Kasus COVID-19 Masih Tinggi, IDAI Jatim Keberatan Sekolah Dibuka Lagi

Konten Media Partner
11 Juni 2021 16:34 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Simulasi sekolah tatap muka di Surabaya. Foto: Dok. Basra
zoom-in-whitePerbesar
Simulasi sekolah tatap muka di Surabaya. Foto: Dok. Basra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani 4 menteri, pembelajaran tatap muka (PTM) akan dilakukan pada tahun ajaran baru 2021/2022 Juli mendatang. Ikatan Dokter Anak Indonesia Jawa Timur (IDAI Jatim) mengaku keberatan atas rencana pembelajaran tatap muka. Ada berbagai alasan yang menjadi pertimbangan IDAI Jatim.
ADVERTISEMENT
"Setengah tahun yang lalu juga pernah ada rencana PTM tapi akhirnya batal. Nah, sekarang ini kan pandemi masih belum hilang, apalagi akhir-akhir ini kasus COVID-19 sangat mengerikan dengan kasusnya yang naik. Kami kuatir nanti malah ada klaster sekolah," ujar Ketua IDAI Jatim, dr Sjamsul Arief MARS SpA(K), kepada Basra, Jumat (11/6).
Lebih lanjut Sjamsul mengungkapkan, meskipun anak yang terpapar COVID-19 kondisinya tidak sampai berat, namun anak dapat menjadi pembawa virus pada orang-orang sekitarnya.
"Ya memang anak yang kena COVID-19 kondisinya tidak terlalu berat, tidak sampai meninggal dunia. Tapi kan anak bisa OTG, jadi pembawa virus bagi keluarganya, apalagi kalau ada lansia di keluarganya. Ini kan bisa berbahaya," jelasnya.
Di Jawa Timur sendiri, lanjut Sjamsul, anak yang terpapar COVID-19, berdasarkan data yang dimiliki IDAI Jatim per 7 Juni 2021, secara kumulatif terdapat 2.863 kasus. Sedangkan anak yang meninggal karena COVID-19 secara kumulatif ada 24 anak.
ADVERTISEMENT
"Dari laporan yang masuk ke saya, setiap minggu selalu ada kenaikan kasus. Per tanggal 7 Juni bertambah 20 anak yang positif COVID-19, yang meninggal bertambah 7 anak," ungkapnya.
Mengingat masih tingginya kasus COVID-19, IDAI Jatim pun memberikan beberapa rekomendasi terkait PTM. Pertama, PTM hanya digelar di daerah dengan kasus COVID-19 yang landai. Kedua, kapasitas ruangan hanya 25 persen dari total kapasitas kelas. Waktu PTM juga hanya dua kali dalam seminggu dengan durasi waktu yang tidak terlalu lama.
Ketiga, guru atau tenaga pendidik yang bersinggungan dengan siswa harus divaksin dua kali. Keempat, harus ada tim monitoring yang mengawasi jalannya PTM di sekolah.
"Dan yang paling penting sarana di sekolah juga harus menunjang penerapan protokol kesehatan. Saya pernah menjumpai di sekolah sarana prokes yang tidak sesuai, seperti tidak adanya sabun di tempat cuci tangan. Ini hal kecil yang sering diabaikan," paparnya lagi.
ADVERTISEMENT
Sjamsul juga mengingatkan agar sekolah yang hendak menggelar PTM harus meminta persetujuan orang tua siswa. Jika orang tua yang bersangkutan keberatan maka pihak sekolah tidak bisa memaksa.
“Anak yang belajar secara luring maupun daring harus memiliki hak dan perlakuan yang sama,” tegasnya.