Teganya Suami, Ibu Rumah Tangga Menempati Urutan Teratas Kasus HIV

Konten Media Partner
24 Mei 2023 14:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Pixabay.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Baru-baru ini, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mengungkapkan bahwa terjadi peningkatan jumlah kasus HIV pada 2023.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari Kemenkes, sebanyak 35 persen kasus terjadi pada Ibu rumah tangga (IRT). Dalam hal ini, kasus HIV baru pada kelompok IRT bertambah sebesar 5.100 kasus setiap tahunnya. Di mana, 30 persen penularan terjadi dari suami ke istri.
Menanggapi hal itu, epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (FKM Unair) Dr Arief Hargono drg MKes mengungkapkan, bahwa fenomena ini sudah terjadi sebelum pandemi COVID-19.
“Kasus ini sangat memprihatinkan, karena data absolut yang ada menunjukkan bahwa IRT penderita HIV lebih tinggi dibanding wanita pekerja seks atau penyuka sesama jenis,” ungkapnya, Rabu (24/5).
Menurut Arief ada beberapa penyebab meningkatnya kasus HIV di Indonesia. Pertama yakni akibat dampak pandemi COVID-19.
Ketika pandemi, semua program kesehatan hanya fokus pada penanggulangan COVID-19 sehingga program lain sedikit teralihkan.
ADVERTISEMENT
Saat pandemi COVID-19 sudah berangsur membaik, hal ini menyebabkan berbagai program kesehatan pemerintah mulai berjalan sebagaimana mestinya.
“Peningkatan penemuan jumlah kasus termasuk HIV kemungkinan besar mengalami peningkatan, terutama jika dipengaruhi adanya faktor risiko,” ucapnya.
Kedua yakni, IRT memperoleh virus HIV dari pasangannya. Selain itu, virus juga bisa didapatkan dari IRT itu sendiri karena pengetahuan akan pencegahan dan dampak penyakit yang rendah.
“Jadi pasangan IRT bisa saja melakukan perilaku yang berisiko tinggi,” tuturnya.
Untuk itu, ia mengimbau kepada seluruh masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan terhadap bahaya HIV.
“Perlu adanya kesadaran utamanya bagi masyarakat yang melakukan perilaku risiko tinggi. Tapi di sisi lain masih ada stigma di masyarakat yang menyebabkan mereka merasa takut untuk memeriksakan status HIV-nya,” tukasnya.
ADVERTISEMENT