Misteri Pulau Ota, Pulau Putri di Kabupaten Fakfak

Konten Media Partner
2 Juni 2020 12:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sebuah makam di Pulau Ota di Teluk Berau Fakfak yang dipercaya asebagai makan putri duyung. (Dok: Hari Suroto)
zoom-in-whitePerbesar
Sebuah makam di Pulau Ota di Teluk Berau Fakfak yang dipercaya asebagai makan putri duyung. (Dok: Hari Suroto)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jayapura, BUMIPAPUA.COM- Pulau Ota di Teluk Berau, Kampung Darembang, Distrik Mbahamdandara, Kabupaten Fakfak, menyimpan sejuta misteri.
ADVERTISEMENT
Pulau yang disakralkan oleh masyarakat setempat tak sembarang bisa didatangi. Bahkan ada aturan lisan dalam budaya masyarakat setempat, jika ada orang yang naik perahu dan melewati pulau itu, maka laju perahu harus diperlambat, sehingga air tetap menjadi tenang.
Larangan lainnya di Pulau Ota adalah setiap orang yang masuk dalam pulau itu dilarang untuk bicara kotor dan kasar.
Oleh masyarakat setempat Pulau Ota juga disebut sebagai Pulau Putri. Sebutan Pulau Putri yang dimaksud merupakan pulau karang berukuran kecil.
Pada bagian tebingnya terdapat sebuah celah dan pada celah ini terdapat sebuah makam, beberapa tengkorak manusia dan dayung perahu.
"Mitos yang dipercaya oleh masyarakat Teluk Berau, makam di Pulau Putri adalah makam putri duyung," kata Hari Suroto, seorang peneliti dari Balai Arkeolog Papua.
ADVERTISEMENT
Tulang Manusia Berserakan
Tengkorak manusia yang banyak ditemukan di Pulau Ota, Teluk Berau, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat. (Dok: Hari Suroto)
Putri duyung digambarkan sebagai perempuan cantik berambut tergerai indah mempesona, sedangkan bagian bawah berupa ikan berekor. Putri duyung kerap digambarkan hidup di lautan.
Dulunya, masyarakat setempat mendapati banyak tulang manusia berserakan pada celah tebing Pulau Putri. Namun, hanya tulang putri duyung yang dikumpulkan dan kemudian dibuatkan makam di celah tebing itu.
Kata Hari, secara ilmiah, duyung disebut dugong dugon. Dugong bukanlah sejenis ikan tetapi tergolong dalam hewan mamalia laut pemakan tumbuhan lamun. Perairan Teluk Berau memiliki padang lamun yang menjadi habitat dugong.
Dugong memiliki tulang belakang dan rusuk untuk melindungi paru-parunya. Kepala dugong hampir mirip dengan manusia karena memiliki rahang atas dan bawah.
"Dugong juga memiliki enam tulang leher sehingga kepalanya bisa menengok," katanya, Selasa (2/6).
ADVERTISEMENT
Tungkai dugong terdiri atas tulang-tulang yang menyusun hasta, pengumpil dan struktur seperti jari. Telapak tangan dugong terdapat di balik sirip, sirip ini seperti dayung.
Dugong dikenal sebagai binatang yang akrab dan ramah terhadap manusia. Dalam beberapa kejadian, seperti lumba-lumba, dugong menyelamatkan nelayan yang tenggelam karena kecelakaan perahu.
Berdasarkan hal tersebut, mitos yang dipercaya masyarakat Teluk Berau, dugong sebagai jelmaan manusia dan suka menolong nelayan, sehingga masyarakat setempat tidak melakukan perburuan.
Kegiatan nelayan di Teluk Berau dipengaruhi oleh kondisi ombak dan musim angin. Sehingga jika nelayan berperahu pada saat musim ombak besar dan angin kencang, rawan terjadi kecelakaan laut.
Untuk itu, masyarakat setempat percaya bahwa dayung perahu, tengkorak manusia dan makam Putri Duyung di Pulau Ota, sebagai peringatan agar nelayan yang melaut di Teluk Berau lebih berhati-hati.
ADVERTISEMENT
"Terlebih Pada masa lalu belum ada mesin tempel perahu, para nelayan hanya mengandalkan dayung dan layar. Maka nelayan yang mendayung perahu harus memperhatikan kondisi ombak, cuaca dan angin di Teluk Berau," Hari menambahkan.