Pakar ITS Ungkap Potensi Energi Hijau di Lumpur Sidoarjo

Konten Media Partner
3 Februari 2022 11:08 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Skema proses adsorbsi yang dilakukan oleh tim ITS saat dipresentasikan dalam sebuah webinar.
zoom-in-whitePerbesar
Skema proses adsorbsi yang dilakukan oleh tim ITS saat dipresentasikan dalam sebuah webinar.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Peneliti senior dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) ITS Dr Ir Amien Widodo MSi menyebut, Indonesia mempunyai potensi besar membuat industri berbasis energi hijau.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, Indonesia memiliki pasokan bahan baku pendukung salah satunya kandungan lithium yang juga ditemukan di lumpur Sidoarjo.
Lithium merupakan salah satu Critical Raw Materials (CRMs) atau material kritis. Dikatakan material kritis karena sulit didapatkan dan tidak memiliki pengganti, tetapi memiliki manfaat yang besar. "Salah satunya material kritis ini sangat diperlukan dalam pengembangan energi hijau," ucapnya, Kamis (3/2).
Amien menyebut, salah satu kebijakan pemerintah dalam pengembangan energi hijau adalah percepatan produksi kendaraan listrik. Untuk itu, produksi massal baterai pun juga dilakukan.
Meskipun Indonesia memiliki 25 persen cadangan nikel dunia sebagai bahan baku pembuatan baterai, produksi baterai juga membutuhkan lithium yang sayangnya sampai saat ini masih belum ditemukan lokasi penambangan yang menjanjikan.
ADVERTISEMENT
“Penemuan potensi kandungan lithium di lumpur Sidoarjo adalah kabar baik. Tentunya sangat luar biasa jika kita bisa memanfaatkannya,” ujarnya.
Peneliti senior dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) ITS Dr Ir Amien Widodo MSi.
Amien menjelaskan, sejak 2016 Pusat Studi Kebumian dan Bencana (sekarang Puslit MKPI) ITS telah melakukan kajian kandungan lithium yang ada dalam air lumpur Sidoarjo. Kajian ini dilakukan dengan adsorbsi lithium dari lumpur Sidoarjo menggunakan adsorben berbasis Lithium Mangan Oksida (LMO).
Adsorben ini memiliki struktur kristal spinel yang mampu menyerap lithium. Hasil kajian ini menunjukkan kandungan lithium dengan kadar sebesar 7 hingga 15 bagian per juta.
Selain itu, penelitian serupa juga dilakukan oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2020 menggunakan teknik Inductively Coupled Plasma – Optical Emission Spectrometry (ICP-OES). Teknik analisis ini digunakan untuk menentukan komposisi unsur dari berbagai logam.
ADVERTISEMENT
Hasilnya, didapatkan lithium dengan kadar 99,26 sampai dengan 280,46 bagian per juta dan stronsium dengan kadar 255,44 sampai dengan 650,49 bagian per juta.
“Memang terlihat perbedaan signifikan di antara keduanya. Itu karena kami mengambil sampel berupa air lumpur, sedangkan Badan Geologi melakukan penelitian pada lumpurnya,” jelasnya.
Meski demikian, Amien mengatakan bahwa data yang ada saat ini masih merupakan hasil penelitian awal dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Ia juga berharap, agar pihak ITS turut dilibatkan oleh Badan Geologi maupun pemerintah.
“Dengan begitu kami dapat belajar banyak mengenai cara eksplorasi dan eksploitasi logam tanah jarang dan material kritis,” pungkasnya.