Waka BPIP Ungkap Dokumen Historis Kelahiran Pancasila 1 Juni

27 Mei 2021 22:10 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Peringatan Kelahiran Pancasila.
Wakil Kepala BPIP, Prof. Hariyono. (Dok: Istimewa)
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) berharap tidak ada lagi perdebatan soal kapan Hari Lahir Pancasila. Hal ini setelah kita mau membaca kesaksian dari pelaku sejarah (ketua BPUPK Radjiman Widiodiningrat, RP Suroso wakil ketua BPUPK, Moh Hatta anggota BPUPK, anggota panitia sembilan dan wakil ketua BPUPK, anggota BPUPK dan anggota panitia kecil Mohammad Yamin, serta dari Ki Hajar Dewantoro, Sunario, M. Maramis hingga Sunario). Bahkan dokumen sejarah yang terkait dengan perumusan sidang BPUPK dan PPKI baik yang dipegang oleh A.K. Pringgodigdo yang sempat dirampas pihak Belanda dan disimpan di Arsip Kerajaan Belanda sudah dikembalikan ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Demikian pula Arsip yang sebelumnya dipegang A.G. Pringgodigdo dan dipinjam oleh Mohammad Yamin dan sempat dinyatakan hilang sudah ditemukan. Kedua Arsip tersebut sekarang tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia. Berdasarkan kesaksian dari pelaku sejarah serta dokumen sidang BPUPK dan PPKI jelas bahwa kelahiran Pancasila itu 1 Juni 1945.
Perdebatan yang tak berujung dan berbasis opini hanya menghabiskan energi bangsa. Kita sebagai bangsa modern perlu belajar dari sejarah yang berbasis data agar peringatan Hari Lahir Pancasila tidak berdasar kemauan rezim dan menjadi momen refleksi bangsa. Termasuk menempatkan pidato Soekarno 1 Juni sebagai kelahiran Pancasila sebagai sumber dalam perumusan Pancasila oleh panitia 9 yang menghasilkan Piagam Jakarta, Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan Pengesahan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945 yang memiliki makna Pengesahan Pancasila sebagai dasar negara secara yuridis konstitusional sebagai rangkaian peristiwa sejarah yang tidak terpisah.
ADVERTISEMENT
Konstruksi sejarah Pancasila sebagai dasar negara, ideologi bangsa, pemersatu bangsa, pandangan hidup bangsa dan kepribadian bangsa sangat sarat dengan nilai-nilai luhur yang harus dilakukan dan diperjuangkan secara luhur. Namun mengapa pemahaman dan pengamalan Pancasila sampai sekarang belum maksimal.
"Kita sudah 75 tahun merdeka, namun nilai Pancasila belum diterapkan secara maksimal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Masih ada perilaku intoleran dalam suatu bangsa yang menganut kebangsaan inklusif, masih banyak korupsi pada bangsa yang mengakui eksistensi Tuhan yang Maha Tahu hingga adanya regulasi dan kebijakan yang tidak kongruen dengan sila kelima tentang Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," ungkap Wakil Kepala BPIP Hariyono, kepada wartawan, Kamis (27/5).
Seperti diketahui, Presiden Jokowi pada 2016 menetapkan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila yang diperingati oleh bangsa dan negara bertepatan dengan pidato Soekarno dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK), 1 Juni 1945. Kala itu, Soekarno mengemukakan konsep dasar negara, philosophie grondslag, Welsthanchauung, dari bangsa dan negara yang akan merdeka secara politik, yang terdiri atas lima sila dan dinamakan Pancasila.
