Kisah Janda Miskin di Desa Miliarder Tuban

Konten Media Partner
26 Februari 2021 18:46 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mbah Srilah yang hidup sebatang kara di rumahnya, di Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban. (foto: ayu/beritabojonegoro)
zoom-in-whitePerbesar
Mbah Srilah yang hidup sebatang kara di rumahnya, di Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban. (foto: ayu/beritabojonegoro)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tuban - Selama dua minggu belakangan, seluruh media gencar memberitakan terkait desa miliarder di Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban.
ADVERTISEMENT
Munculnya ratusan miliarder desa yang beramai-ramai memborong ratusan mobil menggunakan dana dari ganti rugi lahan untuk proyek Kilang Tuban atau New Grass Root Refinery (NGRR), sempat viral di sejumlah media, baik lokal hingga nasional.
Namun, ternyata tidak semua warga desa miliarder tersebut mendapatkan uang ganti rugi dari proyek kilang minyak. Masih ada beberapa warga miskin yang hidupnya dari menggantungkan uluran tangan orang lain.
Salah satu warga tersebut adalah Srilah (80), warga Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban. Perempuan lanjut usia yang hidup sebatang kara ini hanya bisa mendengar riuhnya para tetangganya yang menerima uang miliaran rupiah dan melihat banyaknya lalu lalang kendaraan yang baru dibeli para tetangganya.
Kondisi rumah mbah Srilah di Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban. (foto: ayu/beritabojonegoro)
ADVERTISEMENT
Mbah Srilah tinggal di rumah dengan ukuran 3 kali 4 meter, dengan rangka dari kayu, dinding dari kayu dan triplek, atap dari asbes serta lantai dari semen.
"Saya di rumah ya sendiri. Mau ditemani orang juga takut. Di sini banyak tetangga yang mau ngajak saya, tapi saya tidak betah," tutur Srilah saat ditemui awak media di rumahnya, Jumat, (26/02/2021).
Mbah Srilah, begitu dia biasa dipanggil, dirinya tidak memiliki sawah atau tanah yang terdampak proyek Kilang Tuban, sehingga dirinya tidak mendapat ganti rugi pembebasan lahan.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, mbah Srilah mengandalkan anak menantunya. Tak jarang juga menggantungkan berbelas kasihan para tetangganya.
"Saya punya anak dua, keduanya sudah berkeluarga dan tinggal sendiri-sendiri. Saya juga dapat bantuan dari pemerintah (red, BPNT) berupa beras," kata mbah Srilah.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data yang dihimpun awak media ini, di Desa Sumurgeneng, terdapat 326 orang warga miskin, dengan mata pencaharian rata-rata bekerja sebagai buruh tani dan pekerja serabutan. Dari jumlah tersebut, 27 di antaranya telah berubah status sebagai orang kaya baru atau miliarder desa, setelah mendapat uang dari pembebasan lahan kilang Tuban, sehingga saat ini telah dicoret dari data penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Terpisah, Kepala Desa Sumurgeneng, Ghianto, kepada awak media ini menjelaskan bahwa di desanya terdapat 3.600 warga, 2.700 di antaranya telah memiliki identitas atau 840 kepala keluarga (KK). Dari total tersebut, terdapat 326 warga tidak mampu menerima bantuan sosial. Sedangkan 27 orang lainnya telah menjadi miliarder.
ADVERTISEMENT
"Warga di sini mayoritas bekerja sebagai petani dan buruh tani. Warga yang dulunya menerima BPNT tapi mendapatkan ganti rugi pembebasan lahan sudah kita lepas. Jadi ke depan sudah tidak mendapat bantuan lagi," kata Ghianto. (ayu/imm)
Mari berdonasi sekarang:
Kontributor: Ayu Fadillah
Editor: Imam Nurcahyo
Publisher: Imam Nurcahyo
Story ini telah dipublish di: https://beritabojonegoro.com