Sejarah Supersemar, Peristiwa yang Jadi Tonggak Lahirnya Orde Baru

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
10 Maret 2023 11:32 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi sejarah Supersemar. Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sejarah Supersemar. Foto: AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Surat Perintah Sebelas Maret alias Supersemar merupakan surat perintah yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966 dan ditujukan kepada Soeharto. Sampai saat ini, sejarah Supersemar masih menimbulkan perdebatan karena dianggap menyimpan misteri yang belum terungkap sepenuhnya.
ADVERTISEMENT
Bagaimana tidak, mengutip laman Kementerian PANRB, empat versi Supersemar yang disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), semuanya palsu. Tidak ada yang tahu di mana naskah asli surat itu berada, bahkan isinya pun masih dipertanyakan kebenarannya.
Bukan hanya keasliannya, proses penyusunan dan penyerahan Supersemar juga masih menjadi misteri. Sementara itu, semua pihak yang terlibat bungkam dan tidak mau buka suara soal itu.
Padahal, peristiwa Supersemar menjadi tonggak lahirnya masa pemerintahan Orde Baru sekaligus menandakan terjadinya penyerahan mandat kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Soeharto.

Sejarah Supersemar

Ilustrasi naskah Supersemar. Foto: Pixabay
Sejarah Supersemar dilatarbelakangi oleh peristiwa G30S/PKI. Meski berhasil ditumpas, masyarakat masih menuntut pemerintah untuk membubarkan PKI yang dituding sebagai dalang peristiwa berdarah tersebut.
ADVERTISEMENT
Buntutnya, beberapa kesatuan aksi seperti Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), dan Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI) bersatu dalam Front Pancasila untuk melakukan unjuk rasa terhadap pemerintahan Orde Lama.
Mengutip buku Sejarah untuk Kelas XII oleh Nana Supriatna, pada 26 Oktober 1965, Front Pancasila bersama organisasi yang menentang PKI mengadakan rapat akbar di Lapangan Banteng, Jakarta.
Namun, rapat tersebut tidak membuahkan hasil yang diinginkan. Presiden Soekarno tidak kunjung menepati janjinya untuk menyelesaikan masalah pemberontakan G30S/PKI.
Hingga akhirnya pada 10 Januari 1966, KAMI dan KAPPI di hadapan gedung DPR-GR mengajukan Tiga Tuntutan Rakyat alias Tritura yang berisi:
ADVERTISEMENT
Menghadapi situasi tersebut, Presiden Soekarno memanggil seluruh menterinya untuk mengadakan sidang Kabinet di Istana Bogor. Dalam sidang tersebut, ia berjanji akan memberikan penyelesaian politik terhadap peristiwa G30S/PKI.
Sayangnya, janji itu kembali tidak ditepati. Pelantikan Kabinet Dwikora atau Kabinet 100 Menteri pada 24 Februari 1966 malah menewaskan seorang mahasiswa yang sedang berdemonstrasi. Ia gugur akibat bentrokan dengan pasukan pengawal presiden.
Peristiwa itu pun semakin menyulut amarah rakyat. Aksi demo terus berlanjut, ribuan mahasiswa turun ke jalan pada Jumat pagi, 11 Maret. Mereka menuju ke Istana untuk membubarkan Sidang Kabinet 100 Menteri yang dipimpin Presiden Soekarno.
Di sisi lain, ada pasukan tanpa tanda pengenal yang bergerak ke tempat yang sama. Situasi yang semakin tidak kondusif membuat sidang kabinet yang baru berjalan 10 menit itu diselesaikan lebih cepat. Soekarno pun bergegas menuju Istana Bogor.
ADVERTISEMENT
Jenderal Soeharto yang baru saja diangkat menjadi Presiden Indonesia oleh Jenderal Nasution (Presiden Kongres Rakyat), di Jakarta 19 Maret 1967. Foto: AFP
Mengutip buku Misteri Supersemar oleh Eros Djarot, setelah sidang dibubarkan, Jenderal Amir Machmud melakukan pertemuan dengan Brigjen Basuki Rachmad, Menteri Veteran, dan Brigjen M Jusuf, Menteri Perindustrian di tangga kanan Istana Negara bagian barat. Mereka sepakat untuk datang ke rumah Soeharto sebelum pergi ke Istana Bogor.
Ketika bertemu Soeharto, mereka dititipi surat untuk disampaikan kepada Bung Karno. Menurut Kemal Idris yang lebih dulu menghadap Soeharto, inti dari surat itu adalah Soeharto tidak akan bertanggung jawab terhadap keamanan jika tidak diberi perintah tertulis dari Soekarno.
Ketiga jenderal tersebut lalu pergi ke Istana Bogor untuk menyampaikan surat itu kepada Soekarno. Setelah itu, ketiganya kembali ke Kostrad membawa surat dari Bung Karno yang berisi penyerahan kekuasaan kepada Soeharto. Surat inilah yang kini dikenal dengan sebutan Supersemar.
ADVERTISEMENT

Isi Supersemar

Ilustrasi naskah Supersemar. Foto: Pixabay
Seperti yang disebutkan, ada empat versi Supersemar yang diketahui publik. Namun, pada intinya keempat dokumen itu memuat tiga poin, yaitu:
(ADS)