Anies Baswedan Baca Buku How Democracies Die, Apa Isinya?

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
23 November 2020 9:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
 Anies Baswedan membaca buku How Democracies Die. Foto: twitter.com/@aniesbaswedan
zoom-in-whitePerbesar
Anies Baswedan membaca buku How Democracies Die. Foto: twitter.com/@aniesbaswedan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Buku How Democracies Die mendadak jadi perbincangan warganet setelah muncul di postingan Twitter Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Minggu (22/11). Di foto tersebut, Anies yang mengenakan sarung terlihat duduk santai sambili membaca buku.
ADVERTISEMENT
Di keterangan foto, ia mengucapkan selamat hari Minggu kepada para pengikutnya. Sekilas, tidak ada yang aneh dengan unggahan Anies.
Namun, warganet berhasil dibuat salah fokus dengan judul buku yang dibacanya, yakni How Democracies Die atau Bagaimana Demokrasi Mati. Banyak warganet menganggap postingan tersebut memiliki pesan simbolik sebagai sindiran kepada penguasa.
Sebagai informasi, Anies belakangan juga menjadi sorotan setelah diperiksa polisi untuk mengklarifikasi adanya kerumunan massa Habib Rizieq Shihab di Petamburan yang melanggar protokol kesehatan COVID-19.
Terlepas dari kontroversi yang ada, apa sebenarnya isi buku yang dibaca Anies?

Isi Buku How Democracies Die

Buku setebal 320 halaman ini ditulis oleh profesor Ilmu Politik Harvard University, Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, yang terbit pada 2018. How Democracies Die banyak membahas perpolitikan Amerika Serikat, khususnya setelah terpilihnya Donald Trump sebagai presiden.
ADVERTISEMENT
Secara garis besar, buku ini menceritakan tentang bagaimana pemimpin terpilih memiliki sumber daya dan akses untuk mengubah demokrasi dan memperkuat kekuasaannya secara perlahan. Caranya adalah dengan menciptakan sebuah sistem yang memperlemah oposisi.
Mereka berargumen bahwa demokrasi tidak lagi berakhir dengan satu peristiwa dahsyat yang terjadi secara cepat dan dengan paksaan, misalnya melalui revolusi atau kudeta militer seperti yang kerap ditampilkan dalam film.
Buku How Democracy Dies. Foto: American Academy
Levitsky dan Ziblatt menganggap bahwa seringkali, demokrasi mati perlahan dan secara kasat mata di tangan pejabat terpilih. Mereka menggunakan analisis sejarah politik global mulai dari Eropa tahun 1930-an hingga era kontemporer untuk melihat pola yang mengindikasi munculnya otoritarianisme.
Otoritarianisme ditandai dengan pelemahan lembaga-lembaga penting seperti lembaga peradilan dan pers yang terjadi secara lamban, namun terus-menerus. Selain itu terdapat pengikisan norma-norma politik yang telah lama berdiri.
ADVERTISEMENT
Melansir dari Conseil européen, ada empat indikator utama yang harus diperhatikan menurut Levitsky dan Ziblatt, yaitu:
Jadi, itulah gambaran isi buku How Democracies Die yang sedang viral.
(ERA)