Survei: Kampus Masuk Tiga Besar Lokasi Terjadinya Kekerasan Seksual

Konten Media Partner
9 Desember 2021 12:51 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi korban kekerasan seksual. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi korban kekerasan seksual. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sepanjang tahun 2015-2020 Komnas Perempuan menerima 27% aduan kasus kekerasan seksual terjadi di perguruan tinggi dari keseluruhan pengaduan yang terjadi di lembaga pendidikan. Data ini diperkuat dengan temuan survei Mendikbud Ristek (2019) bahwa kampus menempati urutan ketiga lokasi terjadinya tindak kekerasan seksual (15%), setelah jalanan (33%) dan transportasi umum (19%).
ADVERTISEMENT
Penelitian lain menyebutkan bahwa 40 persen dari 304 mahasiswi pernah mengalami kekerasan seksual (Ardi dan Muis, 2014), 92% dari 162 Responden mengalami kekerasan di dunia siber (BEM FISIP Universitas Mulawarman, 2021), 77% dosen menyatakan “kekerasan seksual pernah terjadi di kampus dan 63% tidak melaporkan kasus yang diketahuinya kepada pihak kampus (Survei Ditjen Diktiristek, 2020). Kebanyakan korban kekerasan seksual adalah perempuan.
Angka kekerasan tersebut hanyalah angka di permukaan, mengingat bahwa fenomena kekerasan seksual seperti gunung es, yang jauh lebih banyak yang tidak tampak dari apa yang dilihat.
Dalam menghadapi darurat kekerasan seksual di lingkungan kampus Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim telah meneken Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 pada 31 Agustus 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi. Peraturan ini merupakan langkah maju untuk mewujudkan lingkungan Pendidikan yang aman, sehat dan nyaman bebas kekerasan seksual.
Suzy Hutomo, Owner and Chairperson The Body Shop® Indonesia
Sebagai bentuk dukungan terhadap Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, The Body Shop® Indonesia dengan semangat aktivisme bersama impact partners ke kampus untuk menjadi bagian dari perjuangan bersama dalam menciptakan kampus bebas dari kekerasan seksual melalui program The Body Shop® Goes to Campus.
ADVERTISEMENT
"Melalui program The Body Shop® Goes To Campus, The Body Shop® Indonesia terus konsisten dalam mensosialisasikan dan mengedukasi tentang kekerasan seksual ke generasi muda. Diharapkan program ini dapat mengedukasi kaum muda dan mendorong terciptanya sistem penanganan kekerasan seksual di kampus. Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 memberikan harapan dalam menciptakan ruang aman di kampus-kampus seluruh Indonesia," kata Suzy Hutomo, Owner and Chairperson The Body Shop® Indonesia, dalam keterangan tertulis yang diterima Basra, Kamis (9/12).
Suzy menambahkan The Body Shop® Indonesia Stop Sexual Violence: Semua Peduli, Semua Terlindungi #TBSFightForSisterhood adalah kampanye kolaboratif untuk memperjuangkan isu kekerasan seksual, yang bertujuan untuk Indonesia yang bebas dari kekerasan seksual. Kampanye ini sudah dimulai sejak 5 November 2020. Dimana fokus utamanya adalah pendampingan dan pemulihan korban, edukasi publik secara nasional, dan mengumpulkan petisi untuk mendorong pengesahan Rancangan Undang - Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
ADVERTISEMENT
"Upaya ini bukan hanya kampanye untuk publik, kami mengedukasi dan berkampanye secara internal ke seluruh karyawan The Body Shop® Indonesia, karena kesadaran pemahaman akan isu kekerasan seksual dan menciptakan ruang aman harus dimulai dari dalam perusahaan kami," imbuhnya.
Sementara itu, Psikolog MKP Abdi Keraf, mengungkapkan kegelisahannya terkait isu kekerasan seksual ini. Menurutnya, seseorang yang minim pengetahuan tentang seksual kerap kali salah mengartikan.
"Minim pengetahuan di kalangan keluarga dikarenakan masyarakat kita sangat tabu. Bahasa kasih, bahasa cinta dan bahasa emosional merupakan dari bagian pendidikan seksual. Pengetahuan seksual bukan hanya tentang organ seksual secara ilmiah, namun juga tentang perilaku bagaimana kita menunjukkan rasa kasih sayang. Bagaimana membangun komunikasi dalam keluarga setiap hari juga penting," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Akar persoalan, kata dia, harus dibangun dari rumah. Jangan ada pikiran bahwa korban kekerasan seksual itu baik-baik saja. Trauma korban sangat luar biasa. Jika tidak mendapatkan perlindungan seperti dia ada di ruangan yang sangat gelap.
"Mari kita baca new normal ini dalam penanganan kekerasan seksual. Mari kita perangi kekerasan seksual dengan masif,” tegasnya.
Adapun Kalis Mardiasih, Pemerhati Isu Gender menuturkan, saat ini di Indonesia sedang memasuki masa krisis kemanusiaan karena semakin tingginya angka kekerasan seksual. Penyebab kekerasan seksual adalah timpangnya kekuasaan, antara pelaku dan korban sehingga korban merasa tidak berdaya. Langkah untuk menjadi pendamping korban kekerasan seksual adalah mempercayai ceritanya.
"Yang perlu dilakukan kampus adalah menyediakan layanan aduan kasus kekerasan seksual di kampus. Timnya harus terdiri dari orang yang memiliki perspektif memberikan keadilan bagi korban. Kampus punya tanggung jawab untuk membuat lingkungan yang aman," tukas Kalis.
ADVERTISEMENT