Ada dua referensi yang bisa kita gunakan. Ada dari Belanda dan Portugis," katanya.
Foto Bersama. Foto: Firjal Usdek
Menyangkut hal itu, Rustam menyarankan agar pada seminar nasional nanti, pihak panitia dapat mendatangkan sejarawan Universitas Gadja Mada, yakni Prof Margana dan Prof Joko Suryo. “Mereka fokus dalam kajian Portugis,” katanya.
Rustam optimis, perjuangan pengusulan ini dapat diwujudkan, sebab Malahayati dan Iskandar Muda adalah dua pahlawan dari Aceh yang berjuang di era Portugis dan mendapat gelar pahlawan.
ADVERTISEMENT
“Penyebaran bahasa Ternate bisa juga dijadikan korespondensi sebagai bukti empiris,” ucapnya
Sementara, Sosiolog Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) Ternate, Herman Oesman, menduga jangan sampai catatan Baabullah sengaja dikaburkan. Ini merujuk pada pernyataan bahwa, sejarah hanya ditulis oleh orang-orang yang berkuasa.
Soal kepahlawanan, Herman lebih merujuk pada catatan tentang kehidupan sosial Baabullah. Sebab aspek sosial dan budaya tidak pernah diungkit. "Kelemahan kita di situ. Jadi barangkali ini bisa menjadi tema tentang sosial budaya seorang Baabullah," ujarnya.
Akademisi Institus Agama Islam Negeri (IAIN) dan UMMU, Dr. Kasman, mengatakan jika dirunut dari Sultan Zainal Abidin, Khairun, hingga Baabullah, perjuangannya tidak terputus. Sementara, jika Baabulah dilihat dalam konteks maritim dan diplomasi, maka Baabullah adalah sosok ulama. "Baabullah adalah mujahid dakwah di masanya," tandasnya.
ADVERTISEMENT
Baabullah adalah simbol perlawanan, tambah Kasman, sehingga untuk memetakan kiprah Baabullah, tidak bisa dilakukan secara terpisah. Baabullah melakukan dua fungsi. Sebagai sultan dan ulama. "Jadi terlalu sederhana kalau Baabullah dikatakan bangkit berjuang akibat kematian ayahnya," katanya.
Sehingga, selain sumber primer, TP2GD dan Karamat perlu memperkaya sumber-sumber sekunder. Walau terbatas, tapi dua sumber (sultan dan ulama) tersebut perlu dimiliki. Lantaran ini lebih menjurus pada studi tokoh, maka biografinya harus dirumuskan secara khusus.
"Jadi kira-kira aliran pemikiran apa yang bisa mempengaruhi dia menjadi seorang petarung. Apa yang melatarinya. Kemudian apa kiprahnya dari sisi kenegaraan dan sosial budaya. Dari komponen studi tokoh ini kita dapat mengenalkan Baabullah," ujarnya.
Dari sini, menurut Kasman, tak ada salahnya jika pembahasan ini melibatkan pihak Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah. Agar secara politis, mereka dapat ikut mengawal. "Jadi ada kekuatan secara diplomatis dalam seminar lokal maupun nasional," terangnya.
ADVERTISEMENT
Sementara, Julkiram anggota TP2GD sekaligus Jogugu (Perdana Menteri) Kesultanan Ternate, berharap agar upaya ini tidak kandas di tengah jalan. Sebab ini adalah langkah yang kesekian kali, setelah gagal mengusung Sultan Khairun sebagai pahlawan nasional. "Tapi saya melihat dari sini sudah ada titik temunya," katanya.
Dikatakan Julkiram, sebelumnya ia sudah sampaikan perihal gelaran kepahlawanan para sultan ke Presiden Joko Widodo. Bahkan hal tersebut direspon baik oleh Presiden. "Presiden bilang siap kawal. Tugas kami adalah menyiapkan naskah akademiknya. Tapi memang usulan kepahlawanan ini sudah diperketat," katanya.
Sementara, Akademisi IAIN, Dr. Jubair, mengatakan bahwa sebelumnya terdapat 31 organisasi paguyuban yang bertanya, kira-kira apa yang dapat mereka lakukan agar Baabullah bisa menjadi pahlawan nasional. Dari sini, apakah sosialisasi melalui media bisa mempengaruhi. "Kalau memberi dampak, barangkali bisa kita lakukan," katanya.
ADVERTISEMENT
Karena sejarah tak bisa dinafikkan, maka Jubair menyarankan agar dalam seminar nasional nanti, dapat mengambil tempat di Ternate. "Karena tidak semua yang dilakukan di Jakarta itu berhasil. Jadi saran saya buat di Ternate saja. Kita undang mereka ke sini," katanya.
Sementara, Irwansyah, mewakili Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat, mengatakan, soal penguatan data-data arkeologi, semua bisa diperoleh. Seperti menyurat ke Gorontalo dan BPCB Bali untuk wilayah Nusa Tenggara Timur.
"Siapa tahu ada indikasi peninggalan artefak tertua seperti masjid. Kalau ini ditemukan, bisa menjadi data yang kuat dari fakta-fakta yang ada," tandasnya.
---
Firjal Usdek