ADVERTISEMENT
Peringatan kelahiran Pancasila 1 Juni atau 18 Agustus sempat menjadi polemik setelah Prof Dr. Nugroho Notosusanto menulis buku Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara di tahun 1981. Buku tersebut mengambil sumber dari buku Moh. Yamin Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945. Dan buku Mohammad Yamin kemudian dijadikan dasar penyusunan buku Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI yang diterbitkan oleh Sekretariat Negara. Buku Nugroho Notosusanto dan Sekneg menjadi referensi resmi, termasuk dalam melihat kelahiran Pancasila. Untuk itu, sekali lagi, bangsa Indonesia perlu belajar dan dewasa dalam melihat sejarah bangsanya yaitu kembali pada dokumen sejarah yang benar-benar Otentik (kini tersimpan di ANRI) dan percaya pada kesaksian atau testimoni pelaku dan saksi sejarah yang terlibat dalam sidang BPUPK dan atau PPKI.
ADVERTISEMENT
Perdebatan yang sering mengemuka saat peringatan Hari Lahir Pancasila seyogyanya diakhiri.
Semua dokumen dan pelaku sejarah sudah menjelaskan dan mendukung bahwa 1 Juni 1945 adalah hari lahir Pancasila. Kata hari lahir Pancasila pertama kali dicetuskan oleh Ketua BPUPK Dr Radjiman Wedyodiningrat dalam pengantar buku pidato Soekarno 1 Juni di sidang BPUPK yang diterbitkan tahun 1947 di Yogyakarta.
"Bahkan pada perayaan Hari Lahir Pancasila pada tahun 1958, M Yamin secara eksplisit dalam pidato tertulis yang berjudul dalam Sistem Filsafat Pancasila menyebut hari lahir Pancasila itu 1 Juni1945" ujar Sejarawan, Hariyono.
Kata dia, tokoh yang paling sering berbicara soal kelahiran Pancasila 1 Juni adalah Bung Hatta. Wapres RI pertama itu menuliskan kelahiran Pancasila dalam buku memoarnya. Bung Hatta juga menyinggung soal ini saat menerima gelar DR honoris causa di bidang hukum dari Universitas Indonesia  pada 30 Agustus 1975.
ADVERTISEMENT
"Dalam pidatonya, Bung Hatta antara lain menceritakan kronologis bagaimana Pancasila lahir dan kemudian menjadi dasar negara," tandas Hariyono. Penegasan juga disampaikan saat Bung Hatta memimpin Panitia Lima. Panitia Lima dibentuk oleh Menko Kesra Jenderal Surono Reksodimedjo pada 1975. Surono saat itu melaksanakan himbauan Presiden Soeharto untuk menjelaskan Pancasila secara utuh.
"Panitia Lima.  Bung Hatta sebagai ketua. Anggotanya Prof. Ahmad Soebardjo, Prof Sunario, Prof AG Pringgodigdo, Prof Sunario dan AA Maramis. Dokumen hasil Panitia Lima yang berjudul "Uraian Pancasila" ini bisa dicek di arsip nasional dan berbagai perpustakaan" beber Hariyono.
Dan yang sangat terkenal adalah wasiat Bung Hatta kepada Guntur Soekarnoputra, putra sulung Soekarno. Dalam wasiat yang ditulis awal 1980-an itu, Bung Hatta tegas menyatakan Bung Karno yang melahirkan Pancasila. Penegasan karena dalam kurun waktu tersebut banyak muncul wacana yang meragukan Soekarno sebagai penggali Pancasila.
ADVERTISEMENT
Guru Besar Sejarah Politik Universitas Negeri Malang ini menjelaskan diskursus Hari Lahir Pancasila muncul dari buku karya Nugroho Notosusanto, sejarawan UI yang kemudian mendirikan Pusat Sejarah ABRI. Dalam buku yang ditulis Naskah Proklamasi jang Otentik dan Rumusan Pancasila jang Otentik, Nugroho tidak menggunakan sumber primer, khususnya dokumen sidang BPUPK karena dokumennya waktu itu masih tersimpan di negeri Belanda dan yang satu dinyatakan hilang (yang kemudian di ketahui ada di keluarga Yamin)
Menurut Hariyono hal itu terjadi karena Nugroho belum menemukan risalah atau notulensi sidang BPUPK. Buku yang ditulis Nugroho termasuk saat menulis buku babon Sejarah Nasional Indonesia VI hanya berdasar sumber sekunder yaitu berdasarkan 3 buku yang ditulis M Yamin. Bukan dari notulensi sidang BPUPKI.
