Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
Konten dari Pengguna
Arti Ewuh Pakewuh dalam Falsafah Jawa dan Contoh Penerapannya
8 November 2023 11:34 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Ewuh pakewuh merupakan salah satu falsafah hidup Jawa yang cukup terkenal. Secara bahasa, ewuh pakewuh artinya sikap sungkan atau rasa segan terhadap orang yang lebih tua.
ADVERTISEMENT
Biasanya, sikap ini diajarkan oleh orangtua kepada anaknya untuk dijadikan pedoman hidup ketika ia beranjak dewasa. Tidak hanya pada orang yang lebih tua, ewuh pakewuh juga bisa ditujukan pada atasan, senior, orang yang berkuasa, dan lain-lain.
Intinya, sikap ewuh pakewuh ditujukan kepada orang yang lebih dihormati dan memiliki kedudukan tinggi. Orang yang menjunjung tinggi sikap ini dianggap memiliki hati yang halus dan pandai menjaga perasaan orang lain.
Namun jika tidak dimaknai dengan benar, ewuh pakewuh bisa menjadi bomerang bagi seseorang. Bagaimana penjelasannya dalam falsafah hidup Jawa? Simak selengkapnya dalam artikel berikut.
Sikap Ewuh Pakewuh dalam Falsafah Hidup Jawa
Mengutip laman Kemdikbud, ewuh pakewuh sebenarnya merupakan bentuk sikap kesopanan. Dalam tradisi Jawa, sikap ini merujuk pada budi pekerti dan nilai hidup yang diwariskan secara turun-temurun.
ADVERTISEMENT
Awalnya, orang terdahulu mengajarkan sikap ini semata-mata untuk mendidik anaknya agar lebih menghormati orang yang lebih tua. Jadi, mereka bisa menjaga lisan dan perilakunya agar lebih sopan.
Secara luas, istilah ewuh pakewuh juga bisa bermakna sikap menjaga perasaan orang lain, menoleransi perbedaan pandangan, dan tidak mempermalukan seseorang di hadapan orang lain. Sederhananya, ewuh pakewuh berarti sungkan.
Ketika ada orang lain yang berbeda pendapat terhadap suatu hal, sikap ewuh pakewuh sangat dibutuhkan. Dalam kondisi ini, seseorang hendaknya menghormati pendapat orang lain dan tidak memaksakan kehendaknya.
Begitu juga ketika bicara soal prinsip hidup. Ketika ada orang lain yang berbeda prinsip dengannya, seseorang harus terbuka memandang hal tersebut. Sebab, prinsip hidup masing-masing orang pasti berbeda.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, falsafah Jawa juga memandang ewuh pakewuh sebagai sikap saling menutupi aib saudara ataupun temannya. Dengan sikap ini, seseorang akan berhati-hati untuk menilai orang lain, menghargai setiap keputusan yang diambil, dan lain sebagainya.
Contoh Falsafah Hidup Jawa
Selain ewuh pakewuh, ada juga falsafah hidup Jawa lainnya yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dirangkum dari jurnal berjudul "Falsafah Hidup Jawa sebagai Inspirasi dalam Berkarya Seni Lukis" karya Kurniawan (2017), berikut penjelasannya:
1. Ngono ya Ngono ning Aja Ngono
Falsafah ini memiliki arti “begitu ya begitu, tapi jangan begitu”. Maksudnya, seseorang hendaknya tidak berbuat berlebihan pada sesuatu yang dibolehkan. Sebab, hal ini akan menimbulkan permasalahan baru di kemudian hari.
2. Alon-alon Waton Kelakon
Alon-alon waton kelakon artinya pelan-pelan asalkan sampai. Maksudnya, dalam melakukan sesuatu tidak perlu terburu-buru. Meskipun progresnya pelan, namun pasti akan terwujud asal dibarengi dengan konsistensi.
ADVERTISEMENT
3. Abang-abang Lambe
Istilah abang-abang lambe dalam falsafah Jawa berarti omongan pemanis. Ini diperlukan untuk mencairkan suasana, menenangkan perasaan orang lain, dan menjalin komunikasi yang akrab dengan orang lain. Istilah ini bisa juga didefinisikan sebagai basa-basi.
(MSD)