Prof Budiyanto, Jadi Guru Besar Bidang Inklusi Pertama di Unesa

Konten Media Partner
8 September 2020 7:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Prosesi pengukuhan Prof Budiyanto.
zoom-in-whitePerbesar
Prosesi pengukuhan Prof Budiyanto.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Universitas Negeri Surabaya (Unesa) baru saja mengukuhkan empat guru besar di bidang pendidikan.
ADVERTISEMENT
Salah satunya yakni Prof. Dr. Budiyanto, M.Pd yang merupakan Guru Besar di Bidang Inklusi pertama di Unesa sekaligus menjadi guru besar ketiga di Indonesia pada bidang yang sama.
Dalam orasi ilmiahnya berjudul 'Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya Pendidikan Lokal', Prof. Budiyanto mengungkapkan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia harus dimulai dan didasarkan pada dimensi kekuatan budaya lokal, dalam hal ini nilai budaya pendidikan lokal.
Untuk mewujudkan pendidikan tersebut, harus disesuaikan dengan beberapa indikator. Seperti peserta didik, kurikulum, sarana prasarana, hingga sistem pembelajaran.
"Dalam pelaksanaan pembelajaran senantiasa guru harus menyesuaikan kebutuhan, karakteristik dan gaya belajar peserta didik. Target utama pembelajaran pada kelas inklusif adalah menjamin agar potensi semua peserta didik baik peserta didik regular dan peserta didik berkebutuhan khusus dapat berkembang secara optimal," ungkapnya, Senin (7/9).
Selain itu, tenaga pengajar juga perlu diperhatikan dalam menjalankan pendidikan inklusif. Oleh sebab itu, dalam konteks ketenagaan dan tugas profesionalnya yang diperlukan dalam pendidikan inklusif antara lain guru kelas atau guru bidang studi dengan tugas utama layanan akademik, dan guru pembimbing khusus, dengan tugas utama layanan kebutuhan khusus serta membantu guru kelas atau guru mata pelajaran dalam layanan akademik.
ADVERTISEMENT
"Untuk kurikulumnya, peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) dengan hambatan intelektual perilaku dan komunikasi bisa menggunakan kurikulum khusus dengan adaptasi, sementara PDBK tanpa hambatan intelektual menggunakan kurikulum regular dengan adaptasi," jelasnya.
Dengan adanya kajian tersebut diharapkan dapat menjadi rekomendasi dalam menjalankan pendidikan inklusif di Indonesia.
"Karena untuk mewujudkan pendidikan inklusif yang selaras dengan kearifan lokal Indonesia bukanlah suatu usaha individual melainkan suatu upaya kolektif seluruh pihak dan seluruh lapisan masyarakat, dan setiap diri kita memiliki peran untuk keberwujudan hal tersebut," pungkasnya.