ADVERTISEMENT
Hariyono memaklumi karena notulensi sidang BPUPK yang asli dirampas oleh Belanda. Belakangan diketahui berada di  arsip nasional Belanda atau Algemen Rijksarchief (ARA) di Den Haag dan dikembalikan ke Indonesia pada 1989.
Satu-satunya salinan Risalah Sidang BPUPK dimiliki Sekretaris Ketua BPUPK AG Pringodigdo. Sayangnya buku itu dipinjam oleh M Yamin dan baru diketahui keberadaannya  di Perpustakaan Pura Mangkunegaran, Solo, pada 1990.
Belakangan diketahui, dokumen itu ternyata tersimpan di rumah putra M Yamin,  Rahadian. Setelah Rahadian meninggal pada 1979, berbagai buku milik Rahadian dibawa oleh istrinya ke Perpustakaan Mangkunegaran. Istri Rahadian kemudian mengundang Pak Hartono, orang arsip dari Semarang, untuk menata buku-buku tersebut. Saat  menata itu ditemukan salinan Risalah BPUPK yang kemudian diserahkan lagi ke Arsip Nasional RI. Kini, baik dokumen yang asli maupun yang salinan yang dipinjam Yamin  sekarang sudah ada di Arsip Nasional (ANRI).
ADVERTISEMENT
"Kami dari BPIP berharap ANRI dapat segera menerbitkan dokumen tersebut agar mudah diakses oleh publik sebagai bagian untuk meningkatkan literatur kebangsaan secara jujur dan terpercaya" cetus Hariyono.
Menurut Hariyono, dokumen notulensi itu sangat penting. Karena memuat laporan rinci tentang segala perdebatan yang terjadi dalam sidang-sidang BPUPK dan PPKI yang sedang merancang konsep berbangsa dan bernegara. Dari sana lah publik bisa mengetahui perdebatan, perselisihan, dan konsensus yang terjadi di balik kelahiran konstitusi Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945.
Berdasarkan  notulensi sidang BPUPKI/PPKI, terlihat  jelas bahwa Soekarno adalah satu-satunya yang punya rumusan komprehensif dan menyeluruh tentang dasar negara. Soekarno pula satu-satunya orang yang dalam sidang BPUPK menyebut kata “Pancasila". Dan berdasarkan pidato itulah dibentuk panitia kecil untuk dirumuskan sebagai dasar negara.
ADVERTISEMENT
Hariyono mengingatkan, peringatan Harlah Pancasila penting untuk menegaskan kembali bangsa Indonesia memiliki landasan bernegara. Terutama di era sekarang dengan masuknya pikiran ideologi transnasional, baik yang datang dari ideologi liberal kapitalisme maupun yang datang konsep khilafah.
Agar pemahaman dan pengamalan Pancasila dapat dilakukan secara masif dan sistematis dia berharap Kemendikbud Ristek mengajarkan Pancasila sebagai pelajaran di sekolah  dan mata kuliah wajib di perguruantinggi. Agar kognisi publik tidak kosong, sehingga bisa menyaring ideologi lain. Tidak hanya itu, Pancasila sebagai bintang penuntun bagaimana Indonesia bisa inovatif dan kreatif, sehingga menjadi bangsa yang berdaulat.
Guru besar sejarah politik Universitas Negeri Malang ini juga berharap Pancasila tidak sekedar dipahami sebagai alat pemersatu bangsa yang sarat dengan nilai nilai toleransi tetapi juga nilai nilai progresif yang bisa membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju, adil dan makmur dengan mempelajari dan mengelola IPTEKS secara kreatif dan inovatif.
ADVERTISEMENT