Riset: Hanya 54% Penderita Hipertensi di Indonesia yang Rutin Konsumsi Obat

Konten Media Partner
21 Mei 2022 10:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pemeriksaan tekanan darah. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemeriksaan tekanan darah. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hipertensi atau tekanan darah tinggi masih menjadi tantangan besar dalam dunia kesehatan. Penyakit ini memiliki prevalensi yang tinggi di tingkat global maupun Indonesia.
ADVERTISEMENT
Selain faktor risiko seperti usia, jenis kelamin, genetika, serta gaya hidup tidak sehat, faktor kesadaran untuk memonitor tekanan darah secara rutin dan kurangnya kepatuhan terhadap pengobatan hipertensi membuat kasus hipertensi terus meningkat.
Studi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan jumlah penderita hipertensi berusia 30-79 tahun telah bertambah dari 650 juta menjadi 1,28 miliar orang, dalam tiga dekade terakhir. Studi ini juga mengungkapkan bahwa sebanyak 53% perempuan dan 62% pria dengan hipertensi, atau sekitar 720 juta orang, tidak menerima pengobatan yang dibutuhkan.
Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mendapati bahwa hanya separuh (54%) penderita hipertensi yang rutin minum obat anti hipertensi. Sebanyak 32,27% mengatakan tidak rutin minum obat dan 13,33% malah mengaku tidak pernah minum obat sama sekali.
ADVERTISEMENT
"Kepatuhan minum obat yang kurang optimal merupakan salah satu alasan penderita hipertensi menjadi tidak terkontrol tekanan darahnya. Data menunjukkan bahwa hanya sekitar 50% dari pasien hipertensi yang patuh minum obat," ujar Spesialis Jantung dr. Devie Caroline, Sp.JP.FIHA, dalam webinar WHD 2022 bertajuk 'Periksa Tekanan Darah Anda Secara Akurat & Kendalikan dengan Kepatuhan terhadap Pengobatan', kerjasama OMRON dengan Kelompok Kerja (POKJA) Hipertensi dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) dan Yayasan Jantung Indonesia (YJI), Sabtu (21/5).
Lebih lanjut dikatakan Devie, banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat. Beberapa alasan penderita hipertensi tidak minum obat antara lain karena penderita hipertensi merasa sehat, lupa minum obat, penderita memilih obat tradisional dan selain itu takut efek samping obat. Oleh sebab itu diperlukan beberapa strategi supaya penderita hipertensi menjadi patuh minum obat.
ADVERTISEMENT
Hal senada diungkapkan Ketua Pokja Hipertensi PERKI dr. Badai Bhatara Tiksnadi, MM, Sp.JP (K), FIHA. Menurutnya, tekanan darah seseorang harus terkontrol dengan target sesuai dengan penyakit penyertanya.
“Pasien hipertensi sebaiknya tetap meminum obat hipertensi yang disarankan dokter untuk menjaga tekanan darahnya tidak naik. Harus dipastikan bahwa diagnosis hipertensi dilakukan dengan teknik pengukuran yang benar dan akurat," ujarnya.
Selain obat-obatan, kata Badai, pengendalian tekanan darah dapat dilakukan dengan cara non farmakologis seperti menggunakan alat pengukur tekanan darah digital, pembatasan asupan garam, latihan fisik intensitas sedang yang teratur, dan dengan mencapai berat badan ideal.
"Pemantauan tekanan darah secara teratur di rumah merupakan cara yang efektif untuk mendeteksi dan mengelola hipertensi untuk mencegah berbagai macam komplikasi kesehatan yang berbahaya, seperti penyakit jantung, stroke, dan kematian,” tukasnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Tomoaki Watanabe Direktur OMRON Healthcare Indonesia mengungkapkan, pihaknya berkomitmen untuk terus meningkatkan kesadaran masyarakat akan manfaat pemantauan tekanan darah secara rutin di rumah.
"Kami juga ingin mengingatkan bahwa monitoring tekanan darah harus diikuti dengan perubahan gaya hidup dan tindakan pengobatan untuk memastikan pengelolaan hipertensi dalam batas normal. Hal ini sejalan dengan misi OMRON untuk menciptakan dunia yang bebas dari penyakit kardiovaskular (Going fo ZERO – melalui perawatan preventif) dengan membiasakan pemantauan tekanan darah secara teratur, mengontrol hipertensi secara aktif dan melakukan langkah-langkah menuju perubahan perilaku untuk mengatasi kebiasaan-kebiasaan yang dapat meningkatkan risiko sarangan jantung," jelasnya.
Webinar ini digelar dalam rangkaian memperingati Hari Hipertensi Sedunia 2022 yang jatuh setiap tanggal 17 Mei 2022.
ADVERTISEMENT