Kisah Wiwik, Guru Honorer Asal Mojokerto yang Naik Haji Pakai Uang Buwuh

Konten Media Partner
29 Juni 2022 15:48 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kisah Wiwik, Guru Honorer Asal Mojokerto yang Naik Haji Pakai Uang Buwuh
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menjadi guru honorer dengan gaji yang jauh di bawah UMR, tidak mematahkan harapan Wiwik Ernawati untuk bisa mewujudkan impian terbesar dalam hidupnya, pergi haji ke Baitullah.
ADVERTISEMENT
Ibu dari dua anak ini mulai menjalankan profesi sebagai pahlawan tanpa tanda jasa sejak tahun 2008. Saat itu, kenang perempuan kelahiran Mojokerto 39 tahun silam ini, ia hanya mendapatkan honor sebesar Rp 24.000 sebulan.
Gaji tersebut tidaklah sebanding dengan pengeluaran yang harus ia rogoh dari kantong sakunya. Pasalnya, jarak rumah menuju tempat ia mengabdi tidaklah dekat, butuh waktu sekitar 40 menit dengan mengendarai sepeda motor.
"Setiap hari saya harus menempuh sekitar 50 km di daerah pegunungan untuk bisa sampai di tempat saya mengajar di daerah Pacet," tutur jemaah haji yang tergabung dalam kloter 34 Embarkasi Surabaya ini, Rabu (29/6).
Putri dari penjaga sekolah SD di daerah Mojokerto ini lantas menuturkan, ia daftar haji pada tahun 2011, tepat sebulan setelah melangsungkan pernikahan. Atas kesepakan dengan sang suami, uang amplop pernikahan yang ia dapatkan, ditambah tabungan yang ada, ia gunakan untuk membayar pendaftaran ibadah haji.
ADVERTISEMENT
"Alhamdulillah, karena tekad saya sudah kuat, dapat uang buwuhan saya gunakan untuk daftar haji," ujar jemaah haji yang berangkat sendiri tanpa didampingi suami.
Uang buwuh adalah uang yang diberikan oleh tamu undangan kepada tuan rumah sebagai sumbangan suatu upacara atau pesta (pernikahan).
Seiring berjalannya waktu, gaji yang diperoleh Wiwik pun beranjak naik. Meski honor yang ia peroleh masih jauh dari kata cukup, guru yang belum mendapatkan sertifikasi non PNS hingga 14 tahun pengabdiannya ini masih bisa bersyukur.
Menurut Wiwik, menjadi Guru Tidak Tetap (GTT) mungkin secara finansial tidak menjanjikan tetapi dia meyakini jika keberkahan dari mengajar salah satunya bisa membawanya ke Baitullah.
"Kalau dilihat dari sisi untung ruginya, mungkin ndak mau jadi GTT ya. Gaji segitu, Rp 450 ribu sebulan belum termasuk bensin, makan. Tetapi yang kita lihat adalah keberkahannya," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Jemaah haji yang berdomisili di Dusun Mejero, Desa Jumeneng Kecamatan Mojoanyar, Kabupaten Mojokerto ini lantas menceritakan kesehariannya. Tiap hari, ia harus membantu mengantar orang tuanya berjualan cecek di pasar.
"Biasanya kami berangkat dari rumah pukul 01.00 WIB dini hari dan pulang ke rumah pkl 06.00 pagi. Pagi mengajar, malam membantu orang tua jualan semua saya lakukan dengan ikhlas karena memang hidup butuh perjuangan," kisahnya.
Sampai sekarang, masih banyak yang tak menyangka GTT bisa naik haji.
"Teman-teman saya di grup WA GTT sangat bersyukur, seorang GTT seperti saya bisa naik haji. Rekan-rekan di sekolah yang PNS juga salut atas keberangkatan saya ini karena banyak yang meskipun sudah PNS tapi daftar saja belum," tukasnya.
ADVERTISEMENT