Masih Banyak Data Dicuri, Pengguna Internet Wajib Tahu Mengamankan Data Pribadi

Konten Media Partner
29 Maret 2022 13:08 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Pixabay.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, Luhut Binsar Panjaitan, mengklaim sebuah big data bahwa di media sosial terdapat 110 juta masyarakat Indonesia mendukung penundaan Pemilu 2024.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal ini, dosen program studi Teknologi Sains Data Unair, Muhammad Noor Fakhruzzaman menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menggunakan data dari media sosial untuk pengambilan keputusan yang sifatnya strategis.
“Data yang diperoleh dari media sosial lebih berisiko digunakan dalam pengambilan keputusan yang sifatnya general,” ungkap dosen yang akrab disapa Ruzza ini, Selasa (29/3).
Menurut Ruzza, hal itu dikarenakan data yang sifatnya kualitatif, validitas (data dari media sosial) tidak bisa diuji dengan penghitungan statistik kuantitatif.
Ia mencontohkan, salah satu media sosial yakni Twitter, validitas data tidak dapat dihitung secara kuantitatif karena tidak memiliki item alat ukur. “Hal ini mengingat data Twitter merupakan percakapan dinamis yang maknanya sulit dikuantifikasi,” jelasnya.
Ruzza juga menjelaskan bahwa di akun media sosial Twitter datanya berbentuk kualitatif. Satu-satunya cara untuk menganalisis datanya tersebut ialah harus mengecek setiap akun dari aspek kredibilitas, integritas, dan akuntabilitasnya.
ADVERTISEMENT
“Saya yakin hal tersebut akan sangat sulit dilakukan karena memang media sosial dilindungi aspek anonimitas,” ucapnya.
Meski demikian, Ruzza menuturkan, dalam computational communication, data yang berasal dari media sosial dapat dijadikan bahan riset. Hal tersebut juga disertai dengan asumsi bahwa akun media sosial tidak merepresentasikan individu yang sesungguhnya.
“Satu akun itu bukan berarti bisa dianggap (milik) satu orang sehingga tidak bisa serta-merta digeneralisir bahwa konklusi dari media sosial itu merepresentasikan dunia nyata,” tegasnya.
Ia mengatakan, adanya kemungkinan-kemungkinan dalam dunia media sosial, seperti pembuatan akun duplikat serta kesengajaan untuk mengutilisasi pasukan bot guna menggiring opini tertentu.
Untuk menghadapi hal tersebut, Ruzza mengatakan perlu adanya pemberlakuan random sampling yang berimbang di kedua spektrum diskursus dalam sebuah analisis data.
ADVERTISEMENT
“Terkait dengan isu terkini, sebaiknya lebih hati hati dalam membuat klaim. Khususnya jika hanya menggunakan jargon-jargon populer yang kebenarannya belum tentu terbukti,” pungkasnya.